12

1.8K 240 89
                                    

Sesuai kesepakatan dengan ayahnya bahwa wooyoung harus bisa menyelesaikan pendidikannya di Jepang dalam waktu yang sudah di tentukan, jika tidak maka terpaksa kedua orang tuanya akan menyeret wooyoung pulang.

Sekarang keluarga jeong dan juga mingi sedang berada di bandara untuk mengantar kepergian wooyoung. Secara bergantian wooyoung memeluk kedua orang tuanya juga yunho, tidak lupa ia tersenyum pada mingi yang sudah mengizinkannya untuk menyusul san.

"Terima kasih, ka." Mingi tersenyum sebagai jawaban atas pernyataan wooyoung.

Wooyoung memperhatikan jam yang berada di tangannya. Sebentar lagi waktu penerbangannya tiba jadi ia memutuskan untuk menunggu di dalam. Wooyoung pamit kepada kedua orang tuanya dan berjalan pergi meninggalkan mereka.

"Beneran ga mau diantar sampai dalam?", tanya nyonya jung.

"Ga apa-apa, mah. Lagian ayah harus kembali ke kantor, kan. Kalau gitu woo pergi dulu ya."

Yunho melihat punggung wooyoung yang perlahan menghilang di balik keramaian bandara. Ada perasaan senang sekaligus sedih yang menyelimuti yunho, ia senang karena akhirnya wooyoung sadar dengan perasaannya dan berusaha memperbaiki kesalahannya, adiknya itu sekarang sudah dewasa ternyata.

Namun di satu sisi yunho juga sedih karena harus melepaskan wooyoung pergi ke tempat jauh. Selama ini keberadaan wooyoung sudah sangat berarti bagi yunho. Di saat ia sedih, wooyoung akan mengajaknya pergi keluar, sekedar berjalan-jalan atau mencari makanan kesukaan yunho. Saat yunho merasa senang wooyoung akan setia mendengarkan cerita yunho walaupun itu menghabiskan waktu berjam-jam.

Sekarang wooyoung pergi, siapa yang akan menemaninya di saat sedih atau senang?

"Mau pulang sekarang? Kamu sudah kelamaan berdiri, nanti lelah." Mingi menyeka peluh yang ada pada kening yunho.

Ah, benar juga. Sekarang yunho memiliki seseorang yang akan berbagi cerita sedih ataupun bahagia selama sisa hidupnya. Yunho tersenyum lalu memeluk mingi manja, "Aku mau makan dulu, lapar." Merasa gemas dengan pria manis dalam dekapannya, mingi membalas pelukan itu tidak kalah erat.

"Yaudah, mau makan apa?"

"Eum...." Yunho mengetuk-ngetukkan telunjuk pada dagunya, berpikir lebih baik makan-makanan yang berkuah atau kering. "Aku mau makan masakan Prancis."

"Iya-iyaa, yaudah kita cari restorannya."

"Terus mau es krim sama churos."

"Nanti ga kekenyangan?"

"Gak! Itu kan pencuci mulut, ya~" Yunho memperlihatkan puppy eyes nya yang membuat hati mingi melemah.

Menghela nafas, berusaha untuk tidak menerkam pria manis di hadapannya ini. "Iyaa sayang, yaudah ayo." Terlihat yunho yang tersenyum ceria lalu menggandeng sebelah tangan mingi sembari berjalan ke mobilnya.

"Oh? ayah sama mamah mana?" Yunho baru sadar jika kedua orang tuanya sudah tidak ada di bandara.

"Mereka pulang duluan, kamu ga dengar tadi mereka pamit?" Yunho menggeleng sebagai jawaban.

Mingi membukakan pintu mobil untuk yunho lalu ia berjalan ke seberang dan memasuki mobilnya. "Makanya jangan melamun liatin wajah aku terus, aku tau aku ganteng."

"Dih, najis, pede banget."

Mingi tertawa kencang melihat ekspresi tidak suka yunho. "Lagian memang aku ga ganteng?"

"Gak, aku yang ganteng."

"Kamu itu cantik."

"Apasih, aku ganteng."

Mistake [Minyun/Yungi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang