16

1.6K 241 230
                                    

"Yunho."

Hm, seperti ada yang memanggilku. Tapi siapa ya? Tempat ini terlalu gelap, aku tidak dapat melihat apapun.

"Yunho, aku mohon bertahanlah."

Aku mengenal pemilik suara ini. Suara berat yang biasa ku dengar tiap hari, baik secara langsung ataupun di telepon. Song mingi.

Oh, sekarang aku dapat melihat wajahnya meskipun samar. Tunggu, mingi menangis? Ada apa? Kenapa kamu menangis?

Jangan menangis, kumohon. Aku sudah berjanji dengan kak jihoon kalau tidak akan membiarkanmu menangis lagi. Aku sudah berjanji padamu jika akan membuatmu bahagia. Jadi, jangan menangis.

Aku ingin menghapus air matanya, namun tanganku sulit digerakkan. Seluruh badanku mati rasa.

Kenapa tidak ada suara satupun? Apa tidak ada orang disekitarku selain mingi? Apa yang terjadi sebenarnya, aku takut.

"Yunho... Yunho...."

Aku di sini mingi, aku mendengarmu. Aku ingin menjawab panggilanmu namun lidahku serasa kelu. Rasanya berat hanya untuk mengucapkan sebuah kata.

Tunggu, kenapa perlahan pandanganku menggelap lagi? Tidak, aku mohon. Biarkan aku melihat mingi, biarkan aku bersamanya. Tuhan, aku mohon sekali ini saja. Bantu aku.

Mingi berdiri di tengah jalanan kota. Tubuhnya membeku tatkala sebuah papan reklame terjatuh dan menimbulkan debu yang menyesakkan dada. Namun bukanlah debu yang membuat dadanya sesak.

"T-tidak." Mingi berjalan lunglai mendekati kerumunan manusia yang sedang berdiri mengelilingi tempat terjatuhnya papan itu.

Mendorong semua tubuh yang menghalangi jalannya, langkah mingi terhenti ketika sudah terlihat puing-puing papan pada tanah yang ia pijak.

Degh

Jantungnya serasa berhenti berdetak selama beberapa detik. Nafasnya sesak seakan ia lupa cara bernafas yang benar. Pandangannya mengabur akibat genangan air yang memenuhi pelupuk matanya.

"Yunho" lirihnya pelan sembari tubuh tegap itu kini terjatuh di tanah.

Merangkak perlahan mendekati tubuh sang kekasih yang setengahnya tertimpa puing-puing. Bau anyir darah mengintrupsi indera penciumannya, menyebabkan sekelebat ingatan tentang ibunya dan minho muncul kembali pada kepalanya.

Tangannya mengambil ponsel di dalam saku celananya, menelepon ambulance agar kekasihnya dapat dilarikan ke rumah sakit. "Yunho, aku mohon bertahanlah" ucapnya lirih sembari berusaha mengangkati puing-puing yang menimpa yunho, dibantu oleh beberapa orang yang berada di lokasi kejadian.

Mingi melihat mata yunho yang sedikit terbuka dan mulutnya yang bergumam seperti ingin mengatakan sesuatu. Ia bersyukur yunho masih bertahan. Berdoa dalam hati pada Tuhan, berdoa agar yunho dan calon bayinya selamat bagaimana pun caranya.

Kemeja putih yang mingi kenakan kini berubah warna menjadi merah. Air mata kini tak dapat dibendung lagi. Rasa takut terhadap kehilangan menyerbu hatinya. Apakah ia akan kehilangan orang yang disayangi lagi?

Suara sirine ambulance dan pemadam kebakaran terdengar nyaring pada siang itu. Jihoon yang baru datang langsung menarik mingi mundur dari lokasi kejadian. Petugas berseragam merah mengerumuni tubuh yunho, berusaha mengangkat puing papan reklame yang menimpa tubuhnya.

Jihoon membawa mingi kedalam pelukannya, ia tidak ingin membiarkan mingi melihat tubuh yunho yang bermandikan darah. Cukup minho yang terakhir, jangan lagi ada ingatan merah pada otak mingi.

Mistake [Minyun/Yungi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang