18. An Encore

223 28 5
                                    

"the familiarity made us take it for granted"

Bahasa
Surabaya, Juli 2020

i loved him as i fell to sleep,

and each morning as i woke;

i loved him with all my wayward
heart -

until the day it broke

|Lang Leav, 2016.

-

"Halo? Bestari?"

"Iya Ren? Ada apa?"

Malam ditemani gundah yang bersemayam, aku masih menunggu balas dari pesan yang baru saja aku kirim kepada Haris ketika sebuah panggilan dari sesosok yang tidak terduga berhasil menjadi distraksi dari penantianku.

Renaldi, namanya.

Kami tidak dekat, tapi tidak juga jauh. Hanya sebatas saling mengenal sebagai teman satu jurusan dan sesama antek Sekre.

"Renaldi, ada perlu apa?" ulangku, mengingat si adam pada seberang sambungan tak urung menjawab tanya ini.

"Eh itu, Tar," terdengar ragu, Renaldi menarik nafas panjang sebelum melanjut jawabnya, "aku tahu ini bukan urusan aku, cuma ini rasanya aku nggak enak saja kalau nggak kasih tau kamu, Tar."

Hah?

Maksudnya bagaimana sih?

Kenapa tiba tiba aku tidak suka dengan arah pembicaraan ini?

Seperti ada sesuatu yang mengganjal pada hati, membawaku meringsak untuk menyalakan lampu kamar tidur, dan berdiri pada tepian jendela.

"Kenapa, Ren?" tanyaku setengah hati, berharap apapun itu setidaknya tidak akan memberiku sebuah serangan jantung.

"Bestari, aduh bagaimana ya? Kamu sudah putus dengan Haris?"

"Hah?" terkejut, hanya kata itu yang berhasil lolos dari bibir ini.

Sayup, aku dapat mendengar suara musik kencang beserta riuh teriakan beberapa orang pada sambungan seberang.

Renaldi terdengar meragu, lalu mendengar jawabnya aku langsung paham apa yang membuat si tuan menimbang ucapnya, "aku lagi di Foreplay sama anak jurusan, terus..."

"Nggak perlu dilanjutkan Ren, aku paham. Apa aku kenal sama ceweknya?"

Menghela nafas kasar, adam yang tengah menjadi lawan bicaraku kembali menjawab, "nggak tahu... aku nggak pernah lihat dia di sekitar area Teknik dan belum pernah lihat wajahnya dikumpulan anak ormawa fakultas lain."

"Yaudah, aku kesana ya Ren. Tolong kalau mereka pergi, kamu ikutin dulu. Nanti tolong kabarin lagi."

Bertepatan dengan jemariku yang hendak menutup sambungan, Renaldi kembali bersuara, "Maaf ya, Bestari."

Lalu, ia yang lebih dahulu mematikan sambungan.

Meninggalkanku yang sedang dilanda ragam emosi dalam satu kabar yang menerpa pukul satu dini hari.

Aku bukan orang yang begitu religius, sering kali melupakan kewajiban dalam lima waktu. Namun, malam itu aku berdoa dengan sekuat tenaga dan seluruh kepercayaanku kepada pencipta semesta.

'Tolong, jangan biarkan dia mematahkan hatiku.'

***

"Bajingan kamu, Haris Prabu Taraka"

Playlist: HarisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang