Let's start again

591 79 21
                                    

Mark duduk ditepi sofa ruang tamu, disamping Nala sembari tangannya tak henti-hentinya menepuk pipi gadis itu pelan. 

Berusaha membuat Nala untuk mendapatkan kesadarannya kembali.

" Nala.." panggilnya pelan.

Mark memijat pelipis Nala lembut dengan minyak kayu putih. Mengamati wajah sang gadis yang masih belum juga membuka mata.

Dalam diam bertanya-tanya apa yang telah diberikan pada Nala hingga menyebabkannya tak sadarkan diri seperti ini.

Obat tidur?

Mark menahan geraman saat pria yang dia pukuli di klub tadi terlintas kembali dalam kepalanya. 

Dia tau apa yang akan si brengsek itu lakukan pada Nala.

" Nala, Hey.." bisiknya. 

Tangannya menghalau helaian rambut gadis itu yang menutupi wajahnya, menyelipkannya kebelakang telinga.

Menghembuskan napas pelan, Mark menarik selimut tipis yang ada disofa sebelahnya.

Menutupi tubuh Nala hingga leher dengan kain tipis yang sering digunakan Marie dan Ibunya itu untuk menonton TV saat matanya tidak sengaja menangkap tali bra putih yang gadis itu gunakan.

Dalam hati merasa miris dengan hal yang telah Eri lakukan pada Nala. 

Dia tahu, pakaian ini masih bagian dari rencana mantan pacarnya itu.

Ah mantan pacar ya?

Mark menghembuskan napas lelah saat mengingat nama Eri.

Tidak menyangka gadis yang dia sayangi bertahun-tahun itu akan berani bertindak sejauh ini. Bahkan jika korbannya bukan Nala sekalipun, Mark tetap akan marah. 

Ini keterlaluan!

Tak jua menemukan tanda-tanda Nala akan terbangun, Mark menyerah. 

Menyingkirkan perasaan khawatir dan mulai menggendong gadis itu tanpa melepaskan selimut yang melilit tubuhnya, Mark memindahkannya ke salah satu kamar tamu yang berada dilantai bawah itu.

Mark cukup waras untuk tidak memindahkan Nala ke kamarnya atau kamar manapun dilantai atas saat hanya ada mereka berdua dirumah.

Setelah membaringkan Nala dikasur dan mematikan lampu, Mark langsung keluar dari kamar.

Matanya melirik jam dinding yang menunjukkan pukul 1.30 dini hari saat telinganya menangkap suara hujan yang turun dengan deras dari luar.

Langkahnya mendekati jendela dan menggeser gorden, memastikan keberadaan Eri dan Juan yang sebelumnya berada disana.

Mark berdecak pelan saat tidak menemukan siapapun namun pagar depan rumahnya itu dibiarkan terbuka lebar.

Ck! Udah dateng gak diundang. Pulang juga gak beretika!

Entahlah, Mark juga tidak tahu kenapa dia harus sekesal ini hanya karena pagar rumah.

Berjalan kembali ke sofa, Mark mendengus saat nama Eri muncul dilayar ponselnya. Jarinya bergerak cepat menolak panggilan gadis itu.

Tapi Eri tidak menyerah, dia terus mencoba menelpon Mark yang menyebabkan pria itu kesal dan melemparkan ponselnya ke sofa setelah men-silent nada deringnya.

Mark menyalakan televisi dan melirik acuh tak acuh ponselnya yang masih tetap menunjukkan nama Eri disana.

" Teruslah mencoba." dengusnya.

Mata Mark memandang kearah TV yang tengah menampilkan pertandingan sepak bola. Pikirannya melayang jauh memikirkan banyak hal.

Dia benci perasaan ini.

You make me Crazy || Mark Lee ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang