Part 12 kencan Ala Psikopat

1.4K 99 0
                                    


Menjemput Lea di rumahnya adalah rutinitas seorang Axel. Seperti sekarang ini, dirinya sudah berada di depan gerbang rumah Lea. Tak berselang lama, orang yang ditunggunya sudah datang. Keduanya pun segera berangkat ke sekolah. Sampai sekolah mereka berpisah ke kelas masing-masing.

"Pagi Lea," sapa Lia saat Lea masuk ke kelasnya.

"Pagi juga," balas Lea kemudian duduk di samping. Guru pun masuk ke kelasnya.

Di lain sisi Axel tengah bermain game di ponselnya.

"Woyy Bu Wulan nggak masuk, cuma ngasih tugas! Nanti dikumpulin!" Teriakan ketua kelas disambut riuh oleh semua siswa.

"Percuma aja kaga ada guru njir. Soal MTK 25 gini. Mana susah lagi," gerutu Leo di tempatnya. Axel yang masih sibuk dengan ponselnya menyempatkan diri menjitak kepala Leo. Sementara Leo mengaduh kesakitan.

"Kalau lo liatin doang sambil ngomel kaga jelas, gue yakin tuh soal kaga bakal kejawab sampai lu tua bangkotan," ujar Axel dengan mematikan ponselnya. Tentang pelajaran, memang Axel bisa dikategorikan murid berprestasi. Hanya saja onar yang selalu dibuatn, membuat dirinya tak pernah dikenal sebagai murid berprestasi.

"Lo kerjain, gue yang liatin," perintah Leo dengan santai.

"Yaudah Lia lo deketin, biar gue yang pacarin." Seketika mata Leo melotot mendengar penuturan Axel.

"Eh anjir. Maksud lo apa mau deketin doi. Lo kan udah punya Lea. Kalau lo mau ya usaha sendiri lah tapi ke yang lain," ujar Leo dengan amarah menggebu-nggebu. Enak saja dirinya yang berjuang mati-matian, malah Axel yang pacaran.

"Nah sama aja berarti. Kalau lo mau tuh tugas selesai, usaha sendiri lah." Leo terdiam mendengar lontaran kata yang keluar dari mulut Axel. Dirinya sudah tidak bisa melawan ucapan Axel.

"Hehe. Lo kan baik, Xel. Kita kerjain bareng-bareng aja yuk," bujuk Leo yang diangguki Axel. Memang mereka mengerjakan bersama. Namun, tetap saja hanya Axel yang berpikir dalam mengerjakannya. Bel istirahat pun berbunyi. Keduanya segera menuju kantin. Mereka segera menghampiri Lea dan Lia.

"Sayang Lia capek banget gue ngerjain MTK yang susah banget kaya dapatin hati lo," ujar Leo dengan duduk di samping Lia.

"Susah ngapain lo? Orang yang mikir gue trus lo cuma bacain soal." Damn it! Semakin hancur sudah citra Leo di depan Lia. Leo hanya bisa menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Sementara tiga orang lainnya sudah tertawa terbahak-bahak.

"Le, nanti pulang sekolah mampir dulu ya?" tanya Axel memecahkan suasana. Lea hanya mengangguk sebagai jawaban. Keempatnya kini tengah sibuk dengan makanan masing-masing.

"Lia," panggil Leo yang membuat Lia menoleh ke arahnya. Sementara Axel dan Lea hanya mengamati apa yang akan dilakukan oleh Leo.

"Kamu tuh kaya bulan," ujar Leo mencoba untuk menggombali Lia. Siapa tahu Lia bisa baper dan akan menerimanya. Walau sampai kini Leo belum pernah menyatakan perasaannya.

"Hah?! Lo samain gue kaya bulan yang berlubang gitu?!" Bukannya baper tapi Lia malah marah-marah. Sontak saja itu semua membuat Axel dan Lea tertawa. Sementara Leo sudah menekuk wajahnya karena kesal.

"Lea, kamu tuh kaya oksigen," ujar Axel memamerkan gombalannya pada Leo.

"Kenapa tuh?" tanya Lea seolah-olah penasaran.

"Kalau kamu nggak ada, aku bisa mati," ujar Axel dengan senyumnya. Sementara Leo hanya mendengus kesal melihat adegan romantis di depannya.

"Kok kamu kaya dia!" teriak Lea yang membuat Axel terpancing emosi. Siapa yang dimaksud Lea? Apakah kekasih simpanannya?

"Dia siapa?" tanya Axel dengan menaikkan satu alisnya.

"Dia calon imamku," jawab Lea dengan tertawa yang membuat Axel pun mengikutinya. Leo pun tak mau kalah dirinya sudah siap dengan gombalan untuk Lia.

"Lia, lo tuh kaya udara," ujar Leo memulai aksinya. Sementara Lia hanya mendengus kesal.

"Ia, gue kaya udara..." Lia menggantungkan kalimatnya. Sementara Leo sudah berbinar bahagia. Pasti Lia akan membalas gombalannya, batin Leo.

"... ada tapi tak pernah dilihat," ujar Lia lalu pergi meninggalkan kantin. Lea pun segera menyusul sahabatnya itu.

"Lia kaya matahari. Bisa dilihat tapi susah digapai." Leo menundukkan bahunya lesu. Axel pun segera melempar sedotan ke arah Leo.

"Gue malah bisa menginjak matahari," tukas Axel yang membuat Leo bingung. Lewat sorot matanya Leo bertanya, bagaiman bisa?

"Tuh matahari mall," ujar Axel mendapat jitakan dari Leo. Keduanya kemudian tertawa bersama.

***
   Bel pulang pun berbunyi. Sesuai janjinya, Axel dan Lea pulang bersama. Mereka mampir di sebuah caffe yang sering mereka kunjungi. Mereka memilih tempat duduk yang dekat dengan kaca.

"Ini kayaknya bagus." Lea menunjuk sesuatu yang ada di kertas.

"Iya, tapi suaranya bagus nggak," balas Axel tengah berpikir.

"Ini sepertinya lebih bagus, Xel." Lea kembali menunjuk buku tersebut.

"Jangan-jangan, yang ini saja. Pasti benyak pewarnanya. Romantis bukan?" Lea mengangguk sebagai jawabannya. Hey! apa kalian berpikir bahwa mereka akan mengadakan kencan romantis? Dengan penyanyi yang mengiringinya? Dengan bunga mawar merah yang banyak? Kalau kalian mengira seperti itu nyatanya salah besar! Ya mereka memang ingin berkencan. Tapi bukan dengan makan malam romantis, melainkan dengan membunuh. Mereka sedang berdebat untuk memilih siapa yang akan dibunuh malam ini. Di buku itu sudah terdapat beberapa photo target mereka. Suara indah yang dimaksud mereka adalah suara jeritan korban. Merah yang dimaksud tanda romantis adalah darah segar yang keluar langsung dari tubuh targetnya. Setelah mendapat targetnya, Axel segera mengantar Lea pulang ke rumahnya.

***

Malam pun tiba, Axel kembali menjemput Lea di rumahnya. Mereka segera mengikuti mobil yang menjadi target mereka. Keduanya menghentikan mobil tersebut. Seseorang keluar dari mobil tersebut yang kemudian langsung dipukul oleh Axel. Lea dan Axel menyeret tubuh orang itu ke gedung tua. Lea membangunkan paksa orang itu. Perlahan orang itu sadar. Orang itu mengerjapkan matanya beberapa kali untuk menyesuaikan cahaya.

"Ronald Wijaya. CEO  yang sukses pada usia muda. Wow menakjubkan bukan sayang?" tanya Axel pada Lea yang dijawab dengan tepukan tangan. Sementara orang bernama Ronald masih terlihat kebingungan.

"Namun, semua orang tidak pernah tahu. Bahwa CEO terkenal ini telah mempunyai istri dan anak yang dibunuhnya sendiri," ujar Leo dengan menyunggingkan senyumnya. Sementara Ronald begitu terkejut. Bagaimana mungkin ada yang mengetahuinya?

"Kalian mau uang berapa?" tanya Ronald. Lea dan Axel tertawa mendengar penawaran Ronald.

"Kami tak ingin uang, tapi ingin nyawamu bagaimana?" Lea bertanya dengan mengeluarkan pisaunya. Ronald pun semakin ketakutan. Ia ingin lari tapi tangan dan kakinya diikat. Lea perlahan mendekat begitu juga Axel.

"Kamu mau mawar?" tanya Axel yang dijawab anggukan antusias oleh Lea. Kali ini Axel menggambar mawar di wajah Ronald.

"Akhh!!" Teriakan Ronald menggema di gedung itu. Tapi baik Axel maupun Lea tak ada yang menanggapinya. Mereka tengah sibuk menggambar dengan pisau masing-masing.

"Axel lihatlah hati ini untukmu." Lea berucap dengan girangnya setelah gambarannya selesai. Seluruh tubuh Ronald sendiri sudah  penuh dengan darah. Tak ada lagi jeritan suara yang muncul darinya. Maka Axel dan Lea pun segera menusuk tepat di arah jantungnya. Seperti biasa mereka mengambil jantung itu dan meletakkannya di box yang dibawa Axel.

"Biarkan partnerku yang membersihkannya," ujar Axel kemudian menelpon orang itu. Tak berselang lama orang yang ditelpon Axel sudah datang. Lea pun sungguh terkejut dengan orang yang menjadi partner Axel.

"Mr. X!"

"Lea!"
Teriak mereka bersamaan.

"Kalian saling kenal?" tanya Axel yang dijawab anggukan oleh keduanya.

"Mr. X juga partnerku, Xel. Partner kita sama," ujar Lea semangat. Akhirnya mereka berdua menunggu Mr. X mengurusi mayat Ronald dan menghilangkan jejaknya.

Jangan lupa vote dan komennya sayang :)

Sweet Couple Psychopath (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang