part 14 perjodohan

1K 94 1
                                    

   Paginya Axel sudah siap berangkat sekolah. Seperti biasa dirinya akan menjemput Lea. Sebelum berangkat Axel sarapan terlebih dahulu dengan kedua orang tuanya.

"Pagi," sapa Axel pada orang tuanya yang sudah menunggu.

"Pagi kembali," balas keduanya. Sarapan pun dimulai. Tak ada percakapan diantara mereka. Karena ini memang peraturan keluarga Axel. Dimana tidak ada yang boleh bicara saat makan. Selesai makan Axel segera pamit ke orang tuanya.

"Axel nanti pulang sekolah segera pulang," ujar Aldo, papah Axel. Axel hanya mengangguk sebagai jawab. Dirinya berpikir mungkin papahnya akan mengajak bertemu dengan klien. Axel memang sering diajak papahnya untuk pertemuan bisnis. Karena memang dirinya pewaris tunggal dari keluarganya. Axel segera menjemput Lea di rumahnya kemudian berangkat ke sekolah. Sampai di sekolah keduanya pergi ke kelas masing-masing. Di kelas Axel sedang jam kosong. Tak ayal kelasnya sangat ramai.

"Woy, Xel!" teriak Andi salah satu teman laki-lakinya. Axel pun hanya menoleh tanpa menjawab panggilan Andi.

"Nggak mau konser lo?" tanya Andi yang dijawab senyum sumringah Axel. Sontak kaum hawa di kelas itu menjerit histeris. Lebay memang tapi mau bagaimana? Senyum Axel bak dewa yunani yang mampu mengikat semuanya.
Axel sudah naik di atas bangku mejanya. Seperti biasanya dia membawa buku sebagai microphone. Saat itu juga bertepatan Lea lewat depan kelas Axel.

"Leayang! Masuk sini!" Teriakan Axel berhasil mengalihkan perhatian teman-temannya. Lea pun diseret masuk oleh teman-teman Axel. Lea dibawa ke tengah meja dekat dengan Axel. Axel pun turun dari bangku yang dinaikinya kemudian mendekati Lea. Sementara Lea hanya diam melihat aksi sang kekasih. Lia dan Leo pun juga diam menyaksikan.

"Lea, kaya le mineral," ujar Axel mencoba menggombali kekasihnya. Sekaligus memamerkannya pada Leo.

"Kenapa tuh?" tanya Lea dengan senyum gelinya. Dirinya mencoba menahan tawanya yang hampir meledak. Apalagi melihat Leo yang sudah memasang wajah kesal.

"Ada manis-manisnya." Perkataan Axel disambut teriakan histeris kaum hawa. Tak banyak juga yang mengabadikan moment tersebut.

"Xel jantung gue kenapa," ucap Lea dengan memegang jantunya. Sontak saja raut wajah Axel berubah menjadi panik.

"Le, kamu baik-baik aja kan? Kalau nggak kita ke dokter sekarang," ujar Axel panik.

"Nggak papa. Jantungku cuma berdetak lebih cepat dari biasanya." Lea mengedipkan sebelah matanya pada Axel. Seisi kelas sudah berteriak melihat romantisnya hubungan Axel dan Lea. Bahkan ada yang sampai berguling-guling karena iri.

"Lia, nama kita mirip ya. Lia sama Leo. Jangan jangan kita jo-"

"Jomblo." Ucapan Leo terpotong oleh Lia. Seisi kelas pun menertawakan aksi Leo yang gagal.

"Lia gue bisa melukis di kanvas loh. Kanvas aja bisa gue beri warna apalagi hidup lo, " ujar Leo dengan menaik turunkan alisnya menggoda. Semua yang ada disitu menanti jawaban apa yang akan dikatakan Lia.

"Iya lo bisa memberi warna tapi juga memberi luka. Kanvas ibarat hati gue yang putih bersih. Ada lo jadi tergores oleh warna." Jlebb. Kata-kata Lia berhasil menusuk relung hati terdalam Leo. Sementara yang lain hanya terdiam membisu. Melihat perjuangan Leo yang bahkan sampai kini belum membuahkan hasil. Leo menarik napas dalam. Ia melirik ke arah Axel dan Lia. Keduanya pun mengangguk.

"Gue nggak tau, Li cara apa lagi yang bisa buat lo suka sama gue. Tapi dari lubuk hati terdalam gue, gue mau bilang. Gue sayang dan cinta sama lo. Lo mau nggak jadi pacar gue?" Kali ini Leo berhasil menyatakan isi hatinya yang selama ini masih dipendamnya. Sementara, Lia merasa begitu terkejut. Selama ini  lontaran gombalan yang disampaikan Leo hanya dianggapnya sebagai candaan. Ruangan itu mendadak hening menunggu jawaban Lia. Bahkan dentingan jam pun bisa terdengar oleh mereka.

"Leo, gue belum tau gimana perasaan gue ke lo. Gue-"

"Untuk saat ini lo nggak perlu mikirin cinta. Gue bakal bantu lo untuk mencintai gue. Sekarang gue mau jawabannya aja. Lo hanya punya dua pilihan iya atau mau?" Pertanyaan Leo mendapat jitakan dari Axel. Bukannya dua jawaban tersebut sama saja? Axel tak habis pikir dengan otak sahabatnya tersebut. Lia mengangguk tersenyum sebagai jawaban. Mata Leo berbinar bahagia. Leo segera memeluk Lia. Semua yang ada disana bersorak bahagia. Begitu juga Axel dan Lea. Karena takut guru melihat aksi mereka, mereka segera membubarkan diri. Lia dan Lea pun segera kembali ke kelasnya.
Bel pulang pun berbunyi. Axel pulang bersama Lea. Sementara Lia pulang diantar Leo. Setelah mengantar Lea, Axel segera pulang ke rumahnya. Sampai di rumah, Axel segera menuju kamarnya untuk istirahat. Sampai tak sadar, Axel sudah terlelap. Pukul 19.00 Axel dibangunkan oleh mamahnya.

"Axel cepat bangun. Lalu siap-siap. Mamah dan Papah tunggu di bawah!" teriak Claudia dari luar. Axel pun segera mengumpulkan kesadarannya dan bergegas untuk bersiap-siap. Setelahnya Ia segera turun ke bawah untuk berangkat. Mobil mereka sampai di sebuah restaurant bintang 5. Mereka memesan ruangan VIP di restauran tersebut. Tak beberapa lama tamu yang mereka tunggu akhirnya datang.

"Selamat malam, Aldo," sapa laki-laki seumuran papah Axel. Keduanya berjabat tangan. Begitu juga Sinta yang menyapa istri dari tamu tersebut. Sementara Axel masih terus memperhatikan wanita seumurannya yang tengah menatap dirinya secara terang-terangan.

"Axel, kenalkan ini Bram teman Papah. Dan ini istrinya nyonya Carla. Serta ini putrinya Queenza." Aldo memperkenalkan tamunya pada Axel. Axel pun tersenyum sebagai bentuk penghormatan. Mereka pun berbincang-bincang mengenai kerja sama perusahaan.

"Wah Axel sudah besar ya. Cocok kalau sama Queenza," ujar Carla yang membuat Axel mendengus tak suka. Sementara Queenza tengah salting di tempat duduknya.

"Iya, Do. Bagaimana kalau kita jodohkan saja. Selain kerja sama kita lancar, kita bisa jadi besan," ujar Bram disertai tawa. Sementara Axel sendiri tengah mengepalkan tangannya.

"Bagaimana Axel?" tanya Aldo pada putranya.

"Saya sudah punya pacar." Raut bahagia Quennza kini berubah menjadi muram. Orang tuanya yang melihat pun merasa iba.

"Pacar bisa saja putus, Xel. Lagipula saya yakin pacar kamu hanya memandang harta," ujar Carla yang kesal karena putrinya yang ditolak secara terang-terangan oleh Axel.

"Jaga bicara tante. Pacar saya bukan seperti apa yang tante katakan. Pacar saya setia tanpa memandang harta. Bukan seperti putri tante." Axel pun kini sudah angkat bicara. Suasana kini menjadi lebih mencekam.

"Jaga bicaramu Axel! Putri saya berasal dari keluarga terhormat! Kami dididik baik," tukas Carla merasa marah karena harga diri putrinya diinjak-injak. Axel bahkan tak merasa takut sedikit pun.

"Heh. Dididik dengan baik? Lalu apa kabar tentang putri tante yang di skors karena membully temannya?" Wajah Carla kini sudah pucat pasi. Dirinya sudah kehilangan kata-kata pedasnya. Karena tak mendapat jawaban, Axel memilih pamit pada orang tuanya. Aldo dan Claudia pun mengikuti Axel.

"Axel tak seharusnya kamu bicara seperti itu," tutur Claudia menasehati putra semata wayangnya. Axel pun menarik nafas lelahnya.

"Kalau nggak digituin mereka bakal nginjek-nginjek harga diri orang lain, Mah," ujar Axel. Claudia pun tersenyum dan mengelus puncak kepala putranya.

"Besok kenalkan pacar kamu ke Mamah," pinta Claudia yang diangguki oleh Axel.

Jangan lupa tinggalkan jejak. Btw mau nanya nih. Cerita ini menurut kalian gimana sih???

Sweet Couple Psychopath (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang