SW - 14

35 15 29
                                    

"Ada apa?" Rizal khawatir melihat sikap diam Raihana, tidak biasanya.

Raihana mengangguk dengan lesu, "Berita lamaran Putra pada Raihana tersebar di sekolah Bang, Raihana bingung harus buat apa sekarang," Bang Rizal mendadak diam, kepalanya buntu. Maksudnya tersebar?

"Tunggu, lamaran Putra? Adek? Siapa yang menyebarkannya?" Raihana menggeleng lesu, ia sama sekali tidak tau menahu. "Dan tanggapan Eshan?" Kembali, Raihana mengingat sikap Eshan padanya.

"Eshan biasa aja, tapi sikapnya udah aneh Bang. Sikap Eshan tuh gak biasanya, sekarang cuek, lebih suka keluar kelas daripada sama Raihana seperti dulu," Rizal hanya bisa menggeleng melihat sifat ketidakpekaan adeknya.

Tidak sadarkah Raihana, bila salah satu sifat Eshan hanyalah menjaga jarak pada seorang wanita yang sudah di persunting?

"Raihana harus apa, Bang!" gerutunya sebal. Walaupun Raihana bersikap tenang sedari tadi, tetap saja hatinya gelisah tak karuan. Belum lagi sikap teman sekelasnya yang diam, terutama penggemar Korea, biasanya mereka mengajak kumpul dan menyampaikan berita terbaru seputar Oppa, tapi sekarang semuanya diam.

Apa karena berita lamarannya?

Belum lagi Eshan yang pendiam dan membawa bekal sendiri. Padahal dulu, Eshan sendiri yang memintanya untuk membawa bekal khusus untuk pria itu, tapi sekarang? Pria itu membawa bekal sendiri tanpa menyampaikan apapun.

"Untuk sementara, Adek tenang dulu. Kita cari tau bersama, tidak boleh praduga yang bukan-bukan. Biar urusan ini, Abang yang atur, Adek fokus aja ke Eshan, ya?"

Raihana mengernyit bingung, "Eshan? Untuk apa fokus ke Eshan?" Rizal menghela napas pasrah, "Tidak ada apa-apa, intinya Adek selalu bersama Eshan, oke?"

Raihana menggeleng, "Gak bisa Bang, Putra selalu datang setiap istirahat atau bel pulang sekolah, kadang mampir sebelum bel masuk.

Rizal menggeleng, kadang suka heran, Apa kelebihan adeknya Raihana hingga kedua pria itu terus mengejarnya? Peka saja tidak!

Bisa habis stok kesabaran mereka nanti, Rizal aja bersyukur!

"Yaudah gini aja, Adek jaga jarak dengan dua pria itu. Bila datang ke kelas, lakukan kesibukan lain dan saat ada jadwal kosong, sering sharing atau belajar sama Eshan, paham?"

"Eshan? Padahal Putra lebih pintar loh Bang," Rizal menggeleng dengan tegas, "Bukan masalah kepintaran, intinya Adek turutin apa yang Abang katakan, paham?" Raihana hanya mengangguk polos tanpa mencari tau makna perintah Rizal.

Padahal Rizal menginginkan agar Eshan bersanding dengan Raihana, bukan pria lain ataupun Putra. Rizal hanya bisa mempercayakan pria yang sudah mengenal adeknya sejak kecil, bukan pada pria yang baru mengenal Raihana sebentar dan langsung melamarnya tanpa berpikir panjang.

Jujur saja, Rizal menyukai rencana dan pola hidup keturunan putra bungsu Adjie Kusuma itu, membuat rencana kehidupan di masa depan, mengatur dan menjadi seorang polisi militer tapi semua terganti hanya demi adeknya Raihana, gadis yang tidak peka sama sekali.

Kepribadian dan tanggungjawab Eshan selama ini juga menjadi pengawasan Rizal, melihat cara pria itu menjaga, berinteraksi dan bersama Raihana dimanapun membuat Rizal luluh dan menyetujui lamaran secara tak langsung Eshan.

Ya, Eshan sudah melamar Raihana padanya, bukan pada ayah Abdul Hasan karena Eshan sendiri belum siap untuk membangun rumah tangga dan juga tidak mau melakukan hubungan yang sekadar hanya bermain-main, Bukankah lebih baik menunggu daripada melakukan sesuatu secara tergesa-gesa?

"Bang? Kok diam?" Rizal menoleh ke samping saat Raihana menatapnya selidik, "Abang mikirin apa? Udahlah jangan pikiran berita mengenai Raihana, lupakan aja. Berita itu akan hilang sendirinya nanti, oke?" Rizal hanya bisa mengangguk, berinteraksi dengan Raihana butuh ekstra kesabaran yang tinggi.

Siklus Wanita [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang