SW - 8

105 46 35
                                        

- Bukan sekedar kata, tapi fakta.
Bukan sekedar bualan, tapi bukti.
Bukan sekedar rasa, tapi keseriusan.
Dan aku tidak mungkin menolak pria yang ingin serius denganku, disaat kamu yang aku tunggu tidak memberikan kejelasan yang pasti. -
[Raihana Haura]

* * *


"Tugas, oke. Ponsel, oke. Laptop, oke. Semuanya sudah. Ah, buku Eshan, dimana ya... Jumpa kau! Buku Eshan, oke."

Raihana mulai memilah keperluan yang akan dibawanya. Raihana memiliki sifat pelupa. Ada baiknya ia mencatat atau melakukan sesuatu di awal. Jika tidak maka semuanya ambyar, kecuali ada yang mengingatkan.

"Raihana Haura! Jangan lupa bawa laptop, ponsel, dan buku tugas Eshan ya. Dan bekal dua."

Karena itu Raihana lebih semangat hari ini. Eshan mengirim pesan dan mengingatkan hari pertama kelas tambahan mereka. Setidaknya keraguan di hati dan pikiran Raihana langsung bubar, karena sikap Eshan masih sama yaitu hangat dan nyaman.

"Assalamu'alaykum, Ayah, Bunda. Loh, bang Rizal mana Bun?" Raihana duduk dan mengambil sarapan roti. Ntah kenapa, ia tidak mau makan makanan yang berat.

"Wa'alaykumussalam Warahmatullah. Jam tujuh tadi bang Rizal udah berangkat, mau jumpa sama Khafi karena jam 8 mau bimbingan skripsi." Raihana hanya mengangguk dan mengambil segelas susu. Sedikit heran, tidak biasanya Eshan datang cepat. Biasanya Eshan sudah mangkir di rumah dan makan gratis dari Bunda.

"Semalam Eshan ada kirim pesan dek?" tanya Bunda. Lalu duduk disamping kanan Ayah dan ikut makan.

Siapa yang tidak tau perhatian Eshan terhadap Raihana? Semuanya tau. Bahkan kedua orang tua Eshan dan Raihana mengharapkan bila keduanya berjodoh di masa depan, tapi balik lagi ke Raihana. Tidak ada yang bisa mengubah pola pikir Raihana, kecuali Eshan sendiri yang terbuka dengan perasaannya.

"Ada Bun. Jam delapan Eshan ingatkan Raihana bawa laptop, ponsel, buku tugas dan bekal dua." Raihana cengengesan saat mengatakan membawa bekal dua. Bunda geleng kepala melihat prilaku putri bungsunya yang tidak pernah berubah, "Udah Bunda siapkan. Kamu bawa aja Tote bag nya."

Oke, semua sudah siap. "Raihana pergi ya Bun." Lalu mencium tangan Ayah dan Bunda. "Assalamu'alaykum."

* * *

"Eshan dimana sih!" gerutu Raihana. Pertama, Eshan tidak menjemputnya. Kedua, Eshan belum datang disaat Raihana sudah duduk di bangku sekolah. Dan ketiga, Eshan tidak membalas pesannya, bahkan pria itu offline.

Siapa yang gak kesal coba?

"Eh, Fatimah udah datang." Tanpa perlu menebak, hanya Raihan dan Syahir yang selalu menggodanya sampai Eshan sendiri yang minta untuk berhenti. "Fatimah kok sendirian, babang Ali kemana?" tanya Syahir disambut gelak tawa keduanya.

Fiks, Raihana kesal Luarbiaza!

"Eshan belum datang? Tumben, biasanya selalu bareng sama Raihana. Sampaikan nanti bila Eshan datang, pergi ke ruang guru untuk ambil berkas. Tadi Putra datang." ujar Inem sambil memberikan bekal berwarna biru di meja Raihana.

Raihana mengernyit, "Bekal siapa?" Bukan hanya Raihana, Syahir dan Raihan pun bingung. "Tadi Putra datang, katanya tolong kasih ke Raihana."

"What? Bekal untuk Raihana?"

"Ngapain? Raihana mah udah bawa bekal, plus untuk babang Ali."

Siklus Wanita [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang