SW - 6

113 49 9
                                        

Jangan sedih, bila kamu sedih,
hati aku yang sakit.
[Eshan Rayyan Kesuma]

* * *


"Kenapa murung?" tanya Eshan. Raihana meliriknya, raut itu seperti tidak memiliki daya kehidupan, murung.

"Ayah sms Haura tadi, bilang Haura segera pulang." terang Raihana sambil memberikan ponselnya, menunjukkan pesan Ayahnya kepada Eshan.

Eshan mengambil, dan membacanya. Sedikit heran, ada apa dengan paman meminta Haura segera pulang? Biasanya Eshan yang mendapatkan pesan ini. Jujur, Eshan selalu mendapati pesan yang di pinta Ayah atau abang Raihana, bang Rizal. Tapi melihat paman mengirim pesan pada Raihana, sudah pasti hal penting. Apakah membeli ponselnya harus di tunda?

"Aku coba menghubungi paman ya." Sambil menelepon Ayah Raihana atau abang Rizal, agar diberikan ijin bila Raihana bersamanya.

Raihana antusias. Sudah pasti bila Ayahnya akan luluh, terutama abangnya Rizal. Kedua pria tercinta Raihana akan cepat mengiyakan setiap permintaan Eshan, terkadang Raihana heran, dirinya susah mendapatkan ijin tapi bila Eshan gampang. Tapi untuk sekarang tidak apa-apa, Raihana ikhlas.

"Iya paman."

"Tidak paman, sebelum jam lima sore kami akan pulang."

"Baik paman, itu sudah tanggungjawab saya."

"Terimakasih paman, Wa'alaykumussalam warahmatullah.."

Percakapan sudah berhenti, hanya empat kalimat itu yang mampu di dengarnya, selebihnya Raihana kurang cepat. Ingin rasanya Raihana mengetahui tips Eshan merayu abang Rizal, terutama Ayahnya. Tapi, timing selalu tidak tepat!

"Mencoba menguping? ejek Eshan dengan sorot mata geli. Raihana mendengus tidak suka, "Kepo, tapi.. Ayah beri ijin?" Raihana berharap bila ia diijinkan. Eshan mengangguk yakin, "Tentu saja. Ayo!"

"Yeay!" sorak bahagia Raihana sambil mengangkat satu kepalan tangannya ke atas.

- Aku tidak tau apa yang akan terjadi di masa mendatang. Tapi satu hal yang harus ku syukuri, saat bersamamu yang akan selalu ku ingat. -
[Eshan Rayyan Kesuma]

* * *

"Eshan, kita ke konter paman kamu?" tanya Raihana. Keduanya berada dalam mobil, dan Eshan yang sedang melaju menuju pusat belanja.

"Tidak. Kita ke mall." Satu kata, berjuta makna.

"Yeay! Nanti singgah ke Timezone ya! Mau main capit boneka, terus ambil bonekanya banyak!" seru Raihana bahagia. Akhirnya, setelah kenaikan kelas tiga. Sulit baginya untuk keluar rumah, terutama bang Rizal yang sibuk menyusun skripsi.

Awalnya Raihana merayu bang Rizal atas kenaikan kelas, tapi setelah itu bang Rizal malah kerepotan karena skripsi banyak coretan merah dari dosennya. Sejak saat itu, Raihana gak mau ganggu zona bang Rizal.

"Gampang." jawab Eshan dengan santai.

Percakapan itu pun berakhir. Kaku milik Eshan, dan gugup kepemilikan Raihana. sulit bagi keduanya berinteraksi, kecuali ke antusias Raihana. Setelah melihat pusat belanja kota medan, keduanya beranjak dan beriringan memasuki area mall. Eshan dengan jaket hitam dan Raihana memakai hoodie, walaupun masih mengenakan seragam putih abu-abu.

"Kita beli ponselnya dilantai berapa, Eshan?"

"Kamu maunya dimana?" tanya Eshan sambil melirik Raihana. Senyum gadis itu tertular padanya, mimik bahagia dan rona merah itu, Eshan mengalihkan pandangannya.

Siklus Wanita [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang