*14🐻

2K 254 15
                                    

.
.
.
.
.

Angst 💦

Hinata berjalan menyusuri lorong rumah sakit dengan ceria usai menolong orang. Ia senang melihat senyum yang tercipta karena membantu orang lain.  Hinata tidak sadar kalau aura keceriaan yang terpancar dari nya itu membuat orang di sekitarnya juga ikut tersenyum. Hinata berjalan dengan riang hingga akhirnya dokter datang dan memberitahu hinata.

Hinata sontak terkejut dengan berita yang dikatakan oleh dokter yang telah merawat ibunya beberapa tahun lamanya. Ia langsung berlari ke ruangan milik ibunya itu. Rasa cemas, rindu dan bahagia bercampur menjadi satu. Akhirnya setelah sekian lama, ia akan bisa melihat ibunya membuka matanya kembali.

Brak!

Ia langsung membuka pintu ruangan itu. Tampak sosok ibu renta terbaring disana. Ia memiringkan kepalanya ke samping menatap ke arah Hinata. Membuat anak lelaki manis satu-satunya itu menjadi sangat terharu. Biasanya ibu hanya akan diam , tidak bergerak dari sana. Sekarang ibu menatapnya dengan senyuman tipis terukir di wajah nya itu.

"I.. ibu" seru Hinata. Ia menutup pintu ruangan dan berjalan pelan ke arah ibu. Ia berharap ini bukanlah mimpi. Ia masih tidak percaya akan bisa melihat kedua manik mata orange milik ibunya itu. Rambutnya yang berwarna orange pendek, dengan beberapa garis wajah keriput khasnya. Meskipun begitu ibu masih lah tetap cantik di mata Hinata.

"I..ibu benar benar sudah bangun?" Tanya Hinata terbata bata. Ia tidak mampu menahan rasa gembiranya saat ia memegang tangan kurus ibu dan ibu pun memegang nya balik. Rasa hangat menyusup membuat Hinata benar benar percaya kalau yang ia alami sekarang bukanlah sebuah mimpi.

Ibu tersenyum, ia senang sekali dapat melihat anak satu satunya yang sangat ia rindukan itu. Selama beberapa tahun ini ia bergulat dalam kegelapan yang teramat gelap. Hanya suara suara yang terdengar yang membuat nya masih memiliki keinginan untuk tetap hidup. Dan sekarang dapat melihat wajah Hinata lagi adalah sebuah keajaiban.

.
.
.
.
.

Ia mengarahkan tangannya mengelus wajah lembut Hinata. Tangis Hinata pecah seketika. Sosok wanita tua itu tersenyum tipis, wajah yang selama ini ia rindukan masih lah tetap sama. Hinata ku yang masih sangat Sangat manis. Hinata ku yang sangat berharga. Untuk siapapun yang sudah menyumbangkan ginjalnya padanya. Terima kasih, ia sangat berhutang Budi karena atas pertolongan dia lah. Dia akhirnya bisa melihat anak nya lagi setelah sekian lama.

Anak manis kesayangan nya itu.

Hinata sangat bahagia. Sebuah mimpi yang sangat mustahil itu akhir nya terwujud. Ibunya bisa sembuh. Ini adalah sebuah keajaiban. Sebuah keajaiban bagi dirinya yang sangat miskin. Betapapun lama Hinata menabung, tidak akan cukup untuk biaya operasi itu. Kageyama menyumbangkan ginjalnya kepada ibu. Karena Kageyama lah, ia akhirnya tidak kehilangan ibunya.

Ia tidak tau apa yang akan terjadi jika ia tidak bertemu dengan Kageyama. Kageyama adalah sosok pertama yang akhirnya membuat ia kembali dapat merasakan kebahagiaan yang sudah lama menghilang. Kageyama adalah seseorang yang sangat ia cintai sekarang. Seseorang yang mengisi hatinya selain ibunya. Kageyama adalah segala nya sekarang bagi Hinata. Dari awal bertemu, Kageyama selalu mengisi kekosongan dalam hidup Hinata.

Ia adalah segalanya, segalanya bagi Hinata. Mungkin ia tidak akan bisa hidup lagi tanpa Kageyama sekarang. Tanpa Kageyama disisinya. Ia benar benar sangat mencintai nya. Dari awal bertemu ia tidak menyangka akan merasakan hal seperti ini pada Kageyama seperti sebuah pertemuan yang telah ditakdirkan begitu saja.

"Terima kasih Kageyama"

.
.
.
.
.

Kageyama berbaring di atas kasurnya usai operasi. Operasi itu berhasil dan ibu Hinata selamat. Itu membuat Kageyama sangat lega. Ia akan melakukan apapun untuk Hinata. Ia tidak akan membiarkan Hinata menderita dan bersedih untuk alasan apapun. Ia kembali terpikir tentang sosok ibu Hinata yang mengingatkan nya dengan ibunya yang di rumah sakit jiwa.

Hinata masih beruntung memiliki ibu yang masih mengingatnya. Sedangkan ia?. Ibu sama sekali tidak mengingatnya. Ibu memilih untuk melupakan semuanya. Ibu memilih untuk melupakan dirinya yang bahkan masih ada disini. Setiap hari Kageyama berharap ibu akan mengingatnya, tetapi itu hanyalah sekedar mimpi belaka.

Ibu tidak akan pernah mengingatnya. Jika ibu mengingatnya maka ibu akan terpuruk kembali. Itu menjadi lebih buruk lagi. Kageyama bisa merasakan rasa sakit dihatinya. Tapi ketika mengingat sosok Hinata, rasa sakit itu menjadi sedikit terobati. Meskipun posisi ibu di hatinya tidak akan pernah tergantikan.

Srek!

.
.
.
.
.

Kageyama memiringkan kepala nya menatap siapa yang datang. Betapa terkejutnya ia saat melihat sosok yang sangat familiar bagi nya itu membuka pintu ruangannya. Ia masuk dan berjalan ke arah Kageyama. Sebuah raut wajah yang sangat tidak asing dan kedua matanya memantulkan bayangan Kageyama. Sebuah pemandangan yang tidak pernah dilihat lagi oleh kageyama.

"I..ibu?" Tanya Kageyama gagap. Ibu nya mendekat dan duduk di depannya. Ia mengambil nafas dalam dalam. Jika bukan karena paksaan dan dorongan dari pemuda manis yang ia Ketahui bernama Hinata itu. Ia tidak akan berani untuk bertemu Kageyama. Kageyama pasti akan membencinya karena ia memilih untuk melupakan semuanya.

"Ma.. maafkan ibu nak, ibu mengingat semuanya. I..ibu adalah ibu yang jahat karena telah melupakan mu Kageyama", seru Wanita paruh baya itu gemetar. Namun Kageyama langsung memeluknya. Ia menenggelamkan kepalanya di pundak ibunya. Ibu Kageyama juga ikut menangis karena itu.

"A..akhirnya ibu sembuh. Akhirnya ibu mengingatku" seru Kageyama pelan. Ia tidak tau apalagi yang harus ia katakan untuk menggambarkan kegembiraan nya ini. Ia tidak marah sama sekali. Ia malah bersyukur karena akhirnya ibu mengingatnya. Ia tidak marah karena ibunya melupakan nya. Pelukan hangat yang selama ini ia dambakan, ibunya mengelus punggung Kageyama dan tersenyum tipis.

Kageyama sudah besar, entah sudah berapa lama sejak ia mengelus dan memeluk Kageyama. Terakhir kali ia masih kecil dan sekarang ia tampak semakin dewasa dan tampan. Ia semakin mirip saja dengan ayahnya. Seharusnya ia tidak begitu saja melupakan sosok Kageyama. Anak satu satunya itu. Ia terlalu larut dalam kesedihan sehingga memutuskan untuk melupakan semuanya.

.
.
.
.
.

"Kau tau, tadi ibu bertemu anak yang sangat ceria. Ia manis sekali sama seperti ayah dulu. Ia yang membuat ibu menjadi seperti ini. Namanya Hinata, ia anak yang manis sekali" seru ibunya. Kageyama membuka matanya sedikit melebar saat mendengar nama hinata. Kemudian ia tersenyum tipis, senyuman tulus yang tidak lagi tampak mengerikan.

"Terima kasih Hinata", Hinata selalu saja seperti ini. Ia seperti matahari yang menerangi hati semua orang. Pesona Hinata yang membuat nya juga jatuh kepada nya. Yang membuat ia benar benar semakin jatuh cinta seiring ia mengenalnya. Hinata bahkan bisa membuat hati ibunya itu terobati. Sama seperti hatinya yang terobati oleh Hinata. Ia tidak tau jika saat itu tidak bertemu Hinata.

.
.
.
.
.

Itu adalah sebuah pertemuan yang manis. Pertemuan yang tanpa sadar menciptakan sebuah kisah antara kamu dan aku. Antara kedua orang yang ditakdirkan. Kageyama yakin pertemuan nya dengan Hinata adalah pertemuan yang ditakdirkan. Jika pun ia tidak bertemu dengan Hinata hari itu, suatu saat ia pasti akan bertemu dengannya.

Pertemuan antara kedua orang yang berbeda. Pertemuan yang menghubungkan hati satu sama lain. Pertemuan yang membuat sebuah kisah manis tersendiri antara dirinya dengan Hinata. Hubungan yang semakin kuat dengan adanya sebuah boneka beruang muda itu.

Boneka Teddy bear yang menjadi awal bermekaran nya perasaan  cinta kami...

Yang menjadi awal dari kisah ini. Kisah romantis ini. Antara kamu dan aku. Antara Kageyama dan Hinata. Pertemuan yang ditakdirkan dan kisah yang sangat manis berbalut kepahitan.

🐻🐻🐻🐻

.
.
.
.
.

🐻You x Me🐻 (KageHina)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang