Waktu berjalan lambat. Dengan segera, setengah bulan pun berlalu. Pada suatu malam, bulan purnama sangat cerah, dan bersinar lebih cemerlang daripada bintang-bintang. Bulan itu menggantung di langit, menerangi daratan dengan cahaya keperakan dan lembut.
Bulan itu seolah bersinar khusus untuk menerangi sekelompok lembah, terutama lembah tempat Meng Hao berada. Saat cahayanya menyinari kabut, kabut pun mulai bergolak, perlahan-lahan berputar, berubah menjadi seperti pusaran.
Di luar lembah, tujuh kultivator tengah menunggu, mata mereka berkelip. Mereka menatap kabut di dalam lembah, dan ekspresi waspada tergambar di wajah mereka.
"Waktunya telah tiba ...," kata kakek katak, suaranya lirih. Saat kata-kata itu keluar dari mulutnya, suara 'geleguk geleguk geleguk' terdengar dari dalam kabut.
Suara itu tidak jelas, tetapi ketika sampai di telinga, itu seolah menusuk ke jantung. Suara retakan menggema, dan kabut di dalam lembah bergolak.
Waktu berlalu. Suara 'geleguk geleguk geleguk' itu menjadi lebih jelas. Di tengah suara retakan yang masih berlanjut, kabut itu berputar dan terus berputar sampai terlihat seperti pusaran air raksasa. Tepi pusaran kabut itu tampak seolah bisa menembus dinding tebing di sekitarnya, menyebabkannya mencair. Bebatuan menghamtam ke permukaan tebing.
Pada saat yang sama, sebuah tali merah muncul dari dalam pusaran. Ukurannya setebal lengan orang dewasa, dan berwarna merah seolah-olah itu dicat dengan darah orang yang sangat banyak. Suara dengungan pun memenuhi udara saat pusaran dan tali itu berputar. Saat talinya muncul, ketujuh pria itu tampak bersemangat.
Mata si kakek katak berkelip. Ia menggigit lidahnya dan memuntahkan darah. Di saat yang sama, ia juga mengedipkan pola mantra dan mengeluarkan pecahan logam hitam dari dalam Tas Penyimpanannya.
Enam kultivator lainnya juga melakukan hal yang sama, mereka juga meludahkan darah dan mengeluarkan potongan logam hitam. Mereka tampak familier dengan proses itu, seolah-olah mereka telah melakukan ini sebelumnya.
Darah mereka memasuki pusaran, dan karenanya, pusaran tiba-tiba berhenti berputar, namun tidak dengan talinya.
Potongan logam hitam dari ketujuh pria itu berputar di udara dan kemudian menyatu membentuk pedang hitam.
Pedang itu melayang di atas lembah, menunjuk ke arah tali merah —yang kemudian berhenti berputar.
Dengan teriakan lirih, kakek katak pun terbang maju untuk meraih tali merah itu dengan kedua tangan. Ia mampu mencengkeramnya dengan mantap, meskipun sebenarnya tali itu sangat basah, seolah-olah terlapisi dengan darah. Keenam pria lainnya muncul di belakangnya, menyatukan kekuatan untuk menarik tali.
Raungan bergemuruh pun menggema saat mereka mulai menariknya. Tali itu perlahan-lahan muncul sepanjang tiga puluh meter dari dalam pusaran. Saat itu terjadi, sebuah Qi berwarna hitam mengalir keluar dan memenuhi lembah, dan akhirnya sampai di tempat di mana gua Meng Hao berada, lalu menenggelamkannya.
"Pada tiga ratus meter kita mendapatkan Batu Roh. Enam ratus meter kita mendapatkan racun tanah. Terakhir kali kita menarik sembilan ratus meter, kita mendapatkan binatang yang disegel di dalam batu. Hari ini, kita akan mendapatkan semuanya dan mencapai seribu lima ratus meter!"
"Benar! Menurut catatan kuno klan kita, jika kita bisa menarik seribu lima ratus meter, itu akan membuka segel pertama, dan roh leluhur klan akan bangkit. Itu akan membentuk Pondasi Racun, dan basis kultivasi kita bisa naik ke tingkat yang lebih tinggi!" Mata tujuh pria itu berkilau, dan mereka pun mengangkat tali.
Bagian dasar pusaran tidak bisa terlihat; tidak ada apa pun kecuali kegelapan, membuat tali merah itu terkesan tidak berujung. Setiap tarikan pada tali menyebabkan lembah di sekitarnya berguncang. Tanah bergoyang, seolah ujung talinya menancap di inti bumi.
KAMU SEDANG MEMBACA
[end] Book 2 - I Shall Seal the Heavens
Fantasy[straight] [Terjemahan] Apa yang aku inginkan, Langit harus menyediakan! Apa yang tidak aku inginkan, sebaiknya Langit tidak punya! Ini adalah kisah yang berasal dari Pegunungan Kedelapan dan Kesembilan, dunia di mana yang kuat memangsa yang lemah...