13.

543 93 5
                                    

Aku terlalu malas memikirkan judul chapter (((:

...

Paman Jung tidak bisa bertahan lebih lama. Tuhan sangat menyayanginya hingga memanggilnya lebih cepat agar tidak merasakan kesakitan lagi.

Acara pemakaman diliputi kesedihan dan air mata.

Chanyeol membantu menenangkan Bibinya yang histeris. Kurang dari satu jam kedatangan istri dan anak-anaknya, Paman sempat sadar sebelum akhirnya pergi untuk selama-lamanya.

"Imo, maaf." Chanyeol memeluk Bibi Jang erat. Ia tidak mampu lagi menahan kesedihannya. Kehilangan seseorang yang ia cintai terasa sangat berat. Setelah orangtuanya, kini paman yang selalu ada untuknya, membantunya tanpa pernah mengeluhkan apapun.

Dua orang yang berpelukan itu sama-sama menangis, melepaskan sesak akibat kehilangan.

"Terima kasih sudah membuatnya bisa pergi dengan tenang." Yang lebih tua lebih dulu menguasai diri. Lelehan air mata masih deras, tapi senyuman tulus terukir dari belah bibirnya.

"Suamiku sangat menyayangimu. Setelah kepergian ibumu, keluarganya satu-satunya, hatinya dipenuhi rasa bersalah akibat perselisihan masa lalu yang tidak terselesaikan. Terima kasih sudah memberinya kesempatan untuk sedikit meringankan beban."

.

.

Rumah yang dihuni dua orang itu kedatangan tamu jauh. Suasana kesedihan yang melingkupi orang-orang dewasa di sana tidak mempengaruhi kepolosan bocah-bocah yang bersemangan karena bertemu teman baru.

"Tinggal di Kanada sangat enak?" Sehun bertanya dengan rasa ingin tahu penuh pada bocah seusianya yang dikenalkan sebagai keponakannya, Johnny Suh.

Bocah yang ditanya menjawab dengan penuh semangat. "Iya. Ada kebun bunga yang sangat indah di sana. Banyak taman bermain dan makanannya sangat lezat."

Tidak ada kendala bahasa diantara bocah beda negara itu. Untuk anak seusianya, Johnny sangat fasih bicara dalam dua bahasa.

"Wah."

Seruan kagum Sehun terhenti oleh decakan keras dari Jongin yang sedari tadi hanya diam. "Sehun, di sini juga ada kebun bunga yang sangat sangat indah, taman bermain yang sangat sangat menyenangkan, dan makanan yang sangat sangat lezat."

"Jongin diam dulu. Johnny sedang bercerita."

Jongin mendengus kesal. Mereka ada bertiga, tapi dua orang di hadapannya sibuk bercerita tanpa memedulikan keberadaannya. Sehun punya teman baru, Jongin jadi dilupakan.

Dengan malas Jongin memainkan robot Iron Man miliknya dan Sehun—yang juga hadiah darinya— untuk beradu, sesekali melirik sahabat yang mulai melupakannya karena ada teman baru.

"Jongin, kenapa bermain sendiri? Tidak bergabung dengan Sehun dan Johnny?"

Jongin mendongak, matanya berbinar menatap kedatangan Chanyeol yang disertai dengan kotak bergambar unggas merah kesukaannya. "Ayam goreng!" serunya melupakan segala kekesalan yang ada.

Chanyeol tersenyum, ia menuntun Jongin untuk menghampiri adik dan keponakannya.

"Seru sekali ceritanya. Dilanjut nanti ya, kita makan dulu." Chanyeol duduk di samping Sehun, membiarkan Jongin dan Johnny yang berebut membuka ayam goreng di dalam kotak.

"Chan Hyung, Sehun mau ke Kanada."

Dahi Chanyeol mengernyit. Johnny pasti sudah bercerita banyak tentang negara kelahirannya. "Sehun ingin liburan di sana?"

"Kalau tinggal di sana bagaimana?"

"Tidak bisa. Rumah Sehun 'kan di sini. Kalau Cuma liburan beberapa hari bisa."

Mata Sehun mengerjap dua kali dengan senyum mengembang. "Kalau begitu, ayo liburan di Kanada."

"Tidak bisa sekarang. Sehun harus menanbung dulu."

"Menabung?" Bocah itu memiringkan kepala, merasa asing dengan kata yang ia dengar.

"Ya. Mengumpulkan uang. Kita butuh uang yang banyak untuk bisa ke Kanada."

"Johnny bisa ke sini, apa Johnny juga menabung?"

Chanyeol diam sejenak sebelum akhirnya mengangguk. Ia sudah sangat lapar, tidak bisa lagi meladeni pertanyaan-pertanyaan Sehun yang pastinya akan semakin panjang dan memerlukan jawaban memutar otak.

Sudah tiga tahun lebih bersama Sehun, Chanyeol masih belum terbiasa menghadapi keingintahuan tinggi si kecil.

"Baiklah. Sehun akan menabung."

.

.

Kepulangan Johnny adalah kebahagiaan bagi Jongin. Bocah itu melambaikan tangan terlampau semangat pada taksi yang membawa Johnny dan keluarganya pergi ke bandara. Setelah menginap beberapa hari, keluarga Paman Jung memutuskan untuk kembali ke rumah mereka.

Berbeda dengan Sehun, bocah itu yang biasanya tidak mudah akrab dengan orang baru terlihat sedih dengan kepulangan saudaranya.

"Sehun, ayo kita main."

Ajakan Jongin dibalas gelengan pelan oleh Sehun. "Chan Hyung, Sehun mengantuk." Kedua tangannya terulur, direspon oleh Chanyeol yang membawa tubuhnya dalam gendongan.

Chanyeol mengusap air yang muncul di sudut mata Sehun akibat bocah itu menguap lebar.

"Sehun tidak mau main sama Jongin lagi."

Belum sempat kakak beradik itu menanggapi lirihan kesedihan Jongin, si bocah tetangga itu lebih dulu berlari pulang.

"Chan Hyung, Jongin kenapa? Sehun salah ya?"

Chanyeol meringis. Apa badai mulai menghampiri persahabatan adiknya? "Sehun mengantuk 'kan? lebih baik baik kita tidur dulu sekarang."

"Chan Hyung, Jongin marah pada Sehun ya?"

"Tidak. Jongin tidak marah." Chanyeol membaringkan Sehun di atas kasur, tangannya mengusap pelan surai hitam adiknya agar cepat tidur.

.

.

Hari pertama restoran buka setelah kepergian Paman Jung.

Suasana kesedihan kental terasa. Wajah-wajah murung masih menghinggapi semua karyawan di sana. Chanyeol hanya bisa memberikan beberapa patah kata untuk memberi semangat pada orang-orang yang merasa kehilangan itu. Meski ia sendiri baru bisa melakukannya di lidah saja.

Hari ini Chanyeol memiliki satu mata kuliah, tapi ia memilih untuk meliburkan diri. Juga Sehun yang terpaksa ia titipkan pada Sunmi Imo. Pikirnya, hari pertama dirinya mengurus sendiri restoran peninggalan ibunya itu akan terasa berat. Yang nyatanya, itu memang benar.

Chanyeol menyandarkan tubuh lelahnya pada sandaran kursi. Entah berapa jam ia mengurung diri di ruangan yang sebelumnya milik mendiang pamannya.

Otaknya penuh dengan pekerjaan yang tidak juga ia pahami, yang seketika membuatnya ragu menjalankan restoran dengan baik.

Bukan salah pamannya yang tidak mengajari, tapi Chanyeol yang tidak memiliki keinginan. Pikirnya dulu, meski pamannya tidak lagi bisa mengelola, ia bisa membayar orang. Tapi keadaan keuangannya sekarang tidak memungkinkan.

Tok tok tok

"Masuk."

Pintu terbuka menampilkan Haekyung dengan nampan berisi minuman dan makanan ringan.

"Aku tidak memintanya."

Wanita itu tersenyum canggung. "Maaf. Saya hanya berinisiatif. Mungkin Anda merasa lelah."

"Baiklah, terima kasih." Chanyeol sedang tidak ingin menambah bebannya, "kau bisa pergi sekarang."

Chanyeol meraih map berisi laporan tahun lalu. Baru saja ia akan membacanya, kehadiran Haekyung yang tidak bergeming mengalihkan perhatiannya. "Ada lagi?"

"Jika Anda merasa kesulitan mempelajari berkas-berkas itu, mungkin saya bisa membantu."

TBC

Sampai jumpa~

Paper Plane (EXO-SC FF)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang