S.O.S

63 7 52
                                    

Uwooooo ga kerasa udah sampai chapter tujuh belas aja 😆

Tadinya pas awal nulis cerita ini Byeol mikir 'bakalan bisa sampai jauh ga ya?' gitu. Apalagi dengan model cerita on going kayak gini dan aku yang gampang bosenan 🙈

Tapi aku sendiri juga penasaran bakal sejauh apa cerita ini nanti. Let's just see okay? Okay.

For now, just enjoy the show

Met baca!

°°°

Kos putra itu tampak sepi dari luar. Hanya ada dua motor terparkir di halaman depan saja. Satu diantaranya merupakan motor matic yang ditinggikan. Pemiliknya? Berada di kamarnya dan berbaring risau dengan segala macam hal yang ada di pikirannya. Pulang kuliah dia langsung ke kos. Nggak ada kejadian tertentu hari ini, kuliah berjalan normal, dia juga nggak ketemu Deby dan mendadak berantem lagi. Tapi Yuta justru tampak gusar.

Gadis pujaan hatinya itu nggak mau diajak ke latih tandingnya Jumat depan.

Lah dia gaada obligasi buat ikut juga Yut, sebuah suara di benaknya menginterupsi kegusarannya.

Tapi dia ingin mengajak Deby. Setelah kejadian Jumat kemarin, rasanya kalau Yuta nggak cepat-cepat merencanakan follow up, dia nggak akan dapat kesempatan lain untuk mendekati gadis itu lagi.

Dia bahkan tak lagi memusingkan soal siapa cowok yang membuat mereka penasaran kemarin sore. Dia bertekad untuk tahu sendiri, kalau bisa dari Deby langsung nanti. Entah bagaimana caranya itu dia bahkan nggak tahu. Tapi selama belum ada kejelasan soal siapa orang itu, maka Yuta belum akan menyerah.

Lalu sekarang bagaimana caranya biar Deby mau ikut? Kontaknya saja dia nggak punya. Tadinya Yuta berpikir untuk menghubungi gadis itu melalui DM Instagram. Tapi kali ini otaknya berfungsi cukup normal dan masih memikirkan kemungkinan kalau cewek itu justru akan memblokirnya kalau dia tahu-tahu mengirimi pesan lewat DM. Bicara soal Deby, sepertinya bukan hal mengejutkan jika gadis itu nggak akan berpikir dua kali untuk memblokirnya meski dia sekedar bilang 'hai' saja.

Meski hal yang sama juga bisa saja terjadi kalau dia mengirim pesan lewat Whatsapp.

Tapi gue ngajakinnya baik-baik kan ya kemarin, suara lain menentang pikiran yang sebelumnya.

Sepertinya Yuta perlu belajar membedakan mana mengajak baik-baik dan mana ajakan yang justru terdengar seperti titah.

Saat Yuta kembali mengingat waktu dia mengantar Deby ke kosnya Jumat sore usai sparring, rasanya dia ingin sembunyi di balik selimut saja. Keputusannya mengajak Deby pulang bersamanya itu benar-benar impulsif. Suatu hal yang terlintas begitu saja dan dia hanya mengandalkan modal nekat menyuarakannya. Yuta ingat betapa dia ingin menarik kembali ajakannya waktu itu sesaat setelah terucap dan ketika Deby tak kunjung menanggapi. Apalagi dengan tatapan tak terbacanya, membuat Yuta selalu was-was mengantisipasi respon gadis itu.

Baru kali ini dia merasa harus benar-benar hati-hati memilih langkah dan kata-kata saat berbicara dengan lawan jenis. Bahkan rasanya berdebat dengan Deby lebih mudah daripada mencoba berbicara baik-baik dengannya.

COMPASS | Nakamoto YutaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang