Alisyah melangkahkan kakinya menuju kelas dengan perasaan kalut. Setumpuk buku bahasa Inggris di tangannya yang ia pinjam dari perpustakaan tidak lagi terasa berat. Ada yang lebih berat didalam hatinya seperti ada yang memaksa cepat-cepat ingin dikeluarkan.
Setibanya di kelas, suasananya sangat ricuh. Sekalipun bel masuk sudah berbunyi, namun suasana istirahat belum kunjung menghilang.
Alisyah meletakkan tumpukan buku bahasa Inggris itu di atas meja guru. Ia lalu melangkah ke tempat duduknya. Ia berusaha mengontrol amarah yang hendak meledak keluar.
Namun langkah kakinya terhenti. Di sebelah meja Alisyah, tepat di meja Zakiyah, Nadia terlihat sedang bersenda gurau dengan Zakiyah.
Alisyah meneruskan langkahnya menuju kursinya. Ia mendudukkan tubuhnya sambil menghela nafas panjang.
Tawa Nadia dan Zakiyah terdengar memasuki gendang telinga Alisyah. Entah mengapa dirinya semakin merasa panas.
"Eh, Alisyah? Dari mana?" tanya Nadia terdengar basa-basi.
Alisyah meliriknya sekilas. Ia meraih bukunya di kolong meja lalu membukanya. "Ruang guru."
Zakiyah yang sudah menjadi sahabat Alisyah sejak kecil sangat mengenal sifat Alisyah. Ia tahu bahwa sahabatnya itu sedang tidak baik-baik saja. Ia melontarkan pertanyaan, "kenapa, Lis?"
Alisyah mendengus kesal. Ia menutup bukunya. "Enggak tau. Tadi pas ke kantor guru, Bu Citra bilang kalau tadi dia manggil aku. Tapi aku enggak dateng-dateng. Tau, kan? Bu Citra tuh guru BK?"
Zakiyah mengerutkan keningnya. "Kok bisa? Kapan manggilnya?"
"Katanya sih nitip pesan ke anak kelas kita. Tapi enggak tuh. Pesannya enggak sampe ke aku." Alisyah melirik Nadia yang terlihat tenang.
"Ih, kok keterlaluan banget sih? Terus kata Bu Citra gimana?" Nadia ikut nimbrung. Tiba-tiba saja ekspresi wajahnya berubah menjadi ikutan cemas.
Alisyah mengambil nafas dalam-dalam. Ia tidak ingin emosinya membeludak. Terlebih rasa benci yang mulai tumbuh di hatinya. Alisyah berusaha menepisnya. Ia harus banyak-banyak bersabar menghadapi karakter teman-teman barunya yang pasti akan berbeda-beda.
"Bu Citra kecewa. Dia kira aku tidak ingin menemuinya." Alisyah menjawab. Ia mencoba menermalisir perasaannya.
"Ah, aku hampir lupa. Tadi aku ketemu Bu Citra. Aku disuruh nyampein pesan ke kamu. Terus pas ke kelas aku enggak liat kamu. Jadinya aku balik lagi ke kantor terus bantuin Bu Citra. Itu masalahnya? Aku pikir masalahnya udah selesai?"
Alisyah menggertakkan giginya. Terlebih ketika melihat sudut bibir kiri Nadia terangkat. Bagaimana bisa perempuan itu tersenyum di saat seperti ini? Penilaian sikapnya bisa terancam jika seperti ini.
"Udahlah, Lis. Mungkin Nadia lupa. Wajar, kan?"
Alisyah mematung mendengar perkataan Zakiyah. Cukup lama ia terdiam sampai akhirnya ia memejamkan matanya lalu menghela nafasnya.
"Iya, enggak papah." Alisyah membuka matanya. Ia mengukir senyum tipis di bibirnya.
Tidak ada yang bisa mengontrol emosi Alisyah selain Zakiyah. Dengan Zakiyah berkata begitu, mungkin itulah yang harus dia lakukan. Terlebih saat ini dia sedang dilanda emosi. Walaupun perasaannya sedikit kecewa karena ucapan sahabatnya itu.
"Hello students, let's start the lesson today." Suara Bu Monika selaku guru bahasa Inggris menggema di kelas XI MIPA 2. Meskipun guru itu baru tiba di depan pintu.
Seluruh murid kelas XI MIPA 2 segera bergegas menuju kursinya. Menyiapkan telinga mereka dengan baik-baik. Setelah ini mungkin mereka akan merindukan bahasa Indonesia. Karena Bu Monika akan berbicara dengan bahasa Inggris selama dua jam pelajarannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alisyah Nur Firdaus
SpiritualAlisyah Nur Firdaus, namanya. Gadis berniqab dengan khimar panjangnya itu menjalani hari-harinya dengan penuh tantangan. Menguji keistiqamahan dan keteguhan hatinya. Dengan kakaknya, Ali Nur Firdaus yang terus menjaga Alisyah dengan penuh kasih saya...