39 | Married

718 44 8
                                    

"Tadi kamu ngomongin apa aja sama Kak Harist, Lis?"

Pertanyaan itu dilontarkan Zakiyah begitu mereka sampai di rumah Zayn. Hari ini Alisyah, Zakiyah dan Rifki berjanjian untuk silaturahmi ke rumah Zayn.

"Bukan apa-apa," jawab Alisyah.

Zakiyah menghela nafas kecewa mendengar jawaban Alisyah. Padahal sejak tadi dia menahan diri untuk tidak bertanya perihal percakapan Alisyah dan Harist yang terlihat sangat serius. Tetapi justru ketika ia sudah berani bertanya, Alisyah hanya menjawab seadanya dan tidak ingin membahasnya lebih lanjut.

Pintu rumah Zayn terbuka. Memperlihatkan lelaki itu yang mengenakan kaos berwarna putih polos. Ia mempersilahkan mereka bertiga masuk.

Mereka langsung disambut oleh Farhah. Begitu pula dengan cemilan yang sudah tersedia di atas meja ruang tamu.

Diam-diam, Zayn melirik Alisyah. Kepalanya dipenuhi banyak sekali pertanyaan namun tidak mampu untuk dilontarkan.

"Zayn, bisa kamu cari Harist?"

Tiba-tiba Farhah yang sebelumnya pamit ke dapur, kini kembali muncul dengan wajah panik. Sejujurnya Zayn masih sensitif dengan nama itu. Namun melihat raut wajah Farhah membuat Zayn menghampirinya.

"Kenapa, Mah?" tanyanya.

"Papanya Harist mau nikah lagi. Ini sudah malam dia belum pulang. Mama jadi khawatir," tutur Farhah.

Alisyah tertegun. Tiba-tiba jantungnya berpacu cepat. Ia bangkit.

Semua orang yang berada di sana kaget melihat respon panik Alisyah. Begitu pula Zayn yang diam-diam menahan amarahnya.

"Kenapa, Lis?" tanya Zakiyah.

"Biar aku dan Zayn yang cari Kak Harist, Mah."

Alisyah tidak menunggu jawaban Farhah. Ia kembali memakai tasnya, lalu menghampiri Farhah. Mencium punggung tangannya kemudian keluar dari rumah Zayn.

Zayn masih mematung. Entah kenapa rasa kesal, kecewa dan sedih menyatu pada di hati Zayn. Hari ini dia benar-benar dibuat terkejut dengan tingkah Alisyah.

Apa gadis itu tidak mencintainya? Apa gadis itu sekarang mencintai Harist?

Segala pertanyaan memenuhi kepala Zayn. Hingga akhirnya seseorang menepuk bahunya.

"Zayn, cepat." Farhah berkata.

"Biar aku ikut juga." Zakiyah menyahut dengan cepat. Ia meminta persetujuan Farhah dan Zayn.

Zayn mengangguk. Ia mencium punggung tangan Farhah lalu berbalik menyusul Alisyah. Diikuti Zakiyah.

Rifki tertegun di tempat. Tidak lama kemudian ia berkata dengan bingung, "Rifki ditinggal sendirian, Mah?"

Farhah tertawa. "Rifki di sini aja temenin Mama sama Zhifa."

Rifki ikut tertawa. Ia lalu mengangguk.

***

Suara bising jalan raya membelah percakapan beberapa remaja yang tengah berkumpul. Ketika semuanya tertarik dengan pembahasan para remaja itu yang tidak jauh dari pembahasan tentang kaum hawa, namun lelaki dengan kaos hitam justru hanya diam dengan punggung bersandar ke kursi yang didudukinya. Ia sibuk dengan pikirannya sendiri.

"Kakak enggak bisa menuduh dunia itu jahat dan enggak adil seperti itu." Tiba-tiba perkataan Alisyah kembali teringat oleh Harist.

"Apa salahnya dunia sampai Kakak berpikir begitu? Dunia bukan sesuatu yang bisa berperilaku selayaknya manusia. Kalau Kakak merasakan sesuatu yang tidak adil atau kejahatan, bukankah itu perbuatan manusia? Lagipula enggak semua manusia di dunia ini jahat," tutur Alisyah kala itu.

Alisyah Nur FirdausTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang