"Mau kemana kamu?"
Lontaran pertanyaan itu memasuki gendang telinga Harist. Ia menolehkan kepalanya pada papanya yang tengah duduk di meja makan.
"Sekolah."
"Makin inget sekolah setelah berhari-hari enggak masuk?" sindir papanya.
Harist tidak menjawab. Ia berlalu begitu saja meninggalkan papanya. Harist melirik kalender yang berada di atas lemari yang berada di ruang tamu. Rahangnya mengeras.
Langkah kaki Harist bergerak cepat keluar dari rumah seperti jantungnya yang berdegup kencang karena amarah.
Lelaki itu masih sibuk dengan pikirannya sendiri padahal ia sudah menjalankan motornya di jalan raya.
Sudah dua hari semenjak peringatan kematian Mama tapi Papa masih belum juga ingat.
Kalimat itu terus terngiang-ngiang di kepala Harist. Sejak dua hari yang lalu ia menahan emosi untuk tidak memukul papanya sendiri. Amarah yang semakin lama memuncak membuat ia tidak tahan lagi. Lelaki yang disebutnya 'Papa' itu justru membawa wanita yang Harist tidak kenal ke rumah mereka pada peringatan kematian mamanya.
Apa Papa benar-benar sudah melupakan Mama? Tapi kenapa?
Pertanyaan yang sama sejak papanya membawa wanita lain ke rumah mereka itu terus saja terlontar tanpa jawaban. Ia semakin tidak mengerti jalan pikir papanya.
Harist semakin meningkatkan kecepatan motornya. Ada seseorang yang harus ia temui setelah dua hari tidak bertemu siapapun. Seseorang yang akan membuatnya merasa lebih lega.
***
"Lis, kamu udah denger belum?"
Zakiyah yang baru tiba dari kantin memulai percakapan. Ia memutar kursinya hingga menghadap Alisyah.
Alisyah menutup mulutnya yang tengah menguap. Ia menatap Zakiyah dengan mata yang hampir terpejam. Kedua tangannya sudah ia lipat di atas meja, bersiap untuk tidur siangnya.
"Tadi di kantin ada Kak Harist," ucap Zakiyah.
Alisyah memejamkan matanya, tidak tertarik untuk menggosip. Lebih baik ia tidur sebelum jam istirahat berakhir.
"Kok respon kamu gitu doang sih, Lis? Kak Harist udah dua hari enggak masuk sekolah. Terus hari ini baru masuk langsung berantem lagi." Zakiyah kembali berkata dengan heboh.
Alisyah kembali membuka matanya. "Sama Zayn?"
"Bukan," jawab Zakiyah.
Alisyah kembali memejamkan matanya.
"Ih, kok kamu gitu sih? Enggak penasaran?" Zakiyah berseru kesal karena merasa tidak didengarkan.
"Buat apa penasaran sama hidup orang lain? Hidup sendiri aja belum bener," tutur Alisyah.
Zakiyah mendengus sebal. Ucapan Alisyah memang benar. Tetapi juga kecewa dengan respon sahabatnya itu yang sama sekali tidak antusias.
"Kamu tidur mulu, Lis. Jam istirahat pertama, tidur. Jam istirahat kedua, tidur." Zakiyah lagi-lagi berkata.
"Aku semalem kurang tidur. Beberapa hari terakhir, Umi sering sakit," ungkap Alisyah.
Zakiyah membelalakkan matanya. "Sakit, Lis? Kok kamu enggak bilang? Sakit apa?"
Alisyah mengangkat kepalanya sambil membuka matanya. Sepertinya ia tidak akan bisa tidur siang sekarang.
"Kata Abi, cuma kecapekan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Alisyah Nur Firdaus
SpiritüelAlisyah Nur Firdaus, namanya. Gadis berniqab dengan khimar panjangnya itu menjalani hari-harinya dengan penuh tantangan. Menguji keistiqamahan dan keteguhan hatinya. Dengan kakaknya, Ali Nur Firdaus yang terus menjaga Alisyah dengan penuh kasih saya...