8. Tukang Kebun

32 18 30
                                    

Happy Reading
.
.
.
Odele berdiri  menenteng sebuah gunting rumput dan keranjang sampah, tatapannya tertuju pada Gavin. Sebenarnya, Odele sangat ingin memangkas rambut lelaki itu dengan gunting rumput pemberian Pak Tua. Ini adalah kali kedua Odele dapat hukuman hanya karena kekonyolan manusia paling tengil sepanjang sejarah evolusi manusia. Lain halnya dengan Gavin, bukannya merasa bersalah ditatap tajam oleh Odele, ia malah bersorak kegirangan, kapan lagi ada kesempatan dihukum dengan Odele.

“Del, lo nggak sedang ngerencanain sesuatu kan?” tanya Baron sambil jongkok mengumpulkan potongan rumput.

“Maksud lo?” Odele malah bertanya balik namun matanya tetap fokus pada Gavin.

“Mungkin lo pengen mangkas lehernya Gavin.”

Sudut bibir Odele terangkat. “Sebenarnya gue pengen banget. Ini jam istirahat, harusnya gue makan soto Buk Yayuk, bukan dihukum mangkas rumput.”

Gavin balas menatap Odele sehingga pandangan mereka bertemu. “Masih percaya sama angka keberuntungan kamu?”

Odele menghela nafas lalu memutar bola mata. Sepertinya tanggal empat belas bulan ini juga apes bagi Odele, semua karena Gavin.

“Semuanya kacau gara-gara lo.”

“Jadi kamu maunya apa?”

Baron memandang Odele dan Gavin bergantian, sepertinya perang dingin akan terjadi di sekitarnya.

“Gue mau lo jauhin gue,” pinta Odele sinis.

Gavin mengangkat bahu, ia meletakkan gunting rumputnya lalu memasukkan tangan ke saku celananya. Kakinya melangkah mendekati Odel, wajahnyanya sudah tidak santai lagi, seperti ekspresi beberapa waktu lalu, sangat serius.

Odele mundur selangkah saat Gavin semakin dekat dengannya namun dengan cepat Gavin meraih pergelangan tangan gadis itu. Ia menarik Odel sedikit keras sehingga jarak mereka sangat dekat. Baron geleng- geleng kepala dengan adegan live streaming di hadapannya.

Mungkin benar kata pepatah ketika jatuh cinta dunia serasa milik berdua dan yang lain pada ngekos di bumi. Gavin merasa di halaman belakang hanya ada dia dan Odele, lupa dengan keberadaan Baron. Gavin mengangkat wajah Odel yang tiba-tiba menunduk, ia mendekatkan bibirnya ke telinga Odele.

“Aku enggak akan pernah jauhin kamu. Cukup sekali kamu nolak aku, dan satu lagi, kamu enggak akan pernah dapat gebetan keempat belas,” bisik Gavin pelan.

Odele tersentak. “Kenapa?”

“Karena di hati kamu cuma ada aku, tapi kepala batu kamu menyangkal.”

Odele melepaskan tangan Gavin dan menjauh dari laki- laki itu. Hatinya menolak perkataan Gavin, ia sangat yakin suatu saat ia akan menemukan gebetan keempat belas, ia akan buktikan jika Gavin salah besar.

“Ehmm, maaf nih pemirsa, ada Baron lho di sini,” Baron mendekati Odele dan Gavin. “Dek Odele, jangan cemberut dong. Udah yuk, ke kita ke kantin, udah bel kok. Bang Baron yang traktir.”

Odele mengangguk. Gavin hanya bisa tersenyum kecil melihat Odel dan Baron menjauh, namun Gavin akan tetap membuktikan ucapannya pada Odele, tidak ada alasan untuk menyerah.
***

Sepulang sekolah, Odele langsung makan dan setelahnya mengganti seragam dengan dress santai di bawah lutut berwarna marun plus snakers dengan warna senada. Ia sudah siap ingin pergi ke toko buku di Central Park. Memang agak jauh dari rumahnya yang terletak di daerah Kemang,  tapi Odele ingin mencari suasana baru. Perkataan Gavin di sekolah masih menggangu pikirannya, jadi ia butuh refresing. Sepertinya Odele akan jalan sendiri karena Casya dan Yuna ada latihan di sanggar dan Hana ada kelas les biola.

“Mau kemana nih anak mama?” tanya Bu Ningsih yang sedang asyik memeriksa pesanan katering di sofa ruang tamu.

Odele mendekati sang mama sambil menyalim. “Ma, Odel ke CP mau nyari novel.”

“Oke, hati-hati, jangan pulang malam.”

“Siap ndoro!”

Odele mengecek penampilannya sekali lagi di cermin teras rumahnya, sudah cantik ternyata, namanya juga cantik bawaan lahir, jadi mau pakai apa saja tetap badai. Odele berjalan menuju gerbang, menunggu taksi online pesanannya. Sepertinya Odele kurang beruntung, pesanannya dibatalkan pengemudinya. Odele menggerutu, ia ingin memesan lagi, namun sebuah motor gede berhanti di hadapannya.

“Halo Odel, ketemu lagi nih,” sapa Rayn.

Odele gelagapan. “Oh, eh, Kak Rayn.”

Rayn melepas helmnya sehingga rambutnya sedikit acak- acakan. Odele sempat ternganga melihat Rayn yang sangat manis, sangat berbanding terbalik dengan Gavin yang tengil.

“Mau kemana Del, cantik banget. Aku suka banget lho warna marun.”

Odele tersipu, rona merah di pipinya tidak terkondisikan lagi. “Aku mau ke CP nih kak, mau nyari novel.”

Rayn tertawa. “Kebetulan benget aku mau ke arah sana, ke kampus sih. Bareng yuk, sekalian deh aku temenin ke toko buku.”

“Emang boleh kak?”

Rayn mengangguk. “Boleh lah, tapi temenin aku ke kampus bentar ya.”

“Emang boleh aku ke kampus Kak Rayn?”

Rayn gemas melihat tingkah Odele, tangannya terangkat mengacak puncak kepala gadis itu.

“Lucu banget sih kamu. Kampus itu kan bukan milik oma aku, jadi siapa aja bisa ke sana, udah yuk buruan.”

Odele menyeringai, ternyata dari tadi ia menahan nafas. Rayn menyerahkan helm pada Odele. Motor Rayn membawa mereka ke kawasan Central Park dengan cepat setelah sebelumnya singgah sebentar ke kampus laki-laki itu.

“Kamu suka novel genre apa?” tanya Rayn setelah mereka sampai toko buku.

Odele melirik Rayn sekilas sebelum akhirnya pandangannya fokus pada barisan novel keluaran terbaru.

“Aku sih sukanya romance, Kak.”

Rayn mengangguk. “Emang kamu udah punya pacar?”

Ditanya begitu Odele malah nyengir kuda. “Emang salah ya Kak, jomblo baca romance?”

“Bukan salah kok, penasaran aja cewek cantik kayak kamu sukanya apa.”

Lagi- lagi Rayn menggoda Odel, padahal gadis itu sedang  berusaha menjaga raut mukanya agar tidak terlalu terlihat salah tingkah di depan Rayn.

“Kakak gombal deh. Emang Kak Rayn suka baca juga?”

“Suka tapi buku-buku mesin sih, biasa bacaan anak teknik.” Rayn mengandeng tangan Odel, menarik gadis itu ke sebuah rak yang berisi alat tulis. “Del, ke sana bentar yuk.”

Odel tertegun, hangat dari tangan Rayn menjalar sampai ke otaknya, sepertinya ada indikasi jatuh cinta, ada yang bergemuruh di hati Odel saat berdekatan dengan Rayn.

“Del?” Rayn meletakkan satu set pensil kembali ke rak lalu tatapannya beralih ke Odele.

“Kenapa Kak?”

“Boleh nggak besok aku anter kamu ke sekolah?”

“Ha?” Odele mengetuk kepalanya yang mendadak loading lambat.

Rayn terkekeh. “Besok aku anter kamu ke sekolah. Nggak  boleh nolak.”
.
.
.
Gimana nih, Odel makin deket aja sama Kak Rayn. Kalian masuk tim siapa nih?
1. Odel Gavin
2. Odel Rayn
3. Odel Reno
4. Suka-suka yang nulis aja deh
Hehehe see on the next chapter

Before Empat Belas Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang