12. Is it dating?

23 13 0
                                    

Happy reading
.
.
.
Sejak berangkat dari rumah Rayn, Odele tak henti-hentinya memandang laki- laki itu. Dengan celana hitam dipadu dengan hoodie hijau lumut dan sneakers putih, penampilan Rayn sukses membuat perhatian Odele terus terarah padanya. Odele juga jadi tahu ternyata Rayn sangat suka memakai hoodie dan memang ia sangat cocok dengan pakaian itu.

“Dari tadi kok senyum terus?” tanya Rayn.

Saat ini mereka sedang berkeliling di Senayan City. Langkah Rayn yang panjang menyebabkan Odele tertinggal di belakangnya. Rayn gemas melihat Odele selalu ketinggalan, ia akhirnya menggandeng gadis itu. Odele tidak menolak digandeng Rayn malah ia bersyukur dalam hati.

“Emang kenapa kalau senyum?” balas Odele.

“Ya aneh aja, enggak biasanya kamu gitu. Eh kita makan di restorang Jepang kamu mau nggak?”

“Boleh, Kak. Aku juga lagi pengen makan makan Jepang nih.”

“Tapi emang kamu harus sering senyum lho Del,” Rayn masih membahas topik semula.

“Enggak mau ah, Kak,” jawab Odele sambil tertawa kecil.

“Lah, kenapa gitu?”

“Nanti kalau aku senyum cantiknya makin terpancar, nanti Kak Rayn jadi melting dong sama aku,” goda Odele.

Rayn terbahak lalu melingkarkan tangannya di pundak Odele. Odele sempat terkejut namun lagi-lagi ia malah mengucap syukur.

Rayn meranngkul Odele memasuki lift. Suasana lift sangat padat, mungkin karena hari libur, banyak yang menghabiskan waktu di mall. Lift berhenti di lantai empat, beberapa orang masuk sehingga Odele dan Rayn harus mundur ke sudut lift. Karena terlalu sesak, kepala Odele terbentur ke dinding, dengan cepat Rayn mengusap kepala Odele.

Rayn menunduk agar bisa mendekati telinga Odele, maklumlah karena perbedaan tinggi mereka cukup jauh.

“Kepala kamu enggak sakit kan?” bisik Rayn.

Odele geleng-geleng. Saat ini jantungnya berdebar tidak karuan, jarak Odele dan Rayn sangat dekat, bahkan parfum Rayn jelas tercium Odele.

Sungguh indah ciptaan Yang Kuasa,” bisik Odele dalam hati saat Rayn kembali merangkulnya.

TING…

Odele menarik nafas lega setelah mereka sampai di lantai tujuan mereka. Kelamaan berdekatan dengan Rayn bisa membuat Odele dehidrasi dan kehabisan oksigen karena menahan nafas. Mereka memasuki restoran Jepang dan mengambil tempat duduk di sudut, karena hanya meja itu yang kosong.

“Kamu mau pesan apa Del?” tanya Rayn setelah seorang pelayan menghampiri mereka.

Odele membolak- balik buku menu. “Aku mau chuka hikadi, edamame garlic, sama air mineral deh, Mbak,” ucap Odele pada mbak pelayan.

“Samain aja deh , Mbak.”

“Nggak kreatif,” cibir Odele.

Pelayan itu sempat tersenyum sebelum mencatat pesanan mereka lalu beranjak dari meja mereka. Odele mengeluarkan HP mengecek kabar terbaru dari grup WA kelas, tapi mungkin semua penghuninya sedang liburan sehingga grup benar-benar sepi.

“Del,” panggil Rayn.

Odele meletakkan HPnya di meja lalu menoleh pada Rayn. “Iya, kenapa Kak?”

“Malam Minggu mau nggak ke pasar malam bareng aku?”

“Ke pasar malam Kak?”

Rayn mengangguk. “Ia, aku mau nyari konten buat channel youtube aku. Kamu kan tahu aku baru pindah lagi ke Jakarta, jadi temen-temen aku belum banyak. Makanya aku ajak kamu.”

“Kak Rayn kan SMA di sini sih, masa nggak punya temen?”

Rayn mengangkat bahu. “Aku kan maunya sama kamu.”

Odele menyenggol lengan Rayn. “Bilang aja Kak Rayn ngajak aku jadi fotografer kan?”

“Ia sih, kan enak buat konten fotografernya cantik kayak kamu.”

Pesanan mereka datang sehingga perhatian Odele sedikit teralih pada menu yang terhidang di hadapannya. Setelah dipersilahkan oleh Rayn, Odele langsung meraih sumpit dan menyantap Chuka Hikadi miliknya, maklumlah gadis itu sudah lapar.

“Yaudah deh Kak, aku temenin deh ke pasar malam tapi ada syaratnya lho,” ucap Odele dengan mulut penuh dengan makanan.

Alis Rayn terangkat. “Apa tuh?”

“Kak Rayn harus traktir aku donat selama seminggu. Gimana?”

Rayn terkekeh geli. Ia baru tahu ternyata Odele suka pada makanan manis berbentuk bulat itu. “Ode deal.”

“Odele?”

Odele mendengar seseorang memanggilnya dan Gavin juga menyadarinya. Sontak mereka berdua mendongak ke arah suara nyaring itu. Kening Rayn berkerut mendapati tiga orang perempuan sedang melambai ke arah Odele sambil tersenyum lebar.

“Eh kalian di sini juga?” tanya Odele.

“Ia pengen makan tapi mejanya penuh semua. Tadi mau pindah restoran sih cuma nggak sengaja ketemu elo,” tutur Yuna.

Odele melirik Rayn. “Eh, Kak kenalin mereka sahabat aku, Yuna, Casya, dan Hana.”

Rayn mengulurkan tangan pada ketiga sahabat Odele yang disambut dengan kehebohan Yuna dan Casya sedangkan Hana hanya tersenyum tipis.

“Gue Rayn. Gimana kalau kalian gabung sama kita aja, biar makin rame.”

“Enggak ganggu kan, Kak,” Hana memastikan.

“Enggak sama sekali.”

Casya langsung mengambil posisi. Ia tidak mau menyia-nyiakan kesempatan duduk semeja dengan makhluk ganteng. Yuna dan Hana hanya geleng-geleng kepala.

“Odele pernah cerita tentang Kak Rayn. Elo beneran abangnya si Gavin Kak?” tanya Yuna setelah pelayan yang mencatat pesanan mereka berlalu.

“Ia, Gavin adik aku.”

“Wahh ternyata sama-sama ganteng ya,” celutuk Casya.

Odele melotot pada Casya yang mulutnya tidak bisa dikontrol. Odele juga takut jangan-jangan sebentar lagi Casya keceplosan hal-hal yang bersifat tidak perlu diumbar.

“Oh iya Kak, ini kencannya bareng Odele nggak terganggu kan?” sambung Casya polos.

Bola mata Rayn berputar melirik Odele. “Kencan?”

“Ia Kak, ini bukanya lagi kencan ya. Ohh atau kalian belum pacaran ya? Aku kira udah, soalnya kemarin Kak Rayn pernah nganterin Odele,” Casya masih kepo.

“Sya,” potong Hana.

Casya tidak menghiraukan tatapan tajan dari ketiga sahabatnya. Ia masih kepo menggali hubungan Rayn dan Odele. Odele pernah cerita bahwa ia mungkin suka pada Rayn, Casya hanya penasaran apakah Rayn tahu adiknya selalu mengejar Odele.

“Kak elo tau nggak Gavin …”

“Eh, Kak udah siap kan makannya, temenin  aku nyari puding mangga dong, pengen banget nih,” potong Odele.

Rayn sedikit bingung namun melihat wajah memelas Odele, Rayn tidak bisa menolak. “Sorry guys, kita duluan nggak papa kan?”

“Sebenarnya sih kita pengen ngobrol lebih lama, Kak tapi temen kita pengen banget puding mangga tuh, yaudah deh Kak, tolong bantu cari ya,” ujar Hana.

Yuna mengangguk setuju. Sepertinya ia dan Hana sudah paham kode dari Odele agar menghentikan Casya terus bertanya karena kepo.

Rayn menghela nafas. “Kita duluan ya, makannya biar aku yang traktir. Enggak boleh nolak.”

“Oke Kak, makasih ya. Nitip temen kita yang jomblo itu,” Yuna cekikikan melirik Odele dengan muka juteknya sudah on.
.
.
.
Wahhh ada yang ngedate nih ceritanya. Malam minggu pake diajak ke pasar malam lagi, emang bisa aja nih si Rayn. Aku ngetik part ini keinget Gavin terus, jadi kalo ada typo seharusnya Rayn tapi aku buat Gavin maafin ya, susah emang nolak pesona yang ganteng2 hahahaah
Eh ada pesan dari Baron dan Arsen katanya see you on the next chapter 😍

Before Empat Belas Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang