Happy reading, sorry for typo ❤
.
.
.
Pak Tua mengetuk-ngetuk meja kerjanya, matanya tidak berhenti memandang empat murid yang duduk dengan wajah tak berdosa. Dua diantaranya adalah Arsen dan Odele siswa yang tidak pernah mencatat namanya di daftar panggilan siswa bermasalah. Mata Pak Tua semakin melotot memandang Baron dan Gavin masih sanggup cekikikan setelah memakai toa OSIS tanpa izin.“Siapa otak dari ulah kalian?”
Arsen dan Baron menoleh pada Gavin.
“Jadi kamu pelakunya. Baru masuk kemarin sudah berani berulah, memakai toa tanpa izin, membuat keributan di lapangan.”“Pak ini demi cinta, namanya juga anak muda,” ucap Gavin santai.
Pak Tua menepuk tumpukan berkas di mejanya.
“Sudah salah masih bisa menjawab. Kalian berempat saya hukum hormat bendera sampai pulang.”
“Tapi Pak…” protes Odel.
“Ada apa Odele?”tanya Pak Tua.
“Saya hanya korban di sini Pak. Saya tidak terlibat.”
“Saya juga, Pak. Saya dipaksa, Pak,” sambung Arsen.
“Iya saya tadi khilaf, Pak,” gumam Baron.
Pak Tua merapikan letak kacamatanya. Ia menyaksikan wajah memohon milik Arsen, Odele, dan Baron. Pandangannya beralih pada Gavin yang masih cengengesan tidak jelas.
“Kalian berempat keluar dari ruangan saya, hormat bendera. Jika tidak saya akan mengirim surat panggilan kepada orangtua kalian.”
Odele menghela nafas, mau tidak mau ia berdiri, dan melaksanakan perintah Pak Tua. Odel tidak ingin ada surat penggilan kepada orangtuanya. Di belakangnya, Gavin, Baron, dan Arsen mengekor. Mereka berjalan beriringan ke tengah lapangan lalu mengambil posisi masing- masing di samping tiang bendera.
Odele menunduk setiap ada yang lewat di dekat mereka. Banyak yang meliriknya dengan tatapan iba, namun sepertinya ada juga yang senang melihat siswa yang paling bersinar dalam penampilan dan berprestasi dijemur di tengah lapangan.
Mengetahui sahabatnya dihukum, Hana keluar dari ruang OSIS, tatapannya fokus pada Odel yang tertunduk lesu dengan wajah pucat.
“DEK HANA, ABANG DIHUKUM NIH,” teriak Baron.
Hana menjulurkan lidah pada Baron lalu mengangkat kedua tangannya yang dikepal untuk memberi semangat pada Odele.
Baron menyikut Odel. “Del coblangin gue dong sama Hana.”
Odele mengabaikan ocehan Baron. Ia menoleh pada Gavin yang berdiri di sebelah kananya.
“Ini semua karena kebodohan lo.”
Gavin terkekeh lalu menunduk agar tingginya dan Odele sejajar, ia memperkecil jaraknya dan Odel sehinggga gadis itu merasakan deru nafasnya dengan jelas.
“Aku senang dihukum bareng kamu,” bisik Gavin.
Odele menjitak kepala Gavin. bertubi- tubi. “Gue yang apes deket-deket lo.”
“Kok pada berantem sih. Dek Odel, ngomong sama Bang Baron aja.”
“Sebenarnya di antara lo berdua ada apa sih,” tanya Arsen yang masih fokus dengan tiang bendera.
Odele tersenyum sinis. “Bukan urusan lo. Gue bingung deh sama lo berdua kok mau ikutan sama si keong gila nyebelin ini.”
Arsen mengangkat bahu. “Gue juga nyesel, karena itu orang, pertama kalinya makhuk setampan gue dihukum.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Before Empat Belas
Novela Juvenil[ON GOING] Odele Amanda, siswa kelas 11 SMA IPA yang manis dan berprestasi namun memiliki kepala sekeras batu dan hati yang super gengsian. Ia berjanji akan menerima pernyataan cinta dari orang keempat belas yang menyatakan perasaan padanya. Kenapa...