Happy reading all ❤
.
.
.
Seorang gadis sedang berbaring di sebuah kamar bernuansa biru langit. Matanya terpejam namun mulutnya komat-kamit mengunyah permen karet. Siapa lagi dia kalau bukan Odele. Ia sedang menjalani proses menenangkan diri dari hal menyebalkan siang tadi di sekolah. Kamarnya dipenuhi oleh suara merdu Shawn Mendes dengan volume yang sangat tinggi mengalunkan sebuah lagu berjudul Imagination.Karena terlalu menghayati meditasinya, Odel tidak tahu mamanya sudah melenggang masuk ke kamarnya. Bu Ningsih menyibak tirai sehingga silutet senja masuk ke dalam ruangan. Namun tampaknya si empunya kamar masih belum sadar dengan apa yang terjadi. Bu Ningsih mematikan musik sehingga Odele terbangun.
“Ma, kok masuk nggak bilang-bilang sih. Si Shawn disuruh diam lagi, dia itu calon menantu mama,” protes Odele.
“Kamu ini gimana sih kok malah tidur bukannya ini jadwal les?”
Odele menepuk jidat, ia lupa jadwal les bahasa Inggris, semua karena badannya pegal karena hukuman Pak Tua.
“Odele udah izin sama guru lesnya, Ma. Odel nggak enak badan,” Odel berkilah.
Bu Ningsih duduk di tepi tempat tidur Odel.
“Tadi yang nganter kamu anaknya Tante Kasih bukan sih, siapa ya namanya, mama lupa.”
“Mama ngintip Odel ya?” tuduh Odel.
Bu Ningsih terkekeh. “Habisnya kamu jomblo terus, mama penasaranlah waktu ada cogan yang nganterin kamu.”
Odele menggaruk kepalanya yang tidak gatal sama sekali. Mamanya memang ngebet banget Odele punya pacar, katanya agar kadar cuek dan keras kepalanya bisa berkurang. Tapi Odel sudah membuat janji dengan dirinya sendiri agar menerima laki-laki empat belas karena yakin dengan angka keberuntungannya itu.
Odele sadar bagi banyak orang itu pasti hanya sebuah lelucon, namun Odel benar merasakan empat belas angka hokinya. Ia lahir tanggal empat belas, juara cerdas cermat SMP seprovinsi tiga tahun berturut-turut di tanggal empat belas, juara jadi fotographer muda seIndonesia di usia empat belas tahun, dan waktu SD dapat nomor urut empat belas terus jadi juara kelas.
Hanya saja yang menjadi masalah sampai detik Odele belum menemukan gebetan keempat belasnya. Semua itu terjadi sejak menolak Gavin di urutan ketiga belas.
“Ma, keluarga Tante Kasih ternyata balik lagi ke Jakarta,” ucap Odel.
“Ia, ini Mama mau ngajak kamu silaturahmi ke rumah Tante Kasih. Mama udah masak gulai bebek, anter mama ke sana yuk.”
“Ma, sama kak Ranti aja gih. Aku mau belajar.”
“Biasanya juga malam belajarnya.”
“Tapi Odel capek banget nih, Ma.”
“Jangan banyak alasan, mandi sekarang, atau kamu mau libur semester depan kamu enggak jadi mama ongkosin ke Phuket.”
Odel pasrah daripada rencana liburan tidak terealisasi. “Siap, Ma. Odel mandi sekarang terus kita berangkat.”
Bukannya ke kamar mandi, Odele malah menenggelamkan kepalanya ke dalam selimut. Ternyata sia- sia sudah usahanya meditasi untuk menenangkan diri karena sebentar lagi ia akan ke rumah Gavin. Odel merapalkan doa di dalam hatinya agar ia tidak apes setelah bertemu dengan Gavin.
***“Halo Jeng Ningsih, mari silahkan masuk.”
Sambutan meriah Bu Kasih menyambut kedatangan Odel dan mamanya. Bu Kasih masih sama seperti dua tahun lalu sebelum pindah ke Jogja. Ia masih ramah dan cantik hanya saja sedikit lebih gemukan.
“Jeng ini ada gulai bebek buat makan malam, kesukaan kamu loh,” Bu Ningsih menyerahkan tiga rantang yang ditumpuk.
“Wah jadi ngerepotin.”
“Enggak kok Jeng.”
“Neng cantik ini siapa namanya Ranti atau Odel, maaf tante lupa,” ujar Bu Kasih sambil menggandeng Odele menuju ruang tamu.
“Aku Odel Tan.”
Bu Kasih menoleh pada Bu Ningsih. “Cepat benget gedenya ya jeng. Aku kira si Ranti, mirip banget, sama-sama cakep.”
“Jeng Kasih bisa aja.”
“Odel udah ketemu sama Gavin?”
“Udah, Tan.”
“Bagus deh, tapi itu anak lagi di luar, katanya ke tempat cetak spanduk, ada urusan,” Bu Kasih menjelaskan dengan semangat perjuangan.
Odele menarik nafas lega, ia masih belum siap bertemu dengan Gavin, masih kesal, bisa-bisa ia menimpuk kepala manusia setengah keong itu dengan rantang gulai bebek milik mamanya.
“Odele mau minum apa nih biar tante yang ambil, asisten rumah tangga tante masih di Jogja nyusun barang yang di sana.”
“Enggak usah repot Tan. Odele mau ke toilet nih Tan, boleh kan?” tanya Odel sopan.
Bu Kasih terbahak. “Masa ke toilet nggak bisa, ada-ada saja kamu. Nanti Odel lurus ke dapur terus belok kiri, toiletnya di situ, enggak bayar kok.”
“Jeng paling bisa deh,” Bu Ningsih terkekeh geli.
Odel mengangguk lalu mengikuti arahan Bu Kasih. Odele melewati ruang keluarga yang masih berantakan karena baru pindahan. Odel terus berjalan hingga langkahnya terhenti saat sampai di dapur.
Odel merasa Bumi sepertinya berhenti berputar. Jantungnya berdetak kencang, pandangan Odel fokus pada seseorang yang sedang menikmati sepiring nasi gareng di meja makan. Orang itu mendongak ketika menyadari ada yang masuk ke dapurnya.
“Hai,” sapanya.
Sepertinya Odele benar- benar tersihir dengan apa yang dilihatnya, ia masih saja terpaku tanpa sadar orang itu sudah berdiri si hadapannya.
“Kamu baik- baik aja kan?”
“Hah, iya iya aku baik-baik aja kok,” jawab Odel gelagapan.
“Maaf, sepertinya kita pernah bertemu.”
“Aku Odel, Kak Rayn kan?” tanya Odel memastikan.
Odele terpana melihat Rayn. Kakak Gavin itu ternyata sudah tumbuh menjadi laki- laki yang sangat tampan. Senyum milik Rayn tetap manis seperti terakhir kali mereka bertemu, saat itu Rayn masih baru lulus SMA.
“Ternyata kamu masih ingat sama aku. Baru dua tahun enggak ketemu, kamu makin cantik ya Del, apalagi sepuluh tahun, pasti udah mirip artis deh.”
Odel tersanjung mendapat pujian dari Rayn. Rona merah bersemu di pipi Odel. Ia menunduk agar pipinya tertutup oleh rambut panjangnya.
“Kak aku ke toilet ya,” Odel belok ke arah kanan.
“Del,” panggil Rayn.
Odel mundur menghampiri Rayn, jantungnya semakin tidak bisa diajak berkompromi, malah sekarang keringatnya ikut- ikutan menetes melihat Rayn memandangnya tanpa berkedip.
“Ada apa kak?” tanya Odel malu-malu kucing.
“Toiletnya di sebelah kiri.”
Odel nyengir. “Oh iya salah alamat.”
.
.
.
Yaelah Dek sampe segitunya ngeliatin abangnya Gavin. Oh iya mau ngenalin si Rayn di sini itu manis terus enggak tengil kaya si Gavin keong.
Thanks ya buat yang udah nyempetin baca. Betewa kalian kubu siapa nih Gavin atau abangnya? Atau malah jagoin bang Baron kayak aku hahaha. If you like this part, you can click the star button😍
KAMU SEDANG MEMBACA
Before Empat Belas
Novela Juvenil[ON GOING] Odele Amanda, siswa kelas 11 SMA IPA yang manis dan berprestasi namun memiliki kepala sekeras batu dan hati yang super gengsian. Ia berjanji akan menerima pernyataan cinta dari orang keempat belas yang menyatakan perasaan padanya. Kenapa...