Happy reading ❤
.
.
.
Odele, kamu dari mana?”Perhatian Odele yang semula fokus pada kamera yang ia kalungkan di lehernya beralih memandang Reno. Sebelumnya Odele baru saja memaparkan konsep pemotretan dari kelompok mereka pada bendehara kelas duabelas IPS satu bersama Arsen dan Baron, tapi kedua laki-laki itu sudah pamit ke kantin. Langkah Odele harus berhenti karena ada Reno mencegatnya. Reno menenteng beberapa buku yang sangat tebal melebihi ketebalan kitab Sun Go Kong.
“Dari dalam,” Odele kembali melirik kameranya.
“Tumben masuk ke dalam kelas duabelas?” tanya Reno.
“Tadi aku habis ketemu sama Kak Jeje. Aku sama temen-temen jadi fotografer mereka untuk buku tahunan, jadi tadi mau nanya konsep dari mereka.”
“Kamu sama siapa aja?”
“Baron terus Arsen, kita bertiga satu kelompok.”
Reno berdeham singkat. “Hm, yang anak baru itu nggak ikut?”
“Ohh Gavin, enggak lah, Ren. Dia kan belum ikut ekskul.”
Odele mulai melangkah menuruni tangga diikuti oleh Reno sehingga mereka berjalan berdampingan. Odele sedikit risih karena beberapa murid perempuan berbisik-bisik melihat kedekatan mereka. Maklumlah, Odele sedang berjalan dengan Reno siswa yang memiliki tampang di atas rata-rata dan prestasi jauh di atas empat serangkai. Semua orang sudah tahu tiga hal yang melekat di dalam diri Reno, cakep, otak cemerlang, dan tajir. Kadang banyak yang bertanya-tanya kenapa bisa Reno masih jomblo padahal dengan kelebihan Reno, seharusnya tinggal tunjuk cewek pasti langsung diterima.
“Sabtu ini kamu sibuk Del?”
Odele menghela nafas. “Kemungkinan ada rapat sama Arsen dan Baron. Aku sekelompok sama mereka, Ren. Urusan ekskul.”
Odele berbohong karena sebenarnya ia akan pergi ke pasar malam dengan Rayn.
“Kalau Minggu Del?” tanya Reno lagi.
“Sebenarnya Minggu malam ada juga sih Ren. Biasa makan malam keluarga. Emang ada apa sih?”
Reno tersenyum kikuk, detak jantungnya mendadak tidak stabil. Seorang Reno yang pernah menang debat antarsekolah sekota Jakarta ternyata bisa salah tingkah di depan Odele.
“Aku pengen ngajak kamu nonton Del.”
Odele ingin menolak tapi ia merasa bersalah karena sudah sering ia menolak ajakan Reno. “Yaudah deh Ren, Minggu siang aja ya.”
Senyum Reno mengembang. “Oke Del.”
Odele berhenti di depan kelasnya. “Yaudah aku masuk ya, Ren.”
“Iya Del.”
***Odele menatap Yuna, Casya, dan Hana bergantian. Sejak masuk ke dalam kelas, ketiga sahabatnya itu senyum-senyum tidak jelas. Odele awalnya ingin mencoba bersikap biasa saja, namun lama-lama ia penasaran juga.
“Lo bertiga kenapa sih?”
Casya menutup buku antalogi pusinya. “Kita tadi lihat lo sama Reno jalan bareng dari lantai tiga. Ada apa nih?”
“Ia Del, si Reno salting gitu. Ada apa sih?” sambung Yuna dengan tatapan penuh selidik.
“Dia ngajak gue nonton,” jawab Odele malas.
Hana melirik Odele dengan tatapan khasnya yang sangat datar. “Kode tuh.”
“Kode apaan?” pekik Odele.Casya menyenggol lengan Odele lalu bertukar pandang dengan Yuna. Odele semakin bingung saat ketiga temannya tiba-tiba terkikik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Before Empat Belas
Teen Fiction[ON GOING] Odele Amanda, siswa kelas 11 SMA IPA yang manis dan berprestasi namun memiliki kepala sekeras batu dan hati yang super gengsian. Ia berjanji akan menerima pernyataan cinta dari orang keempat belas yang menyatakan perasaan padanya. Kenapa...