Di mana ada Tama disitu ada Acha. Namanya juga dua sejoli, bedanya sekarang Sabian ikutan ngedate. Jadi ngedatenya bertiga, ya meski Acha sedikit risih. Mau mesra mesraan digangguin Sabian. Nggak tau kenapa tiba tiba Sabian kepengen ikut ke puncak dan dengan entengnya Tama ngizinin Sabian ikut.
Mereka berangkat menggunakan mobil punya Genta. Genta tidur di kossan kebetulan juga hari ini hari Sabtu, "Lu kenapa ikut sih?!"
Sabian lagi membuka bungkus roti tiba tiba mendongak, "Lia jalan sama Reza, ke Bandung."
"Kerumah Lia? Pantesan udah 2 hari gak keliatan"
"Iye"
"ITU MAH DIKENALIN SAB KE AYAH SAMA IBUNYA LIA! DAH LAH MEREKA LULUS LANGSUNG NIKAH"
"Sembarangan!" balas Sabian lalu memasukan sepotong Roti kemulutnya.
Sabian sejujurnya nggak mikir sampai kesitu. Lagian Lia juga belum cukup dewasa masa udah bicara soal menikah? Ya kan jodoh nggak tau tapi Sabian sering request kepada Tuhannya buat berjodoh sama Rahmalia Aletta saja. Sabian nggak tau doanya akan terkabul atau nggak tapi nggak ada salahnya kan buat berdoa? Sabian sudah berusaha kok untuk mendapatkan hati Lia, tetapi tetap saja Lia masih keras hatinya.
Batu saja jika terus di tetesi air lama kelamaan bakal luruh juga, dan Sabian menerapkan prinsip itu. Hati Lia itu keras tetapi nggak salah kan jika terus Sabian pepet? Lama kelamaan juga Lia akan luluh. Ya selagi Reza belum sampai ke tahap yang serius Sabian siap buat pepet Lia kok.
Sekali lagi, hati manusia bisa berubah dan Sabian percaya Lia akan luluh terhadapnya, "Paling pulang dari sana putus!" ucap Sabian.
Acha tertawa dan menoleh ke belakang, terlihat Sabian masih memakan roti yang Tama beli tadi, "Plis banget nih ya Sab, kalau cemburu gak usah ngedoain hubungan orang kandas dong!"
"Kalau sebaliknya, tiba tiba mereka balik eh taunya udah tunangan. Gimana tuh?"
Ah sekarang Sabian ingin sekali menghajar Tama.
Sabian percaya setiap kata adalah doa, makanya ia sangat menjaga lisannya takut takut diaamiinin oleh malaikat kan bahaya kalau ia berbicara jelek. Sekarang malah Tama yang berbicara seperti itu, bagi Sabian itu adalah sebuah doa. Sabian takut malaikat mengaamiini. Jika sampai benar ucapan Tama, Sabian benar bersumpah untuk menikung Acha saja dari Tama. Serius!
Nggak apa apa sama Acha juga cantik kok, "Bacot! Kalau sampe bener! Gua tikung Acha baru tau rasa lu Tam!"
"Heh tiang! Sembarangan! Lu fikir gua mau sama lo?"
"Gua sama Tama aja tinggian gua Cha"
Tama merespon hanya dengan geleng geleng saja. Sudah nggak habis fikir dengan jalan otak dari Sabian. Seputus asakah dia sampai tega menikung Acha darinya? Tama sih nggak percaya, fikirnya Sabian sendiri nggak mungkin melakukan itu. Sebangsat bangsatnya Sabian, Tama yakin Sabian nggak bakal tega nikung dia gitu aja.
Balik lagi juga, Achanya juga belum tentu mau, "Mereka ke Bandung mau apa ya?"
"Yeh si tiang, gua bilang juga Reza mau minta izin ke orang tua Lia buat nikahin anaknya"
"Tam bener ini, gua tikung Acha aja gimana?"
◾️◾️
Acha kira liburan ini akan menyenangkan. Ternyata nggak sama sekali, mau berdua duaan sama Tama romantis romantisan gitu harus Acha hapus begitu aja. Nyatanya Tama selalu bersama Sabian kemanapun itu dan Acha ditinggalin dibelakang. Rupanya topik pembicaraan dengan Sabian begitu menyenangkan daripada dengannya.
Acha sedikit menyesal karena Sabian ikut. Seperti sekarang, Sabian dan Tama tengan memilih beberapa Kaktus untuk didepan rumah. Katanya agar rumah bu Joy yang mereka tinggali itu sedikit hidup.
"Dikira rumah napas apa ya, hidup hidup!" Acha menghentakan kakinya kesal.
"Biar ada nuansa merah merah gitu Tam, cari kaktus yang bendolannya merah gitu"
Mereka berdua asik memilih kaktus dan Acha diam saja dibelakang Tama. Ingin rasanya mencekik Sabian saja, dan ia buang kekebun teh. Siapa tau ada Anjing kan dan daging Sabian dimakan Anjing. Acha sampai bingung yang menjadi pacarnya Tama sekarang Tama atau Sabian? Berduaan terus.
"Cepet dong! Kaki gua pegel"
"Sebentar sayang, kamu ke mobil aja kalau pegel"
Tuh kan, bukannya peka untuk cepat cepat malah Acha disuruh ke mobil duluan, "Ribet lu Cha!"
Acha menghentak hentakan kakinya dan menatap punggung Tama dengan tatapan jengkel. Tiba tiba saja ponsel Acha berdering nyaring, Acha segera mengambil ponsel itu di sakunya.
"Lia?"
"Ha----"
"Dimana?"
"Puncak. Eh---- kenapa lu nangis?" Acha terkejut saat mendengar Lia terisak disembrang sana. Jujur saja Lia itu jarang menangis orangnga.
Sabian sayup sayup mendengar percakapan Acha. Sabian segera mendekat kepada Acha untuk tau dengan siapa Acha menelpon.
"P-pulang ya Cha. Jian sama Kamal gak ada, Genta gatau kemanaaaa. Hueee Achaaaa"
Acha terkejut saat tangisan Lia semakin kejer. Ia sendiri nggak tau apa yang terjadi pada temannya itu. Yang ia tau Lia sudah berada dirumah. Acha juga sempat heran kenapa Lia pulangnya sebentar? Biasanya Lia suka lama di Bandung.
"Siapa?" gumam Sabian
"Lia"
"Apaaa? Hueee Acha pulang!!"
"Duh, Lia lu jangan nangis dong. Iye nanti gua pulang. Sebentar lagi, ini lagi milih kaktus dulu.
"Jangan lama lama, gua mau cerita"
"Iya, lu jangan macem macem ye!!"
Lia menutup panggilan itu sepihak.
"Apa lo liat liat?" ketus Acha kepada Sabian.
Sabian memang menatap Acha dengan tatapan bertanya tanya. Sabian sedikit khawatir, Sabian tau yang menghubungi Acha adalah Lia makadari itu ia sedikit khawatir, apalagi ia tadi mendengar jika Acha bicara nangis nangis seperti itu.
"Aletta kenapa Cha?"
"Balik aja yu?---Tam udah belum?" Ucap Acha sedikit berteriak
"Sebentar lagi yang, kenapa sih buru buru amat? Baru juga jam 11"
"Lia dirumah sendiri, nangis nangis. Aku gatau kenapa"
"Yaudah deh Tam, beli kaktusnya nanti aja!. Gua takut Aletta kenapa kenapa" perintah Sabian, mutlak. Sabian langsung berjalan terburu buru ke arah mobil. Diikuti Acha dan Tama.
"Firasat aku, kayanya Sabian masih sayang sama Lia"
"Tam, tanpa kamu kasih tau juga aku udah tau duluan"
◾️◾️
Diperjalanan pulang, hanya Acha dan Tama yang berbicara. Sabian? Ia masih diam saja, dikepalanya tersimpan berjuta pertanyaan tentang Lia. Apalagi saat ia tau Lia menangis dan menyuruh Acha untuk pulang. Sedikit khawatir, ia takut Lia kenapa kenapa. Kemungkinan terburuknya Lia kecopetan diterminal atau Reza masuk rumah sakit. Dua masalah itu yang bersarang diotak Sabian.
Karena jika Lia takut, bisa aja ia ditemani oleh Reza kan? Atau bisa jadi Reza macam macam kepada Lia sampai sampai Lia menangis? Banyak pertanyaan dan dugaan yang bersarang di otak Sabian. Sabian nggak bisa menebak gitu aja, jatohnya fitnah nanti.
"Diem aja lo?"
"Sab! Mau sekalian beli Martabak manis gak?"
"Sab? Tama nanya noh!"
"SABIAN!!"
Sabian terperanjat saat suara melengking Acha menyapa rungunya, "Apa?"
"Ditanya itu dijawab!"
"Roti bakar aja, buat Aletta"
"Gua mau beliin elu, bukannya Aletta bangsat! Bucinnya kebangetan banget!" umpat Tama
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang Setelahnya | SooLia √
FanfictionSequel Life Exchange Menjalin kasih dengan Sabian setelah misi penyelamatan itu ternyata tidak semudah menyayangi pria itu. Ini lebih rumit dari menyayangi Sabian yang kemarin. Nyatanya hubungan mereka kandas begitu saja. Ketidak sabaran Aletta, da...