◾️16

120 23 0
                                    

Awalnya Lia juga nggak nyangka bisa saudaraan dengan Reza. Dunia sempit bukan? Waktu mereka ke Bandung, mamanya Lia menceritakan silsilah keluarga Lia. Dengan tidak sengaja menyebutkan nama kakek Lia. Tentu saja Reza terkejut, kakek lia ternyata kakeknya juga ya hanya beda nenek saja.

Dulu kakeknya Lia menceraikan nenek Lia dan menikah dengan neneknya Reza.Salahnya, papa Lia nggak ceritain masalah seberat ini kepada anak anaknya ya hanya mama Lia saja yang tau.

Sepulang dari Bandung mereka bertengkar hebat, di bus saja mereka saling diam. Disatu sisi Reza nggak mau ngelepasin Lia gitu aja, tetapi Lia bersikeras untuk putus. Lia tau hubungan mereka itu bisa dikatakan terlarang. Oh ayolah, darah Lia itu dengan darah Reza sama. Mama Lia juga terkejut saat tau ternyata Reza anak dari adik tiri papa Lia.

Lia mengira dunia itu luas, ternyata nggak. Dunia begitu sempit, sampai sampai ia sayang dengan saudaranya sedarahnya sendiri.

Lia nggak mau putus, tapi kan nggak bisa. Seharusnya dulu dia harus bertanya tentang silsilah keluarga, agar nggak berujung kayak gini dan mengorbankan orang lain ke dalam masalah keluarga mereka. Kenapa Lia waktu itu mau aja diajak Reza pake embel embel mama Reza? Karena kata mama Lia, ia harus baik kepada keluarga Reza walau bagaimanapun mereka saudaraan.

"Please Za, lep----"


Dor













"REZA!"

"MAMPUS LU KEPARAT!!"

Jian dengan sekuat tenaga bangkit dan berlari memeluk Lia.

Reza berhasil di tembak oleh Bima. Entah dari mana Bima dan Sabian datang Lia dan Jian nggak tau. Jelas jelas Jian bersyukur ternyata keajaiban datang. Tuhan masih mendengar suara hatinya. Jian masih di beri waktu untuk hidup oleh tuhannya. Padahal Jian udah pasrah banget tadi.

Bima berlari kecil menuju kearah Reza yang sudah terkulai lemas saat sebuah peluru menancap ke paha kanannya. Peluru yang di sasarkan Bima kepada Reza tepat sasaran. Reza mengumpati Bima dan Sabian yang so soan jadi pahlawan untuk Jian dan Lia.

"Bangun lu!" Bima menarik Reza.

"Sakit bangsat! Sabar!!"

Reza dengan tertatih bangkit dan menatap Bima nyalang. Ingin rasanya Reza menghajar Bima, namun Reza nggak berdaya. Rasanya nyeri di pahanya membuat dirinya lemas tiba tiba. Biasanya hanya terkena peluru seperti ini ia masih mampu bertahan, tetapi sekarang entah kenapa Reza malah lemah.

Ia mengutuk keadaannya saat ini. Keparat!

"Lu jangan so soan pegang pisau ginian kalau lu masih lengah!" sinis Bima.

"Bim kok bisa bawa pistol be---"

"Lia lo lupa om gue siapa? Gua pinjem lah ke dia" senyum miring Bima terlukis disana dan Reza melihatnya.

"Bangsat lu ya!" umpat Reza dengan mati matian menahan rasa sakit di pahanya.

"Makanya! Lu kalau cari lawan itu liat dulu asal usul temen temennya!" tambah Bima

Sabian dengan cepat menarik Jian dari kursi. "Ji---"

"Al, bawa dia kerumah sakit!"

"Tapi Re---"

"Biar Bima yang urus, kita ke rumah sakit pake grab car aja"

Lia dengan menitikan air mata mengangguk. Lia nggak henti hentinya mengucapkan syukur, Sabian dan Bima datang tepat waktu sebelum Jian kehabisan darah. Untungnya Reza tidak menggorekan pisau itu lebih lebar ke leher Jian.

Bima membawa Reza ke tempat om Bima. Kebetulan polisi kota Bogor. Bima nggak bakal bawa Reza ke rumah sakit dan pihak berwajib yang mengurus ini, biar aja dia kesakitan Bima geram dengan perlakuan Reza selama ini. Yang hobinya menyakiti cewek secara fisik, sumpah ya Bima aja mati matian jagain Ririn dan dia seenaknya nampar teman temannya? Ini kalau yang ada di posisi Jian itu Ririn, mungkin Reza sekarang sudah tewas ditempat. Tentu Bima akan membidik peluru itu tepat ke jantung Reza.

Bima dan Sabian tau Lia pergi karena Kamal melihat Lia buru buru keluar dan nggak sengaja bilang mau ke daerah Ciawi. Sontak itu membuat seisi kossan khawatir, apalagi Acha yang sekarang masih menangis kata Tama karena Lia dan Jian belum pulang pulang dari siang.

Beruntung Kamal dan Bima bisa melacak keberadaan Lia.

"Kamu jangan nangis terus Al"

Lia terus menangis melihat Jian kesakitan. Ia merasa ini semua salahnya yang menyeret Jian kedalam masalahnya sendiri. Seharusnya Jian nggak kayak gini, seharusnya dia yang ada di posisi Jian. Dia nggak bakal maafin dirinya sendiri kalau ada apa apa sama Jian. Jian nggak seharusnya seperti ini, Jian nggak seharusnya masuk ke dalam masalahnya dengan Reza.

"Gimana bisa aku gak nangis Ian? Ian liat ini Jian kesakitan!"

Memang benar, Jian terlihat meringis memegang lehernya yang telah terbalut Hodie Sabian. Hodie Sabian sudah penuh dengan darah dari Jian, rasa lemas itu semakin terasa pada Jian. Beruntung mereka sudah sampai dirumah sakit terdekat.

Jian sudah masuk IGD dan diluar IGD ada Lia dan Sabian. Dalam pelukan Sabian, Lia terus menangis. Ia mengkhawatirkan Jian, fikirannya sudah ke mana mana.

"Al?" Sabian mengelus bahu Lia guna memberi ketenangan.

"Jian nggak akan kenapa kenapa, Al"

"Gua takut dia kehabisan darah" lirih Lia dalam pelukan Sabian.

Sabian terus mengelus bahu Lia. Melihat Lia menangis seperti ini membuat hatinya sakit. Dia nggak suka Lia menangis, tau begini lebih baik dia bunuh saja Reza. Reza bisa bisanya membuat Lia menangis seperti ini. Dalam hati kecil Sabian, dia juga mengkhawatirkan Jian. Ia lihat sendiri tadi sayatan pisau dileher Jian lumayan lebar dan darah yang keluar juga lumayan banyak.

Sebelum mendatangi Reza tadi, Sabian berhasil mendengar percakapan Lia dan Reza. Sekarang Sabian bisa simpulkan kenapa Reza sampai segitunya mengejar Lia dan ia tau kenapa Lia mati matian menolak Reza. Cara Lia sudah benar memang, karena jika dipaksakan itu akan menentang agama.

Sabian nggak habis fikir sama jalan fikiran Reza. Reza bukan menyayangi Lia, Reza hanya terobsesi sama Lia. Cinta itu nggak memaksakan kehendak. Nggak ada cinta yang bersifat memaksa, semuanya pasti mengalir seiring berjalannya waktu. Cinta itu bersifat bebas, nggak bisa dipaksakan.

Dan sekarang Sabian juga tau kenapa Lia nggak memberi jawaban.

Dua kali ia meminta Lia untuk menjadi pacarnya, dan sebanyak dua kali juga Lia nggak memberikan jawaban. Sekarang nggak heran kalau Lia nggak jawab, salah satunya bahkan faktor terbesar yaitu Reza. Jika Lia berhasil dimiliki oleh Sabian, nggak menutup kemungkinan Reza bakal mencelakai Jian lebih dari ini. Karena Reza tau sahabat Lia paling dekat itu Jian.

"Jian.."

Sabian melepaskan pelukan itu dan menangkup wajah Lia. "Sstt"

"A-aku temen yang bodoh, aku temen yang jahat. Ian aku harus gimana?"

Lia masih terus menangis dipelukan Sabian. "Kamu temen yang baik kok. Kalau kamu jahat, kamu nggak bakal dateng ke gedung itu"

"Tapi Jian.."

"Dia bakal baik baik aja kok, percaya sama aku ya"

"Kalau Jian ngga---"

"Kita berdoa, semoga aja dokter bisa sembuhin Jian"

"Aku sayang sama Jian, Sab. Aku nggak mau kehilangan temen aku"

"Iya tau, aku juga sayang kamu, aku juga nggak mau kehilangan kamu sayang. Udah jangan nangis lagi." Sabian menarik Lia kedalam pelukannya.























































"APASIH GAK NYAMBUNG AMAT LU GANTAR!"

Tentang Setelahnya | SooLia √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang