Tetangga Baru

164 31 41
                                    

“Rasa gundah hadir untuk membuatmu sadar akan perbuatan yang salah. Kita semua pernah patah dan kembali mencari arah”.

Pagi yang cerah sudah dilengkapi suara John yang mengusik pendengaran Alice. Anjing milik tetangganya itu selalu membuat gaduh jika belum diberi makan oleh majikannya.

Alice melangkahkan kaki ke luar rumah. Ia mulai menginjak rumput-rumput hijau di halaman depan rumahnya. Jemarinya terulur memegang bunga-bunga indah yang selalu Pak Wawan tata dengan rapi.

“Eh, Non Alice,” ucap Pak Wawan yang sedang merapikan rumput taman.

Alice tersenyum. “Sudah sarapan, Pak?”

“Sudah, Non.” Pak Wawan mengangguk dan kembali pada pekerjaannya. Ia sangat merasa betah bekerja di rumah semegah itu dengan majikan yang sangat baik seperti Alice.

Alice melanjutkan langkahnya berkeliling taman rumahnya. Sangat jarang untuk bisa menikmati keindahan yang ia punya. Mencuri waktu di tengah kesibukannya sangat Alice harapkan.

Guk ... guk ... guk ....

Lagi, suara John menghancurkan suasana hati Alice. Alice bangkit dari duduknya dan menuju ke luar gerbang rumahnya. Ia sudah berdiri di depan pagar cat hitam samping rumahnya.

Alice menggeleng singkat dan mengembuskan napas pasrah. “Ckck ...,” cetusnya.

“Pagi ...!” teriak Alice. Ia sengaja berteriak dan menunggu pemilik rumahnya ke luar.

Seorang laki-laki bertubuh kekar turun dari tangga yang menuju langsung ke rooftop rumahnya. Sambil berjalan turun, ia mengelap keringat yang dengan bebas mengalir di wajahnya. Pria yang hanya mengenakan kaos dalam itu berjalan santai ke arah Alice.

“Kenapa?” beonya. Dengan raut tidak bersalahnya.

Alice yang semula terpaku karena tubuh atletis yang pria itu punya, dengan segera menepis pikirannya. “Anjing lo, tuh,” ujar Alice seraya menatap pria itu kesal.

“Lo siapa? Ngatain gue anjing,” cibir pria itu dan mendekat ke arah anjingnya.

Alice memutar bola matanya malas. “Peliharaan lo yang namanya anjing ini berisik,” ungkap Alice.

Pria itu menarik tali yang tersambung ke leher anjingnya dan membawanya mendekat ke arah Alice yang masih berdiri di luar gerbangnya. Ia membuka gerbangnya dan berjalan semakin mendekat ke arah Alice.

Alice dibuat diam oleh sikap pria itu. Baru kali ini ia melihat pria aneh seperti itu tinggal di samping rumahnya. Ia sempat mengira jika John yang berisik, ternyata bukan. Ia baru ingat jika tetangga lamanya sudah pindah tiga hari yang lalu.

Alice semakin memundurkan langkahnya. Sampai tubuhnya menabrak dinding pembatas rumah mereka. “Sial. Gue takut anjing,” batinnya.

Pria itu menyeringai penuh kemenangan. “Lo kenapa? Takut anjing? Nih, dia mau kenalan,” ujar pria itu sambil jongkok dan mengangkat salah satu tangan anjingnya.

“Gue gak takut. Gue gak suka!” bentak Alice. Jika bisa, ia ingin segera pergi dari hadapan pria menyebalkan dan aneh itu.

“Sama aja cantik. Nama dia Grey, anjing kesayangan gue. Kalau nama gue si Randi, kesayangan lo,” tutur pria dengan nama Randi itu.

Different [Proses Penerbitan]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang