Designer

316 44 7
                                    


Kehidupan selalu punya kejutan. Bersyukurlah dalam setiap perjalanan”.

👗👗👗


Mentari memaksa masuk melalui celah-celah tirai yang sedikit terbuka. Alice membuka tirai yang menutupi kaca jendela kamar itu. Perlahan, seseorang menggeliat di balik selimut.

“Ganggu banget, sih,” omel Rey khas orang bangun tidur.

Alice bersedekap tangan dengan memandang horor ke arah Rey. Ia berjalan mendekat dan menyibak selimut yang masih menutup pria itu. “Kalau mau jadi pengusaha sukses harus disiplin, Rey. Sekarang bangun dulu. Cuci muka atau apa sana terus turun. Gue udah siapin sarapan di bawah,” perintah Alice yang selalu perhatian pada sahabatnya itu.

Rey segera beranjak dari kasur yang ia tiduri. “Siap, Bu!”

Alice terkekeh pelan. Ia segera menunggu Rey di bawah. Sudah banyak rencana yang akan ia lakukan hari ini.

Sambil menunggu Rey turun, Alice menata piring dengan makanan yang sudah ia siapkan di atas meja. “Dasar siput,” sindirnya ketika melihat Rey berjalan turun di atas tangga.

“Alice cantik hari ini. Jadi, jangan galak,” ucap Rey yang sudah duduk di kursi makan.

“Ketidaksukaan berbentuk pujian,” sanggah Alice.

Rey tertawa. “Sarapan aja deh. Laper gue.”

“Udah ... cepet sarapan. Lo pulang ke rumah ganti pakaian dan pergi ke kantor.” Alice selalu mengingatkan Rey. Pria itu selalu betah jika sedang di rumahnya. Bukan tidak suka, Alice tidak mau Rey lupa dengan tanggung jawab pekerjaannya.

Rey mengangguk seraya menikmati sarapan yang sudah dibuat Alice. “Masakan lo selalu enak,” pujinya jujur.

“Lo lupa kalau gue pernah jadi koki? Walau sebentar, sih,” tutur Alice.

Memang benar jika dulu Alice pernah menjadi seorang koki. Berawal dari masakan pertama yang ia bisa dengan terus belajar dari internet.

Alice pernah membuka warung makan kecil dengan modal yang ia dapat dari hasil tabungannya. Untuk mencapai titik teratas dalam hidupnya saat ini, dulu Alice pernah berada pada titik terendahnya.

“Lo buka restaurant aja, Lice,” usul Rey.

“Enak kalau cuma ngomong, Rey,” ujar Alice.

Rey terkekeh pelan. “Aduh, gue harus pulang. Makasih buat rumah dan sarapannya, Lice.”

“Hati-hati, Rey.” Alice memperhatikan punggung pria itu menjauh. Pria yang selalu mendengarkan ucapannya. Sahabat yang tahu perjalanannya selama bertahan hidup sendiri di ibu kota.

❤❤❤

Alice menata tatanan rambutnya yang ia biarkan tergerai. Rambut dengan paduan sedikit cat rambut berwarna coklat yang bergelombang. Memberi sedikit polesan make up di wajahnya. Paduan sederhana yang selalu tampak sempurna.

Alice melirik jam tangannya, ia harus segera berangkat ke butik. Selain menjadi seorang EO, kini Alice merintis menjadi seorang designer. Butik yang Alice dirikan memang tidak besar, tetapi sangat menarik perhatian semua kalangan. Outfit yang tersedia selalu mengikuti trend perkembangan dunia fashion.

Different [Proses Penerbitan]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang