15 : Promise

3.8K 831 243
                                    

    Dalam kerlap-kerlip malam kota Seoul, di balik bingkai jendela yang tirainya bergoyang diterpa angin malam, gadis itu menyorot segala macam pemandangan yang belum pernah dilihatnya, tetapi tidak ada sorot bahagia di sana, tidak ada nyawa dalam kerjapan mata dan ocehan manisnya. Bayangan kelabu menggantung-gantung di atas kepala bagai kantung kesenduan. Bibir si gadis yang semakin hari semakin memucat, dikulum sendiri oleh sang empu. Entah sudah berapa lama Soojae duduk di sana, di balik jendela kamarnya. Kedua tangan bertumpu pada bingkai kayu, menopang pipinya yang mungkin semakin kurus saja.

Tiga minggu, bayangkan Soojae sudah berpisah selama itu dengan Taehyung. Merasakan betapa sunyi hatinya dan betapa gadis itu merindukan lelaki yang selama hampir beberapa bulan ini menemani dan menjadi temannya mengobrol. Kota Seoul memang besar, bahkan kini ia tinggal di salah satu gedung pencakar langitnya.

Tetapi tidak ada yang asik di sana selain; komidi putar, pameran umum, dan aquarium besar berisi bermacam hewan laut. Semuanya memang meriah, tetapi tidak cocok untuknya. Seoul terlalu padat, orang-orang bergejolak kesana kemari untuk bekerja dan berkencan. Seoul kota yang sibuk, rotasi kehidupannya terlalu cepat dan tidak sesuai dengan kehidupan Soojae di desa yang condong lebih kalem dan bersahabat. Mengisi kekosongannya, Soojae kadang membuka jendela kamar, lalu mengitung sudah berapa banyak mobil melewatinya, tetapi ia sering lupa sampai mana ia menghitung dan berakhir mengulang kembali.

Ketika sedang melamun, Pusy melompat naik ke pangkuannya. Mengeong dan mendusel. "Kau ingin tidur ya? Tapi maaf, aku sedang tidak ingin membacakan dongeng untukmu."

Pusy mengeong lagi, Soojae menepuk punggung Pusy dan membiarkan kucing berbulu oren tersebut melingkar tertidur. Selama beberapa saat Soojae terpikir, apa yang dilakukan Taehyung pada jam-jam seperti ini? Apa Taehyung sedang melihat Seteven dan atau apa Taehyung sudah tertidur? Selama beberapa detik lamunan tersebut, Jinsung masuk ke dalam kamar dan meletakan segelas susu hangat ke meja dekat ranjang calon adik iparnya itu. Bibirnya tersenyum.

"Hai! Putri kecil, sedang apa kau di sana?"

"Melihat kota sibuk ini."

"Ini Seoul, bukan kota sibuk," koreksi Jinsung pada Soojae. Si empu mencebik tidak semangat, ia mengotot seperti anak kecil, "Pokoknya ini kota sibuk, kalau aku sudah pulang, aku akan menceritakannya pada Tarhyung betapa sibuk orang-orang yang tinggal di kota ini."

Jinsung mengangguk sayang, ia tahu karakter Soojae dan mencintai gadis kecil itu sebesar ia mencintai kakaknya. Bagaimana pun juga Soojae adalah sebuah harta karun, sebuah berkah baginya bisa menemukan manusia semurni Soojae. Betapa tulus hati dan betapa jujur segala macam ucapannya. Soojae telah banyak menyadarkan dirinya.

"Kenapa Eonnie datang ke sini?"

"Karena aku tahu kau belum tidur, aku membuatkan susu hangat untukmu."

Soojae melirik susu hangat miliknya. "Eonnie, aku mau pisang."

"Pisang?"

"Aku suka pisang, tapi Jimin bilang ia tidak suka pisang. Kenapa Jimin tidak suka, padahal pisang itu enak?"

Jinsung tersenyum, ia mengusap kepala adik kecilnya. "Mungkin ia tidak suka warna, bentuk atau mungkin rasanya? Sama seperti kau yang tidak suka dengan belut dan gurita."

"Ew, gurita itu menyeramkan," bisik Soojae, tangannya mnerima uluran susu dari Jinsung, ia meminumnya dengan sekali tenggak, seperti anak kecil. Susu putih itu membentuk kumis di bibir atas Soojae, senyum Jinsung terlihat lagi. Soojae mengusap bibirnya dengan punggung tangan, seolah itu adalah kebiasaannya.

"Terima kasih, susunya enak sekali, tapi mana pisangnya?"

"Hm, pisang ya? Kurasa sudah habis. Kalau kau mau, aku akan pergi ke supermarket untuk membelikannya untukmu, ah mungkin sekalian dengan beberapa bahan makanan, kau bisa menunggu di sini kan?"

 Flower Flaws ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang