16. Yang Tertutupi

350 54 4
                                    

"Jadi, seperti yang Aa dengar sebelumnya, mengenai siapa Aa sebenarnya dan ada kejadian apa yang sebenarnya terjadi 29 tahun yang lalu," Ayah memberi jeda sebelum melanjutkan perkataannya. "Aa itu bukan anak kandung Ayah dan Bunda. Ditutupi serapat apa pun rahasia ini, Ayah dan Bunda sebenarnya tahu, bahwa kami cepat atau lambat harus menceritakan yang sebenarnya sama Aa."

"Kejadiannya 29 tahun yang lalu, saat kami sudah menyerah mencoba berbagai untuk dikaruniai keturunan, tapi Tuhan masih belum juga mengabulkan doa kami. Dalam keputusasaan itu ternyata Tuhan tidak tinggal diam. Aa tahu sendiri cerita dari Bunda bahwa untuk memiliki kalian itu sulitnya minta ampun dan datangnya anugerah itu saat pernikahan kami menginjak tahun kelima?"

Matahari mengangguk mengiyakan pertanyaan ayah. "Iya, Bunda sendiri yang cerita pada Aa dan Jingga."

"Ternyata Tuhan memberikan kami karunia dengan cara lain. Di saat kami sudah menyerah, Tuhan memberikan kami karunianya dengan cara yang sedikit berbeda. Di sinilah awal mula Ayah dan Bunda akhirnya bertemu dengan kamu, Nak." Ayah mengulum senyum. Matanya menatap Matahari dengan teduh.

"Suatu hari, tiba-tiba datang sepasang suami istri ke kantor Ayah, berniat melayangkan gugatan cerai. Saat itu Ayah yang kebetulan menangani kasus mereka. Jadi, mereka berdua, kedua orangtua kandungmu itu bilang, mereka menikah karena terpaksa. Mereka menikah hanya karena ibu kandungmu sedang mengandungmu saat itu. Dan kehamilan itu menurutnya bukan sesuatu yang mereka inginkan."

"Jadi, dalam arti kata lain kehadiran Aa itu bukan keinginan mereka? Mereka menganggap kehadiran Aa ini harram?" potong Matahari sedikit terbawa emosi mendengar cerita mengenai kejadian yang sebenarnya tentang orangtua kandung laki-lak itu.

"Kamu bukan anak harram! Aa tidak boleh memiliki pemikiran seperti itu. Karena bagi Ayah dan Bunda, kamu itu anak kami. Tidak ada anak harram yang lahir ke dunia ini." sergah Ayah mematahkan argumen Matahari.

Matahari menatap ayah dalam diam. Laki-laki itu menarik nafas dalam-dalam lalu menghembuskannya perlahan. Mempersilahkan ayah untuk melanjutkan ceritanya.

"Lanjut setelah itu, akhirnya Ayah pun mengabulkan gugatan mereka. Membantu mereka memproses perceraian mereka. Tapi dikarenakan kondisi ibu kandungmu yang sedang mengandung, ada beberapa hal yang agak menyulitkan mereka untuk mencapai kesepakatan."

"Ayah sempat membicarakan ini sebelumnya dengan mereka. Mengenai hak asuh anak. Setelah ibumu melahirkan, apa yang akan mereka lakukan pada bayi mereka dan kepada siapa hak asuh itu akan diberikan. Tetapi ternyata mereka sudah memutuskan untuk memberikannya kepada panti asuhan. Mendengar itu Ayah terkejut."

Bukan ayah saja yang terkejut sebenarnya, Matahari juga. Setelah berhasil membolak balik perasaan, laki-laki itu kembali merasakan dunianya jatuh untuk kesekian kalinya. Tapi Matahari berusaha keras untuk tidak menunjukan apa yang dia rasakan di depan orangtua angkatnya itu.

"Mendengar itu Ayah bukan hanya terkejut, melainkan marah. Marah karena mereka bersikap seenaknya dan tidak bertanggungjawab dengan apa yang telah mereka lakukan. Marah karena membiarkan kamu ditelantarkan begitu saja padahal yang sebenarnya berdosa adalah kedua orangtuamu sendiri di sini tapi karena keegoisan keduanya, Aa yang harus menjadi korban."

Benar apa kata orang yang mengatakan manusia ini makhluk paling jahat. Untuk kepentingan pribadi mereka membuang apa yang menurut mereka tidak menguntungkan. Matahari tidak tahu bahwa kehidupannya semenyedihkan ini.

"Ayah menceritakan masalah ini pada Bundamu. Bunda juga kala itu sama marahnya dengan Ayah. Di saat kami berdua menginginkan anak untuk hadir di tengah keluarga kami, orang dengan seenaknya menelantarkan anak mereka. Seperti menganggap bahwa kamulah yang menjadi penyebab masalah dikehidupan mereka." Ayah menggelengkan kepala. Masih tidak habis pikir dengan apa yang terjadi.

Le Coup de FoudreTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang