🍁 XIX 🍁

1.5K 108 9
                                    

Sejak pulang dari kantor, Seokjin terus menemani Jungkook di kamar. Setelah melihat sang kakak bertengkar dengan Namjoon, Jungkook tidak ingin pemuda itu meninggalkannya sendirian. Ia takut jika kakak sepupunya itu mengatakan tentang kondisinya pada yang lain. Ia tidak akan bisa menghadapinya jika itu benar-benar terjadi.

"Tenanglah, Kookie! Namjoon tidak akan mengatakan apapun mengenai kondisimu pada yang lain. Dia tidak akan melakukan sesuatu yang bisa membuatmu bersedih." Kata Seokjin sambil mengompres pipi kiri Jungkook yang memar.

"Apa Hyung yakin? Baru kali ini aku melihat Namjoonie Hyung semarah tadi." Tanya Jungkook lirih dengan alis yang nyaris bertaut karena khawatir.

"Namjoon seperti itu karena dia mencemaskanmu, Kookie-ya. Arayo?" Tanya Seokjin. Jungkook menunduk dan mengangguk.

"Ne. Ara, Hyung. Namjoonie Hyung seperti itu karena memikirkan kebaikanku." Jawab Jungkook lirih. Seokjin tersenyum.

"Aku tahu, seharusnya sejak awal aku mengatakan tentang penyakitku ini pada hyungdeul,  tapi aku benar-benar takut, hyung. Aku takut hyungdeul melihatku dengan tatapan iba karena penyakitku ini. Aku tidak mau."

"Ye. Hyung ara. Hyung akan menunggu sampai kau benar-benar siap untuk mengatakannya sendiri pada yang lain." Ucap Seokjin lembut membuat Jungkook mengangkat wajahnya dan menatap Seokjin.

"Gumawo, Hyung." Ucap pemuda itu yang dijawab sebuah usapan lembut di bahunya oleh Seokjin.

"Geundae, bagaimana Namjoon bisa mengetahui tentang keadaanmu? Seingat Hyung, tadi pagi ia masih belum mengetahuinya."

"I-itu..."

"Ceritakan! Jangan coba-coba menyembunyikan sesuatu dari Hyung!" Tegur Seokjin saat melihat sang adik ragu-ragu.

"Tadi aku tidak sengaja bertemu dengan Jackson Hyung di dekat perpustakaan umum."

"Oh... Jackson sudah kembali ke Korea? Hyung pikir dia masih di Jepang."

"Kata Jackson Hyung, dia baru dua hari kembali ke Korea. Namjoonie Hyung juga tidak tahu kalau dia sudah kembali."

"Joon pasti kaget." Tebak Seokjin lalu terkekeh geli.

"Tadi, aku sempat mimisan dan pingsan saat sedang bersama dengan Jackson Hyung. Itulah awal mula bagaimana Namjoonie Hyung akhirnya tahu kondisiku. Aku...."

"Kondisimu selalu saja memburuk saat Hyung tidak ada bersamamu, Kookie. Hyung cemas. Sepertinya Hyung harus mulai bekerja dari rumah supaya Hyung bisa memantau keadaanmu." Ujar Seokjin sambil mengusap belakang kepala Jungkook.

"Andwaeyo, Hyung. Jangan lakukan itu! Aku akan selalu berhati-hati dan segera menghubungi Hyung jika keadaanku sedang tidak baik."

"Kau akan menghubungi Hyung? Jinjja? Lalu mengapa tadi kau tidak segera menghubungi Hyung saat kondisimu sedang tidak sehat? Kau bahkan sampai pingsan, Kookie?" sindir Seokjin.

"Ah... Mianhae, Hyung. Aku hanya berusaha untuk tidak merepotkan Hyung selama ku pikir masih cukup kuat menahannya." jawab Jungkook sambil menempelkan kedua telapak tangannya di depan dada dan membentuk segitiga sebagai permintaan maaf.

"Jangan lakukan lagi, aracchi! Kau harus segera menghubungi Hyung jika kau merasa tidak sehat. Di mana pun kau berada, Hyung akan segera menjemputmu."

"Ne. Arraseo, Hyung." jawab Jungkook sambil mengangguk lalu tersenyum manis memperlihatkan gigi kelinci miliknya.

"Kemarilah! Bersandar pada Hyung, Kookie-ya." pinta Seokjin sambil mengulurkan tangannya yang membuat Jungkook dengan senang menuruti permintaannya dan segera bersandar pada dada bidang sang kakak sulung.

𝐂𝐚𝐧 𝐈 𝐇𝐨𝐩𝐞?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang