Taehyung
Aku baru saja selesai mandi saat tanpa sengaja melihat Kookie, adik bungsuku yang sedang berjongkok di lantai. Aku tadinya hendak mengambil jus buah di dalam lemari pendingin, tapi langkahku terhenti saat melihatnya tengah menatap lantai dapur.
Aku memperhatikan sekeliling, sarapan sudah tersedia di meja. Rupanya adikku ini telah selesai membuat sarapan. Lalu apa yang dilakukannya sambil berjongkok di situ? Apa dia sedang mengepel? Tidak mungkin dia mengepel hanya menggunakan beberapa lembar tissue saja.
"Ko-" suaraku tercekat di tenggorokan saat hendak memanggil namanya. Entah mengapa, aku selalu kesulitan memanggil nama adikku itu.
Saat aku sibuk dengan pikiranku, pandanganku teralihkan oleh gerakan di depanku. Kookie kini sudah berdiri dengan tangan kiri menutupi hidungnya. Sepertinya dia tidak menyadari kehadiranku karena sejak tadi dia hanya fokus pada apa yang sedang dilakukannya.
Aku nyaris berbalik arah saat netraku melihat sesuatu yang merembes dari sela-sela jari tangan kiri Kookie yang menutupi hidungnya. Apa itu?
"Kenapa tidak mau berhenti juga?" tanya Kookie lirih. Tapi aku bisa mendengarnya dengan sangat jelas. Mataku membulat sempurna saat akhirnya adikku menjauhkan tangan kiri yang sejak tadi menutupi hidungnya. Jelas terlihat telapak tangannya dipenuhi dengan darah. Rupanya Kookie mimisan. Tapi mengapa banyak sekali? Darah itu bahkan terus menetes dan membasahi lantai dapur yang tadi sudah dibersihkannya.
"Apa yang kau lakukan di sana?" tanyaku sambil mendekati Kookie. Dia begitu terkejut saat melihatku. Dengan tergesa-gesa ia membersihkan hidungnya menggunakan tissue.
"T-tae Tae hyung..."
Deg!
Dadaku berdegup kencang mendengar panggilannya untukku. Dia masih memanggilku dengan panggilan Tae Tae. Panggilan yang dibuatnya untukku saat kami masih kecil dulu.
"Apa yang kau sembunyikan?" tanyaku penasaran. Tak kupedulikan wajah kagetnya saat mendengar pertanyaanku.
"A-anibnida, Hyung..." jawabnya gugup. Aku terus mendekatinya dan mencekal pergelangan tangan kirinya. Bisa ku lihat bekas darah di hidungnya yang masih terlihat agak basah.
"A-apayo, Hyung!" rintihnya saat aku mencekal tangan kirinya dengan kuat. Tissue berlumuran darah yang disembunyikannya jatuh ke lantai.
"Darah apa itu?" tanyaku sambil menatap tajam ke arahnya. Adikku langsung menunduk saat melihat tatapanku. Ia tidak menjawab. Ku cekal dagunya supaya dia melihatku.
"Kau mimisan?" tanyaku lagi yang membuat Kookie langsung menggeleng.
"A-aniya, hyung." jawabnya. Aku menarik kerah bajunya dan menatapnya tajam.
"Kalau begitu jelaskan padaku darah apa itu? Mengapa kau harus menyembunyikannya begitu kau melihatku?" tanyaku dengan suara pelan namun sangat tegas yang membuat tubuh adikku menjadi tegang.
"N-nega ... I-igeo ...,"
"Tae-ya?" sebuah suara mengejutkanku dan juga Kookie. Secara reflek aku mengendurkan cengkeraman tanganku. Dan rupanya kesempatan itu dipakai adik bungsuku itu untuk melepaskan diri dariku.
"Mi-mianhae, hyung. A-aku ke kamar dulu." ucapnya sambil melepaskan tanganku darinya. Membuatku terkejut dan membentaknya.
"Ya! Aku belum selesai bicara, sialan!!" makiku keras. Tapi Kookie terus melangkah meninggalkan dapur, melewati Yoongi hyung yang tadi memanggilku sambil menunduk.
"Wae?" tanyanya datar. Aku hanya menghela napas. Mengusap wajahku dengan gusar.
Aku tahu, selama ini aku selalu bersikap keras pada adik bungsuku, tapi tak dapat ku pungkiri jika aku khawatir melihat kondisinya yang seperti itu. Dia terluka, tapi bukan aku penyebabnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐂𝐚𝐧 𝐈 𝐇𝐨𝐩𝐞?
FanfictionCOMPLETED! Seri 1 cerita Can I Hope? Kisah seorang Kim Jungkook yang merasa hidupnya begitu tidak bermakna. Kebencian yang ia terima dari kakak kandung dan juga kakak sepupunya membuatnya merasa begitu lelah. Saat kebencian itu akhirnya berakhir, Tu...