🍁 XXXII 🍁

1.3K 102 6
                                    

Seokjin menangis cukup lama dalam pelukan Lee Ajumma. Pemuda itu meluapkan perasaan yang sudah selama seminggu mengganjal di hatinya. Rasa kehilangan dan rasa bersalah yang teramat besar.

"Anda harus beristirahat, tuan muda!" kata Lee Ajumma setelah melepaskan pelukannya dan menghapus air mata di wajah beliau.

Seokjin tak menjawab. Tatapan matanya kosong namun air mata masih bertahan di sana. Lee Ajumma hanya bisa menatap pemuda itu dengan iba. Dulu ia menjadi kakak yang paling membenci Jungkook. Tapi saat hubungan mereka membaik, Seokjin memiliki hubungan yang paling dekat dengan si bungsu. Hubungan itu jauh lebih dekat dan lebih dalam dari pada hubungan Namjoon dengan Jungkook yang sudah terjalin selama bertahun-tahun. Sungguh miris, tapi semua sudah terjadi.

Lee Ajumma membantu Seokjin berdiri. Beliau tuntun pemuda berusia 26 tahun itu menuju ke kamarnya di lantai satu. Saat berada di dalam kamar, Lee Ahjumma membawa tubuh Seokjin untuk duduk di tepi tempat tidur. Sementara Lee Ajumma berlutut di hadapan pemuda itu sambil menggenggam jemari tangan kanan Seokjin dengan sayang setelah sebelumnya mengambil sesuatu dari dalam lemari pakaian.

"Tuan muda..." panggil Lee Ahjumma lembut. Seokjin tak menjawab, namun netranya mau menatap wajah renta perempuan itu.

"Sebenarnya, beberapa hari yang lalu saya menemukan surat dari tuan muda Jungkook untuk tuan muda. Apa tuan muda mau membacanya?" tanya Lee Ajumma lirih. Seokjin tak menjawab, tapi ekspresi wajahnya terlihat sangat kaget.

Lee Ajumma tersenyum lembut. Jemari tangan kanan beliau mengusap wajah tampan di hadapannya yang terus basah oleh air mata. Setelah itu beliau meletakkan sebuah amplop kecil di tangan tuan muda sulungnya.

"Saya menemukan ini di lemari makan sekitar tiga hari yang lalu, tuan muda." ucap Lee Ajumma lalu meninggalkan Seokjin di kamarnya seorang diri.

Sepeninggal Lee Ahjumma, Seokjin menatap amplop kecil di tangannya. Ada tulisan Jungkook di sana. "Untuk Jin Hyung". Hanya tiga kata itu yang tertera di amplop berwarna ungu dalam genggaman tangannya.

Dengan tangan gemetar, Seokjin membawa amplop itu ke tangan kirinya yang masih sakit. Terasa ada sesuatu di dalamnya yang membuat pemuda berusia 26 tahun itu bergegas untuk membukanya. Sebuah flashdisk dan secarik kertas seukuran kartu nama berwarna lembut.

Maaf karena aku pergi tanpa mengatakan apa-apa pada Hyung.

Aku harus pergi Hyung, demi mengembalikan kebahagiaan keluarga Kim yang hilang karena kehadiranku. Jangan pernah bersedih karena aku, Hyungie. Setelah ini aku tidak akan pernah merasa sakit atau sedih lagi.

Saranghae, Hyung. Terima kasih untuk semuanya. Tolong sampaikan permintaan maafku untuk hyungdeul.

Oh... Mian, ini belum sempat diedit. Jadi mungkin akan mengejutkan Hyung di bagian paling akhir.

Membaca tulisan mendiang adik bungsunya membuat air mata Seokjin kembali lolos dan menetes di pipi. Isakan pemuda itu kembali terdengar.

"Kookie...." panggil Seokjin lirih. Ia menutupi kedua matanya menggunakan tangan kanan. Ia terisak-isak merasakan rasa sakit karena penyesalan di hatinya yang begitu besar.

Seokjin menangis sendirian lebih dari sepuluh menit. Setelah perasaannya sedikit tenang, ia memberanikan diri untuk membuka isi flashdisk peninggalan Jungkook untuknya. Ia pasang benda mungil itu di TV LED di kamarnya. Hanya ada satu file saja dengan tulisan Untuk Hyungdeul.

Pemuda berbahu lebar itu menghela napas dan membuka file yang ada. Layar berukuran 40 inci itu terlihat memutar sebuah rekaman video.

Terlihat di layar Jungkook sedang duduk di sebuah kursi tanpa sandaran. Di sampingnya ada Jackson yang terlihat mencondongkan tubuhnya ke arah Jungkook karena sedang merapikan rambut hitam pemuda itu.

𝐂𝐚𝐧 𝐈 𝐇𝐨𝐩𝐞?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang