🍁 XXXIV 🍁

1.1K 88 2
                                    

Taehyung terlihat sedang berjalan sendirian menyusuri jalan dengan bahu yang lesu. Jimin yang biasanya selalu bersamanya tidak terlihat karena pemuda itu memang meninggalkannya saat keluar dari kampus. Ia sedang ingin sendirian untuk merenungkan banyak hal.

Langkah pemuda itu gontai dan sering menghela napas berat. Ia ingin sekali menangis, tapi air matanya tak mau keluar.

Sejak kepergian adik bungsunya, hati pemuda berusia 22 tahun itu begitu hampa. Ada bagian dirinya yang hilang, seolah ikut pergi bersama dengan adik yang sangat disayanginya namun juga sering ia sakiti itu.

Taehyung masih mengingat dengan jelas bagaimana ekspresi kecewa dan putus asa Jungkook saat mulutnya menyuruhnya untuk menghilang. Tatapan matanya yang kosong, memperlihatkan betapa ia telah kehilangan harapan. Dan hal itulah yang telah membuat sang adik memutuskan untuk mengakhiri hidupnya. Semua terjadi karenanya, karena kemarahan yang hadir dalam sekejap mata.

Seandainya ia tidak mengucapkan kata-kata itu, mungkin saat ini Jungkook masih berada di sisinya. Mungkin saat ini, ia tengah bersendau gurau bersama Jungkook dan seluruh keluarganya. Tapi semuanya sudah terlambat. Ia telah menghancurkan hati Jungkook, dan kini sang adik telah pergi untuk selamanya. Hanya penyesalan yang kini tersisa untuknya.

Sungguh... Taehyung merasa tidak sanggup menanggung beban itu dalam hatinya. Ia ingin pergi dan menghilang bersama rasa penyesalan yang menggerogoti perasaannya. Ia tidak pantas hidup setelah apa yang dia lakukan kepada adik bungsunya yang sama sekali tidak pernah melakukan kesalahan. Jika bukan karena ucapan dari Seokjin, maka dia pasti akan membunuh dirinya sendiri pagi itu.

Taehyung ingat, dulu, ia dan kakak sulungnya itu benar-benar membenci Jungkook. Bahkan menyebut namanya saja tidak mau. Tapi setelah hubungan dengan sang adik membaik, Seokjin menjadi sosok kakak yang paling menyayangi Jungkook. Rasa sayangnya melebihi kasih sayang Namjoon yang sudah sejak lama dekat dengan si bungsu.

Setelah Jungkook pergi, Taehyung sempat merasa dibenci oleh Seokjin. Karena sang kakak hanya diam saja, pemuda itu merasa jika Seokjin telah menyalakannya atas kepergian adik bungsu mereka. Ia tidak menyadari bahwa dirinyalah yang telah menjauhkan diri dari sang kakak padahal saat itu Seokjin sangat membutuhkan perhatian darinya. Ia tidak menyadari jika keadaan Seokjin masih sangat lemah karena kecelakaan yang menimpanya.

Ia baru mengetahui bahwa Seokjin selalu sendirian. Karena ternyata, tak hanya dirinya saja, saudara-saudaranya yang lain juga telah menutup diri dari sang kakak sulung. Mengetahui kenyataan tentang hal itu, membuat perasaan Taehyung menjadi semakin bersalah. Ia merasa telah gagal menjadi adik yang baik untuk sang kakak tercinta.

Taehyung menghela napas lagi. Hatinya terasa begitu berat hingga membuatnya begitu sulit untuk bernapas. Tanpa ia sadari, tangan kirinya memukul-mukul bagian dada kirinya. Ia berusaha untuk mengurangi rasa sakit yang dirasakannya.

Setelah berjalan cukup lama, pemuda bermata elang itu menghentikan langkahnya saat netranya menatap sekeliling. Ia mencoba mencerna dimana ia berada saat ini. Saat ia menyadari, rupanya kini ia sudah berdiri di kompleks pemakaman.

"Mengapa aku tiba-tiba ada di sini?" Gumam Taehyung lirih. Netra pemuda itu seketika berkaca-kaca karena rasa rindu yang teramat dalam.

Taehyung melanjutkan langkahnya. Ia menuju ke makam adik bungsunya dengan tangan yang gemetar. Air mata telah jatuh meskipun ia berusaha untuk menahannya.

"Eoh... Taehyung Hyung?" Sebuah suara mengejutkan pemuda berusia 22 tahun itu. Ia menoleh mencari ke arah sumber suara, tak jauh darinya, sosok Yugyeom dan Bambam terlihat melangkah mendekatinya.

"Yugyeom-ah, Bam-ah...."

"Hyung ingin mengunjungi Jungkook juga?" Tanya Yugyeom yang membuat Taehyung terkejut.

𝐂𝐚𝐧 𝐈 𝐇𝐨𝐩𝐞?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang