02. Pacar?

2.7K 403 207
                                    

〰

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jum'at pagi, dengan suasana taman rumah sakit yang terasa lebih tenang dari biasanya. Felix membawa dua cangkir kopi di tangannya seraya membawa kedua tungkai kakinya menuju sang pemuda surai hitam, yang tengah memainkan ponselnya di kursi taman.

"Selamat pagi, Kak Abin!"

Changbin tersentak saat suara sedalam palung mariana menyapa pendengarannya. Jakarta, Pemuda pemilik rahang tegas itu tak habis pikir dengan suara dalam Felix yang sama sekali tak sinkron dengan wajah manisnya.

"Kak, gak lagi ke sambet 'kan?" Felix kembali bersuara ketika dilihatnya Changbin hanya menatapnya dengan polos.

"Eh, Selamat pagi psikolog Lee." Balas Changbin merasa kikuk karena sudah menatap atasannya begitu lama.

Felix merengut tak suka, "kan udah aku bilang jangan terlalu formal, panggil biasa aja. Fe-lix." Jelas pemuda manis itu dengan diakhiri mengeja namanya sendiri.

"Atau mungkin Kak Abin bisa panggil—

Emm, adek? Hehe."

Jakarta lagi dan lagi, Changbin hanya bisa menggigit pipi dalamnya untuk menahan rasa gemas yang menguar begitu saja dari otak dan hatinya.

Oh ayolah Jakarta, tak hanya Changbin. Mungkin kalian juga akan merasakan hal yang sama saat melihat pemuda bersurai pirang itu mengakhiri ucapannya dengan kekehan renyah bak seorang anak berusia tiga tahun, sangat polos.

"Yah, gak asik. Kak Abinnya bengong terus."

"Mikirin apa sih Kak? Kompor belum di matiin di rumah?" Celoteh Felix seraya mendudukkan dirinya tepat di samping Changbin.

"Udah kok." Balas Changbin sigap, yang langsung dihadiahi dengusan Felix. Hah, Changbin benar-benar pemuda yang membosankan.

"Nih, kopi."

"Makasih."

"Hari ini, kita bakalan ketemu pasien pertama yang bakalan kita tangani bareng 'kan?" Tanya Felix memastikan.

Changbin mengangguk sekilas, "Namanya Genta, umurnya sebelas tahun. Pengidap PTSD."

"Trauma? Di umur sebelas tahun?" Tanya Felix meyakinkan. Changbin mengangguk seraya mengalihkan tatapannya dari si pemuda manis.

"Dia datang dari panti asuhan. Pihak panti bilang, Genta datang ke panti sendirian sambil bilang ke semua orang kalau ayahnya orang jahat." Jelas Changbin.

Jakarta, Felix memiliki hati yang mudah tersentuh. Selama ia hidup, terlalu banyak kasih sayang yang ia dapatkan sehingga ia tumbuh menjadi pribadi yang ramah dan penuh kelembutan.

Psikologi, satu dari beribu impian seorang Lee Felix. Sekarang, impian itu tengah Felix jalankan. Niatnya, ingin membagi kasih sayang yang ia dapatkan pada orang-orang yang tak seberuntung dirinya dan tentu saja, dengan penuh ketulusan.

Levant ¦ ChanglixTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang