08. Tentang Rasa

2.2K 364 151
                                    

〰

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jogjakarta, Bandar udara Adi Sucipto di minggu pertama bulan januari kali ini terasa lebih ramai. Banyak orang yang mengambil penerbangan domestik dan luar negeri untuk pulang sehabis liburan akhir tahun.

Changbin, pemuda dengan setelan serba hitam itu duduk di kursi waiting room. Mata elangnya menatap kosong, pikirannya terus memutar memori lama di tahun-tahun sebelumnya.

Changbin terkekeh hampa di balik masker hitamnya, tak menyangka ia masih bernapas di tahun ini. Dua ribu sembilan belas, Changbin masih bisa pulang ke kampung halamannya.

Jogjakarta, sebuah panggung semesta yang kebanyakan orang bilang sebagai kota istimewa, kota penuh cerita, dan kota romantis untuk merajut kisah penuh cinta.

Namun bagi Changbin, kota ini adalah sumber segala luka. Sejak pertama kali ia menyuarakan tangisnya di bumi Jogja, Changbin tak pernah merasakan namanya bahagia. Hari-harinya penuh luka, duka dan tawa hampa.

Hingga ia rasanya ingin mati saja. Untuk apa hidup hanya untuk menikmati senyum bahagia orang-orang? Buat iri dan menambah luka saja.

Namun, Jogja. Nyatanya Changbin tak bisa mati atas keinginannya saja. Ada satu garis takdir yang sudah sang penguasa semesta tuliskan, iya tentang kematiannya.

Jadwal mati sudah ada, lalu apa jadwal Changbin untuk bahagia juga di tulis oleh sang penguasa semesta dalam garis takdir hidupnya?

Sepertinya tid—

"Ambil penerbangan kemana Kak?"

Changbin tersentak, dengan cekatan ia menolehkan kepala pada sumber suara. Tepat berada di sisi kanan tubuhnya, terdapat seorang pemuda manis tersenyum bak anak tk.

"Pasti domestik ya?" Tebak pemuda itu seraya membawa tas kecilnya ke depan dada.

Changbin mengangguk kaku, masih terkesima dengan wajah dan suara pemuda manis itu. Suaranya sedalam samudra, namun wajahnya terlihat seperti bocah tk.

"Ke Jakarta?" Lagi, pemuda itu bertanya.

Changbin kembali mengangguk kecil. Mata elang pemuda Seo menatap sepasang netra si pemuda manis, dan betapa terkejutnya ia ketika manik kembar itu berkilauan penuh binar.

Changbin belum pernah melihat manik seseorang bisa seindah itu.

"Wah, akhirnya aku nemuin orang yang mau ke Jakarta juga!" Pekik si pemuda manis.

Changbin melihatnya, ketika sudut bibir si pemuda manis saling menarik ke atas. Buat satu lengkungan sederhana dengan kedua pasang kelelopak matanya yang menyabit sempurna.

Jogja! Changbin tak pernah tahu jika ada salah satu manusiamu yang secantik dan semanis ini!

"Felix?! Ah. Iya bener! Akhirnya ketemu juga."

Levant ¦ ChanglixTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang