CHAPTER 6: WITH YOU

119 26 3
                                    


🅂🄰🄽🄷🄰 🅂🄰🅈🄰🄽🄶 🄼🄰🄻

Kotak-kotak nggak di kalian?

.

.

.





Setiap orang memiliki ceritanya masing-masing dalam perihal mencintai. Banyak cara dan banyak cerita yang terjadi tentang cinta dikehidupan setiap orang. Datangnya cinta tak pernah diduga, semuanya terjadi secara alami. Namun, bagi segelintir orang, cinta adalah hal yang tidak penting bahkan menyakitkan. Ada yang terlalu nyaman menjalani kehidupannya sekarang sehingga menganggap bahwa cinta bukanlah hal yang penting. Dan ada juga mereka yang takut terjebak dalam kubangan cinta yang dalamnya bagaikan Palung Mariana, dan saat terjatuh kemudian tenggelam tak dapat menemukan jalan keluar.

Sama halnya seperti apa yang dialami oleh Jerim sekarang, dirinya benar-benar takut kejadian masa lalu terulang lagi. Dirinya hanya mencintai seorang diri, cintanya tak terbalas. Walaupun dulu dia sadar, apa yang ia rasakan dulu semasa kecil hanyalah cinta monyet yang memalukan. Maka dari itu, sampai sekarang dia tak pernah membuka hati untuk seseorang. Setiap didekati oleh lelaki, dia tak pernah menanggapi.

Dia tidak mengerti dengan dirinya yang kemarin, mengapa dia mau saja membantu Sanha, padahal resikonya terlalu besar. Lihat saja sekarang, bahkan Sanha sudah berani mengajaknya kencan. Tidak ada salahnya ‘sih, dia sudah sedikit memiliki perasaan kepada Sanha, namun yang ia takutkan adalah cinta sepihak. Itu benar-benar menyakitkan dan Jerim tak ingin kisah yang dulu terulang kembali.

Sanha itu tampan, siapa yang tidak mau? Dan juga, wajahnya itu mengingatkan dengan seseorang di masa lalunya.

“Kamu mau naik wahana apa?” Tanya Sanha, sembari merapikan topinya yang sedikit miring karena tertiup angin. Ngomong-ngomong, Sanha menggunakan kemeja hitam bermotif bunga hibiscus rosa sinensis berwarna merah. Dengan celana kain berwarna putih gading panjang yang sedikit ketat, tak lupa ia menggunakan topi dan masker untuk menutupi sebagian dari wajahnya. Tampan sekali.

“Nggak mau naik apa-apa, aku cuma mau jalan-jalan.” Jerim menjawab pertanyaan Sanha sembari mengedarkan pandangannya dan melangkahkan kaki.

“Terus ngapain kita kesini?”

“Nggak tahu, kan kamu yang ngajak aku.”

“Makanya aku tanya kamu, mau ngapain kita?” Sanha sabar sekali menghadapi sikap Jerim yang sedikit dingin ini. Sanha mengerti.

Untung cantik, batin Sanha.

“Seharusnya kalo kamu ngajak aku kencan kayak gini disiapin dulu mau apa. Kamu kan cowok, harusnya ngerti apa diinginkan ceweknya.” Tangan Jerim sudah terlipat di depan dada sekarang, tak lupa dengan menunjukkan eskspresi kesalnya.

“Emang kamu cewek aku?”

“Menurut kamu?”

“Kamu berharap jadi cewek aku, ya?” Goda Sanha, matanya mengerling ke arah Jerim yang menatapnya jengkel tapi pipi gadis itu sedikit memerah.

Jerim berdecak, sedikit menyesal memberikan wejangan tentang cara berkencan kepada Sanha.

Tertawa kecil, Sanha kembali bersuara, “mau ice cream?”

Tatapan jerim yang awalnya sedikit menyeramkan, berubah menjadi tatapan seperti seorang rubah yang jinak. “Mau!” Jerim sangat antusias ketika ditawari ice cream, memang itu kesukaannya.

Cheftography: Yoon Sanha ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang