Berdamai dengan Masalalu
Dua hari pasca Najla keluar dari rumah sakit, Najla tidak langsung memutuskan untuk kembali ke Jakarta. Dirinya masih ingin tinggal sehari-dua hari bersama Bude Sari. Berbeda halnya dengan orang tua nya yang harus kembali ke Jakarta karena masih banyak pekerjaan yang harus diselesaikan. Nafis sengaja meminta Radit-sekretarisnya untuk mengatur ulang jadwalnya selama seminggu ke depan. Nafis ingin memperbaiki hubungannya terlebih dahulu dengan Najla.
Pagi ini, Najla membantu Bude Sari masak seperti biasanya. Kali ini Najla lebih bersemangat karena ingin membuat makanan kesukaan suaminya, opor ayam. Najla sudah bilang sebelumnya pada Bude Sari untuk membuatkan menu masakan itu. Bahan-bahan sudah tersedia di dapur, sesuai dengan arahan Bude Sari, Najla memasak semua bahan sampai menjadi opor ayam.
"Bude, ini enak nggak ya ini jadinya?" tanya Najla yang sibuk menunggu kuahnya mendidih.
"Harusnya enak dong, kan resep Bude," jawab Bude Sari.
"Iya, dari resepnya sih pasti enak. Tapi kan sekarang yang masak Nana, bukan Bude. Ini karena sentuhan aku aja bisa-bisa berubah rasanya," balas Najla.
"Pasti enak nduk, apalagi kalau kamu buatnya pake cinta buat orang tercinta," kata Bude Sari diakhiri tawa, membuat Najla juga ikut tertawa.
Kegiatan masak sudah selesai dilakukan oleh Najla dan Bude Sari. Saat ini semuanya sudah duduk di kursi meja makan untuk menyantap sarapan. Najla merasa bangga pada dirinya sendiri karena sudah bisa membuat makanan kesukaan suaminya, meskipun masih dengan bantuan Bude nya.
"Assalamualaikum." terdengar ucapan salam diiringi ketukan pintu depan.
"Biar Najla aja yang buka," kata Najla kemudian segera menuju pintu depan.
"Waalaikumussalam," jawab Najla setelah pintu terbuka.
"Oh masyaallah Pak Camat, silakan masuk. Kebetulan kita mau sarapan, gabung yuk!" ucap Najla kemudian mengajak Daffa untuk ikut sarapan bersama.
"Ibu bilang kamu sakit ya? jadi aku kesini, sekalian bawain bubur ayam beli di pojok Malioboro," balas Daffa yang terus mengikuti langkah Najla menuju ruang makan.
"Makasih loh Daff, jadi ngerepotin kamu. Aku sekarang udah lebih baik," jawab Najla.
Keduanya ngobrol sambil jalan menuju ruang makan. Sesampainya Daffa di ruang makan, antara Daffa dan Nafis saling bertukar pandang penuh tanya. Najla mempersilakan Daffa untuk ikut duduk, sedangkan Bude Sari memperkenalkan Nafis pada Daffa dan sebaliknya.
"Daff, ini Nafis suaminya Nana," kata Bude memperkenalkan Nafis.
"Nafis," kata Nafis mengulurkan tangannya, sedangkan Daffa masih bingung mencerna apa yang baru saja disampaikan oleh Bude Sari mengenai laki-laki yang katanya berstatus sebagai suami Najla.
"Oh iya, Daffa, temennya Najla waktu masih kecil dulu," kata Daffa berusaha bersikap biasa saja.
"Oh iya, ini aku bawain bubur ayam, kesukaan Nana," kata Daffa memberikan bungkusan bubur ayam.
"Masih hangat ya, makasih banyak ya Daff, jadi enak aku," balas Najla sambil tertawa setelah menerima bubur dari Daffa.
Selama sarapan, suasana ruang makan tak hanya terdengar dentingan piring saja. Daffa dan Najla sesekali membuka perbincangan disela-sela makan. Kedekatan Daffa dengan Najla membuat Nafis merasa tidak suka. Terlebih Nafis melihat jelas dari mata Daffa, bahwa laki-laki itu menyimpan rasa pada istrinya.
Usai sarapan, Nafis dan Najla harus pamit pada Bude Sari untuk kembali ke Jakarta. Najla tidak bisa egois mementingkan keinginan dirinya sendiri, suaminya memiliki tanggung jawab besar atas perusahaan yang ia pimpin. Selama dalam perjalanan menuju Jakarta, tangan Najla tidak pernah lepas dari genggaman Nafis, ia pun juga tidak ingin melepas apa yang sudah ia miliki.
KAMU SEDANG MEMBACA
Separuh Agamaku ✔ [TAMAT]
Spiritual[SELESAI || Romance - Spiritual - Travelling] Bandara, menjadi salah satu tempat bersejarah untuk seorang Najla Hilyah Mumtazah. Meski hampir tiap bulan sekali mengunjungi bandara, tapi untuk saat itu sangat berbeda. Dimana dipertemukanya dia dengan...