"Tunjukkan kepada saya, selain di sudut ini, di mana lagi alat itu bisa di pasang?" mata Naraya menatap awas pada setiap gerak Bima.
Alat penyadap yang ditempelkan di sofa, desain bauhaus yang telah selesai dengan sempurna tersebut lenyap. Tidak ada jejak orang. Sekalipun sistemnya sudah di-nonaktifkan, tetap saja rekaman itu masih lengkap pada alat tersebut.
CCTV ? Kalau ada tidak mungkin Naraya memanggilnya. Saat masuk ke ruangan Naraya, Bima melihat beberapa orang berseragam keamanan bertopeng lengkap dengan senjata.
"Jeniusnya, bukan cuma jejak yang tidak terekam, tapi dia tahu dengan jelas ruangan ini." Naraya menambahkan, "Kalaupun saya ledakkan gedung ini sekarang juga, tidak akan ada hasil."
Artinya, ada campur tangan karyawan dalam kasus ini.
"Sandi pintu sudah diganti, akses masuk ke sini mustahil adanya." Damar ikut frustasi. Saat meeting tadi, Naraya menyuruhnya keluar bertemu klien penting, dan baru kembali saat mendapat telepon dari Naraya.
Mengambil tindakan tegas kali ini tidak akan menemukan jalan keluar. Jadi, Naraya memutuskan untuk bermain cantik.
"Umumkan pada seluruh karyawan selesaikan semua proyek selesai dalam waktu tiga hari."
Apa? Bima menatap tak percaya pada Naraya.
Kepada Bima, Naraya mengatakan, "Selama 3 hari itu, serahkan laporan pengerjaan kepada saya. Khusus dari saya ada tunjangan seumur hidup untuk mereka yang selesai tepat waktu."
Perintah dari Naraya diterima oleh Bima. Tiga hari, timnya dibantu seluruh awak pengadaan harus menyelesaikan 750 proyek yang baru didesain mentah olehnya. Dan ia mendapat perintah untuk mengawasi, bukan mengerjakan proyek tersebut.
Keringat Bima menyentuh helai baju yang dikenakannya. Nasib tim juga awak perusahaan dipertaruhkan mulai hari ini.
Satu kartu diserahkan Naraya kepada Bima disaksikan langsung oleh sepuluh orang bersenjata lengkap juga Damar sebagai sekretaris Naraya.
Dari Damar, Naraya mengetahui jika dari semua kepala staf, saat ini hanya Bima yang bisa dipercaya dan diandalkan. Selain ketangkasannya, laki-laki itu juga bisa meretas sistem pengganggu keamanan.
"Kartu akses masuk ke ruangan saya. Kamu akan tahu siapa dalang dibalik kejadian ini." bisikan Naraya membuat dingin sekujur tubuhnya.
Artinya Naraya mulai mengikat tali dilehernya. Sumpah, Bima lebih memilih menjadi kacungnya ketimbang menjadi mata-mata yang kapan saja bisa digorok oleh wanita itu.
"Kamu tahu sistem kemananan Prima sudah berada di tangan yang salah, lakukan yang terbaik untuk saya."
Setelah itu, dikawal lima orang petugas dan sekretarisnya, Naraya keluar dari ruangannya meninggalkan Bima dengan lima orang petugas yang siap membantunya.
Bima mulai bekerja. Mencari celah di sudut desain yang sudah sempurna dikerjakannya. Peralatan yang disediakan Naraya cukup membantunya untuk membongkar tanpa merusak sofa tersebut.
Dari empat sudut ia menemukan dua bekas tempat alat penyadap itu ditempel.
Petugas keamanan ikut mengamankan tiga dari empat alat bukti yang ditinggalkan pelaku. Sebuah pin berhasil diamankan oleh Bima dalam saku jas-nya.
Tanpa pin itu ia pasti akan kesulitan menemukan pelaku. Setelah itu ia akan menemui pelaku.
"Alat bukti sudah saya serahkan. Saya keluar sebentar."
Para petugas mengizinkan karena mereka akan kembali ke markas untuk menelusuri kasu tersebut.
Haris Dinata. Anggota parlemen penyeleksian proyek andalan Prima. Seseorang yang sangat dekat dengan Naraya. Bagaimana caranya Bima menangani masalah ini? Kecurigaan awalnya pada anggota timmya terbantahkan sedini mungkin.
Dari asisten Haris, Bima mengetahui jika pria itu sedang ada perjalanan bisnis.
Lantas apakah ia harus mendapatkan izin dari Naraya untuk menggeledah ruangan anggota parlemen itu?
Sejauh yang diketahui oleh Bima, tidak ada kasak-kusuk laki-laki itu dengan Naraya. Apakah ada suatu hal yang tidak diketahuinya?
Satu nama muncul dalam pikiran Bima. Sesegera mungkin ia menghubunginya. "Ibu bersama pak Damar?"
Usai mendapat jawaban dari seberang, Bima meluncur dengan cepat ke alamat yang dikirimkan Damar.
Satu jam perjalanan, Bima tiba disebuah bangunan dikelilingi makam yang sudah berusia puluhan tahun hingga yang tanahnya masih basah.
Ditelisik dengan jelas, tidak ada tanda-tanda kehidupan di daerah tersebut. Keadaannya sepi tak berpenghuni. Mengikuti arahan Damar, Bima berhasil menemukan tempat parkir yang sudah berjejer tiga mobil di sana.
Lantai tiga harus ditempuh oleh Bima melalui tangga untuk tiba di tempat Naraya berada.
Pemandangan pertama kali yang dilihat oleh Bima adalah seseorang yang diikat dengan wajah lebam dan penuh noda darah.
"Istrimu baru saja keluar dari rumah sakit tanpa membawa anak kalian, apa yang sedang kamu tunggu?"
Desisan suara Naraya menghimpit pendengaran Bima.
"Jaminan apa yang diberikan bajingan itu untukmu?"
Tidak ada jawaban. Dan Naraya menghentikan seorang laki-laki yang mengenakan topeng saat ingin memukul.
"Gali makamnya dulu." heels Naraya mulai menghentak lantai kusam bangunan tersebut.
"Prancis."
Satu nama negara keluar dari mulut laki-laki yang sudah babak belur.
"Jeruji besi, bisa membuat hidupmu lebih baik." setelah memberikan keputusan pada kaki tangan laki-laki yang mengkhianatinya, Naraya membalikkan tubuhnya.
Matanya bertubrukan dengan manik milik Bima. Sesaat mereka saling bertatapan dalam artian yang berbeda.
"Siapkan tiket. Dua jam lagi kita ke Prancis." kalimat itu ditujukan pada Bima. Laki-laki yang disadari kebedaraanya oleh Naraya.
Naraya mengulurkan tangannya hingga membuat Bima bingung.
"Untuk siapa lagi Pin itu?"
Dengan sikap tenang, Bima memberikan alat bukti terpenting yang ditemukan oleh Bima. Tidak perlu ditanyakan lagi dari mana Naraya tahu tentang alat yang sudah disembunyikannya itu. Ia baru saja ingin mengatakan tentang Haris Dinata, tapi mata kepalanya menyaksikan sendiri laki-laki yang terikat di sana merupakan sopir Haris. Artinya Naraya sudah tahu lebih dulu dalang dibalik permainan ini.
"Kabari ibumu. Kalau kamu tidak akan pulang selama tiga hari ke depan." segala sesuatu tentang Haris telah dipersiapkan sesempurna mungkin oleh Naraya. Kepolisan Prancis ada di pihaknya.
"Baik."
Bima mengikuti langkah kaki Naraya dan Damar hingga ke parkiran. Mataya sibuk mencari keberadaan mobilnya yang jelas-jelas diparkir tepat di samping mobil Naraya.
"Tunggu apa lagi?"
"Maaf Bu. Saya cari mobil saya dulu."
"Masuk. Kita cuma waktu dua jam untuk tiba di Bandara."
Dalam hati, Bima hanya mampu mengucapkan Laahawlaa walaa quwwata illaa bilaahil 'aliyyil 'adhiim ketika Naraya memeberitahu keberadaan mobilnya.
"Tidak ada yang boleh meninggalkan jejak dari tempat ekseskusi." hanya itu penjelasan dari Naraya setelah mengatakan mobilnya sudah dihancurkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wanita Penguasa (Tamat- Cerita Lengkap Di PDF)
General FictionJatuh, bangun. jatuh dan bangun lagi untuk berjuang hingga titik darah penghabisan. Bait ke berapa dalam sejarahnya, hingga wanita itu dikenal kejam dalam mengambil keputusan?