14

7.5K 1K 80
                                    

"Ada apa malam-malam berkunjung?"

"Sebagai sepupu yang baik, juga sebagai walimu, aku mau membuat sedikit syukuran."

"Jangan macam-macam. Aku tidak memberimu perintah."

Sebelah kaki Damar cukup sigap menahan pintu yang akan ditutup oleh Naraya.

"Aku bilang sedikit, bukan ngundang rakyat Indonesia."

"Pulanglah." Naraya menatap tajam sepupunya.

Jauh-jauh dirinya datang untuk  sedikit berpesta ikut merayakan kebahagian Naraya dan Bima, kenapa juga harus mendengarkan Naraya?

Kali ini saja, ia akan membangkang.

"Suamimu mana?"

"Kamu tidak mau mendengarkanku?"

"Maaf tidak untuk kali ini." Damar memaksa masuk hingga pintu rumah Naraya terbuka lebar.

"Kamu akan menyesalinya, Damar."

"Tidak apa. Aku akan bekerja sebagai OB dan suamimu menjadi sekretaris baru."

Tatapan tajam Naraya diabaikan Damar.

"Pak Damar?"

Melihat suami adik sepupunya, Damar bagaikan bertemu dengan pangeran Dubai. Masa depan Naraya sangat tepat berada dalam genggaman Bima.

"Santai saja. Di sini aku adik iparmu."

Bima melirik ke arah sang tuan rumah.

"Saya tinggal, mungkin ada yang harus kalian kerjakan."

"Aku mengunjungi kalian."

Bima menatap heran. Raut wajah kedua saudara itu berbeda. Yang satu santai, satunya lagi siap menelan orang.

"Kalian pasti sudah makan malam. Jadi, akan kubuatkan kopi untuk acara malam ini."

Bima tidak mengerti, ingin bertanya, tapi tidak tahu harus bertanya pada siapa. Lebih baik ia mengikuti Damar ke dapur.

"Kenapa ke sini? Temani dia."

"Kami tidak sedekat itu."

Damar berdecak. "Kalau seperti ini ya tidak akan pernah dekat.".

"Kami juga tidak pernah mengobrol."

Damar tahu, tidak perlu dijelaskan. Ia mengenal dengan baik wanita itu.

"Sekarang pergilah ke ruang tamu. Biarkan saya bekerja." sungguh Damar ingin menjadi sepupu yang berguna. Setidaknya sekali ini saja.

Bima menjauh, tapi bukan pergi. Ia duduk di bangku besi. Ke ruang tamu, ngapain? Paling wanita itu akan terus melihat layar tablet. Sementara dirinya paling malas melihat ponsel kecuali memang ada yang penting.

"Selesai. Kita ke depan."

Dari belakang, Bima mengikuti sepupu sekaligus asisten Naraya.

Wanita itu tidak berada di ruang tamu. Damar dan Bima menuju ke ruang keluarga, tetap saja, wanita itu tidak ada di sana.

"Coba cek di kamar."

Bima menggeleng dengan cepat. Itu bukan wilayahnya.

"Kamu suaminya."

Peringatan Damar tidak bisa dijadikan alasan kuat. Itu Naraya, bukan wanita lainnya. Bima masih sayang anggota tubuhnya.

"Bapak saja."

Kesal, Damar berkata dengan bijak. "Kamu hanya mengetuk pintu kamar, memanggil Naraya bukan menciumnya."

Sama saja. Bima tidak berani. Kejadian satu minggu yang lalu tentang kemeja putih, bisa membuat mood wanita itu hancur. Promax  Damar menjadi korban. Kalau mengetuk pintu kamar Naraya, bisa saja tubuhnya dimutilasi.

Wanita Penguasa (Tamat- Cerita Lengkap Di PDF)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang