7.|| DREAM CATCHER

194 38 39
                                    

7. DREAM CATCHER

"AKSA!!" Aksa memberhentikan langkahnya ketika lengkingan suara itu terus saja mengusik telinga. Tatapanya yang datar membuat siapa saja pasti takut untuk mendekat bahkan mengajaknya bicara. Tapi berbeda dengan Rana yang malah dengan berani meraih lengan Aksa. Mencekalnya dengan kuat sampai-sampai Aksa berbalik badan. Rana memandang orang dihadapanya kini yang menatap lurus tepat ke arah pupil matanya. Sesegera mungkin, Rana mengalihkan pandangan pada apa saja yang ada di sekitarnya saat ini.

"Rana capek tau teriak-teriak mulu manggil-manggil Aksa," ucap Rana begitu sudah menetralkan napasnya. "Tuh kan keringetan. Aksa sih gaya gaya nggak denger segala," lanjut Rana sambil menyeka buliran keringat yang tercucur membasahi dahinya.

"Siapa suruh lo ngejar gue?" tanya Aksa ketus. Rana mendelik menatap Aksa yang tinggi badanya sedikit lebih dari tubuh Rana.

"Kok Aksa yang jadi marah sama Rana. Kan harusnya Rana yang marah sama Aksa." Rana menggembungkan pipinya di hadapan Aksa, membuat lawan bicaranya memutar bola mata malas.

"Apa yang lo mau sih?" tanya Aksa dengan nada yang sudah sebal. Mood nya hari ini tidak baik karena pertikaianya dengan Langit yang belum usai juga. Ditambah lagi gadis dihadapanya kini yang seolah selalu mengusik hidupnya.

Rana membuka tasnya dari arah samping. Mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya. "Nih, yang satu buat Aksa. Yang satu buat Rana," ucap Rana dengan malu-malu. "Kemarin Rana ke pasar malem, trus ada ini. Warnanya sepasang lagi, yaudah Rana beli buat Aksa satu buat Rana satu." Tanganya terulur memberikan benda bulat berwarna hitam itu dengan bulu-bulu halus di bagian bawah.

"Sarang laba-laba?" Aksa yang tidak tahu apa benda yang dia pegang itu pun bertanya.

"Ck bukan Aksa. Itu namanya dream catcher, penangkar mimpi. Mimpi Aksa yang buruk bisa hilang, trus nanti keganti sama mimpi baik," ujar Rana. "Barangkali Rana nanti dateng ke mimpi Aksa, kan seneng." Aksa menaikan satu alisnya ketika mendengar itu. Tatapanya masih jatuh pada benda yang berukuran sedang, berwarna hitam dan sedikit berbulu.

"Gue nggak percaya."

"Aksa harus percaya. Pokoknya Aksa harus nerima dream catcher ini. Terus di pajang di kamar, kalo udah nanti chat Rana," titah Rana begitu menggebu. "Nggak ada penolakan!"

Aksa mendengus sebal. Dengan cara apa lagi dia harus mengatasi Rana agar dia tidak terlalu cerewet. "GUE NGGAK MAU!"

"HARUS MAU!"

Aksa mendekatkan wajahnya pada Rana. Membuat Rana mundur beberapa langkah. "lo bukan tuhan. Kenapa ngatur ngatur?" Napas Aksa begitu halus terdengar karena jarak mereka yang sangat dekat.

"Rana emang bukan tuhan. Tapi kan Rana pacarnya Aksa. Jadi sah-sah aja dong kalo Rana ngasih ginian," ucap Rana sambil mendorong tubuh Aksa agar menjauh dari dirinya.

"TERPAKSA. inget kan, gue nerima lo karena terpaksa," ketus Aksa dengan bibirnya yang menipis marah. "Segitunya lo mau dapetin gue."

"Iya, kayak gini cara Rana dapetin hatinya Aksa. Karena Aksa selalu nggak peka-peka sama perasaan Rana. Yaudah terpaksa pakek cara kayak gini," jawab Rana panjang lebar. "Rana yakin kok lama-lama Aksa juga bakal buka hati buat Rana, cepat atau lambat itu pasti akan terjadi. Dan suatu saat nanti, Aksa akan jadi pacar yang sayang sayang sayang dan sayang banget sama Rana, dan Aksa nggak akan nglepasin  Rana."

"Sok tau banget lo jadi cewek." Nada bicara Aksa meninggi. Membuat siswa lain menoleh kearahnya. Aksa yang menyadari itu buru-buru merendahkan suaranya lagi. Menatap lekat-lekat pada Rana. "Sekarang lo pergi. Dan jangan ngintilin gue lagi," ucap Aksa sebelum berbalik badan dan melesat pergi dari hadapan Rana yang masih diam.

AKSARA (Sudah Terbit) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang