10. Siapa Langit?

Suasana pulang sekolah sama saja, seperti semestinya. Otak yang sudah lelah berpikir, tidak mau diajak berlama-lama untuk tetap meninggali tumpukan buku-buku pelajaran. Makanya, jika dibilang anak-anak lebih suka pulang sekolah dari pada berangkat sekolah itu semua adalah fakta, buktinya wajah mereka tampak senang dan gembira ketika bel tanda pulang berbunyi dengan nyaring, seperti pembangkit semangat. Sama halnya dengan Rana, gadis itu sedari tadi tetap mengembangkan senyumanya, kala Aksa menyetujui untuk mengantarnya pulang. Bahkan jika orang-orang berpikir, senyuman Rana seperti sudah di laminating. Apa tidak kram senyum terus?
"WOII, RANA!! SUMPAH INI DAEBAK PARAH. DEMI JIN KOMANG YANG BERUBAH JADI IRON MAN, AKSA TELPONAN SAMA CEWEK!!" Suara menggelegar itu keluar dari mulut Bia. Berlari tergopoh sambil menenteng tasnya. Tak mendapat reaksi apa-apa dari Rana, Bia mendengus sebal. Mencari cari keberadaan Septi dan Lodya yang berjalan di belakangnya.
"SEPTI!! LO KALO JALAN CEPETAN DIKIT NAPA SIH, LELET BANGET LO KAYAK SIPUT!" maki Bia tak sabaran.
"Heh keong racun ya nggak usah teriak-teriak bisa nggak sih, lo mau gue budeg? Gendang telinga gue copot mau?"
"Shutshutshut, udah ok. Sekarang gue mau lo jelasin ke Rana apa yang baru aja kita lihat di lab bahasa," ucap Bia memerintah Septi. Diantara mereka, Septilah yang menjadi orang paling dipercaya oleh Rana. Berita yang keluar dari mulut Bia akan dianggap hoax, tapi jika di keluar dari mulut Septi pasti sedikit banyak Rana akan percaya.
"Lo udah sedeket apa sama Aksa?" tanya Septi to the point.
"Udah pacaran Septi, kenapa sih?" Bingung Rana. Matanya masih tertuju pada parikiran sekolah. Menunggu Aksa yang belum terlihat juga batang hidungnya.
"Mending ngomongnya jangan disini deh, ada orang banyak," usul Lodya. Mereka tersadar jika kondisi samping mereka tergolong ramai. Dipilihlah lorong utama yang sudah sepi untuk mereka bicara.
"Kenapa jauh-jauh sih? Nanti kalo Aksa lewat gue nggak tau entar gimana?" Rana merajuk. Sempat menolak untuk diajak. Tapi karena bisikan meyakinkan dari Septi akhirnya Rana mau.
"Ran, usul gue ya, lo tu jangan terlalu berharap banyak deh sama Aksa," ucap Septi. Rana spontan langsung menoleh. "Ya nggak usah begitu juga ngliatin guenya Rana."
"Habis lo nya kalo ngomong aneh banget, kenapa cobak gue nggak boleh berharap?"
Mereka bertiga mendengus kesal, dulu Rana tidak sesemangat ini untuk mendekati cowok. Tapi entah mengapa setelah mengenal Aksa dirinya menjadi bucin tingkat akut.
"Gue tadi denger Aksa telponan sama cewek di lab bahasa," papar Septi menyampaikan apa yang tadi dia dengar.
"Kok lo denger, mana bisa, mereka kan telponan. Kliatan banget sih lo kalo bohong sama gue," cibir Rana tak percaya dengan ucapan Septi.
"Mana bahasanya pakek aku kamu lagi, keliatanya udah deket banget gitu ya Dy?" tanya Bia meminta persetujuan dari Lodya.
"Heem, kayak udah akrab banget gitu sama Aksa, nggak canggung deh ya."
"Ck, Rana. Lo tau nggak sih lab bahasa. Kelasnya kan tertutup, jadi suaranya bisa menggema. Tau ah capek gue ngomong sama lo," ujar Septi. Pulang sekolah tadi dirinya mendapat perintah dari guru bahasa Indonesia untuk memanggilkan tukang kebun yang sedang membenahi lampu di lab bahasa. Namun, bukanya tukang kebun yang dijumpai, tapi Aksa yang sedang menerima telepon dari seorang cewek sambil berdiri menghadap ke belakang, membelakangi mereka. Di sampingnya juga ada Raden dan Putu yang tak sadar juga dengan kehadiran mereka bertiga.
KAMU SEDANG MEMBACA
AKSARA (Sudah Terbit)
Teen FictionSelamat datang di kisah Aksa dan Rana💓💓 Aksa Dabian Zaferino. cowok berparas indah dan menawan. Seakan memiliki magnet tersendiri yang membuat semua orang tertarik padanya. Banyak yang menggambarkanya bak malaikat. Namun sayang, parasnya ini berba...