16.|| TENTANG RANA DAN RASA

151 20 50
                                    

16. Tentang Rana Dan Rasa

"Gimana Ran? Aman?" tanya Moddy memastikan yang dilakukan Rana tadi berhasil dengan mulus dan aman pastinya.

"Aman kok, udah aku masukin ke dalam tasnya Aksa," ucap Rana sambil mengacungkan jempol.

"Nanti kalo ketahuan gimana Modd?" Septi yang ikut bersembunyi di balik dinding mengintip dari celah-celah kecil antara tubuh Rana dan Moddy.

"Ya asalkan lo nggak ngomong sama Putu, semuanya aman," jawab Rana. Pandanganya kembali fokus pada Aksa yang masih duduk bersama teman-temanya yang lain di pinggir lapangan. "Eh-eh mereka udah mau masuk kelas," ucap Rana ketika melihat mereka bangkit. Cowok itu membuka seragam putihnya yang basah dengan keringat akibat bermain basket tadi. Tersisa kaus berwarna hitam yang terlihat. Buru-buru Rana dan dua temanya berlari menjauh sebelum Aksa dan yang lain curiga mereka mengintip.

"Kira-kira Aksa suka nggak sama warnanya?" tanya Rana ketika sudah sampai di depan kelas. Hari ini adalah akhir pekan, jadi di jam siang mereka akan sedikit lebih santai karena para guru melakukan anjangsana. Bisa dibilang jamkos atau jam kosong. Tak sedikit dari mereka yang duduk berjajar rapi di depan kelas, hanya untuk membicarakan adik-adik kelas yang lewat atau membicarakan hal-hal yang lain. Disini ada berbagai macam golongan siswa, Rana dan teman-temanya tergolong siswa yang sedang-sedang saja, tidak terlalu nerd dan tidak terlalu liar juga.

"Emang lo milih warna apa?" Kini giliran Bia yang bertanya.

"Aku beli warna item, biar samaan," jawab Rana. "Lagian kalo beli dua juga diskon, pas banget ya kan aku beli buat Aksa."

"Si Aksa udah tau kalo lo kasih begituan." Rana menggeleng. Namanya juga surprise, kalo tau namanya bukan surprise.

"Yakin bakal nggak dibuang sama Aksa? Entar lo mewek lagi topinya di buang," sungut Lodya. "Ya semoga aja enggak sih."

"Kok lo gitu sih Dy, kemarin kan lo dukung gue, kenapa sekarang jadi gini?"

"Namanya juga Lodya, pikiranya suka mencleng kesana sini, kemarin aja katanya enggak suka sama Vigo, eh tau taunya pas gue cek hp nya, nomer Vigo disematkan," ucap Zira. Beberapa waktu lalu memang dirinya belajar bersama dengan Lodya, Zira yang memiliki sifat kepo tak tahan dengan Lodya yang selalu menyembunyikan ponselnya. Alhasil ketika Lodya lengah, Zira langsung membuka roomchat dan melihat nama Vigo berada di paling atas. Tak sopan memang, tapi ya bagaimana, asalkan rasa penasaran itu sudah terbayarkan, prinsip Zira ya bodo amat.

"Rana, lo jangan nikung gue dong," ucap Lodya. Rana mengerutkan kening. Menikung? Menikung bagaimana? Lodya kira ini pertandingan motor Gp?

"Nikung gimana sih?" tanya Rana yang masih bingung.

"Katanya kemarin Vigo pergi sama lo ke supermarket kan ya?" Rana mengangguk. Memang benar apa yang dikatakan oleh Lodya.

"Ahaii!!! Lo cemburu ya?" Rana berucap sangat keras. Buru-buru Lodya membungkam mulut Rana. "Ih! Kenapa nggak bilang kalo lo suka ama Vigo? Kalo gitu kan bisa gue bantu biar jadian," ucap Rana.

"VIGO!!! LODYA SUKA SAMA VIGO!!"

****
"Kenapa kamu diam saja?" sungut Bu Retno. Guru dengan kacamata reborn dan selalu memakai rok span itu mengahardik Raden yang mati-matian menahan kantuk.

"Ibuk yang nyuruh saya diem, giliran diem salah juga. Hamba harus apa?" ucap Raden ngasal, sekarang malah menelusupkan kepalanya ke dalam lipatan tangan. Matanya mulai terpejam. Tak menghiraukan pandangan teman-temanya yang lain. Termasuk Aksa yang seakan siap menerkamnya.

"Ibuk-ibuk, kamu pikir saya ibuk kamu?"

"Iya bunda iya, gimana bunda?" Raden kembali mengangkat kepala. Ingin sekali Aksa memasukanya ke dalam bak mandi.

AKSARA (Sudah Terbit) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang