Theresa menatap bulan dari balkon apartemennya, seraya menghisap rokoknya. Gadis itu memang perokok berat, contohnya. Tidak bisa tidur kalau tidak merokok. Remaja rusak, Theresa memgakui itu. Bukan rusak bagian harga diri, yaitu rusak fisik. Sering mabuk-mabukan, dan membuat onar dijalanan. Ketika semua orang melakukan itu untuk ketenaran, berbeda dengan Theresa. Dia melakukan itu semata-mata hanya ingin mencari perhatian dari Ayahnya, Aneh memang tetapi itulah kenyataannya. Selalu melakukan hal yang tidak disukai oleh Ayahnya.
"Lo berada dalam masalah sekarang."
Theresa menoleh, mengangkat alis, "Maksudnya?"
"Berita mengenai lo dan, Vraka. Udah melebar ke penjuru sekolah, dan beberapa geng motor." jelas Rachel.
Theresa tersenyum miring, "Bagus! Biar itu cowok bisa ngerasain apa itu, kata kalah."
Rachel menghela nafas, "Tapi masalahnya, bakalan banyak geng motor, yang ngajak lo kerja samaa nantinya untuk ngehancurin. Vraka."
"Terus masalahnya, apa?"
"Jangan pernah mau, kita pernah membuat perjanjian sebelumnya. Regaza, nggak bakalan nolong geng manapun, untuk balas dendam." jelas Nada.
"Vraka bilang, geng kita murahan. Lo mau kita reaksi, kek gimana?"
Rachel menghela nafas, "Oke, itu urusan kita sama Theonix. Tapi jika nanti ada yang ngajak kita kerja sama, untuk ngehancurin Vraka. Jangan pernah mau."
Theresa mengangguk, "Gue tau, nggak mungkin gue ingkar janji."
Nada menghela nafas lega, "Gue nggak mau kejadian dulu terulang lagi, cukup sekali jangan dua kali. Gue nggak mau kehilangan siapapun lagi." jelas Nada seraya meminum Wine yang berada, di tangan kirinya.
"Gue pastikan, kejadian yang dulu nggak bakalan ke ulang."
****
"Kenapa sih, selalu berantem? Abang jadi jelek tau, nggak!" celetuk Diana, mengembungkan pipinya.
Vraka meringis, "Pelan-pelan dong, Dino."
Diana mendengus, "Kalau Mami, pulang. Diana bilang sama, Mami. Kalau Abang Kaka selalu berantem." ancam Diana.
Vraka cemberut, "Tukang ngadu banget, sih. Nggak bakalan Kaka beliin eskrim lagi."
Diana melotot, "Eh ... nggak jadi deh, Diana ngadunya. Tapi beliin eskrim, ya?" bujuknya, polos.
"Giliran eskrim aja cepet!" celetuk Vraka.
Diana menyengir, "iya dong,"
"Udah, obatin lagi." suruh Vraka.
"Mami, pulang 3 hari lagi."
Vraka yang tadinya sedang fokus ke ponsel, membalas-balas pesan gebetannya pun. Berhenti, Gawat! ini gawat!
"Serius?" heboh Vraka.
Diana mengangguk, "Iyaa! buat apa juga, Diana bohong."
Vraka panik, "Aduh, ini bekas luka bisa hilang nggak, ya? Dalam 3 hari?"
Diana mengusap dagunya, berlagak berpikir. "Belom kayaknya, Hayoloh. Kena marah Mami pasti, tuh."
"Jangan bikin, gue panik. Bocah!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Vraka
Подростковая литература- Dan akhirnya, selalu ada batas untuk setiap perjalanan. Selalu ada kata selesai, untuk setiap yang dimulai -