Happy reading.
Sepatu berwarna hitam polos itu menyusuri koridor menuju taman belakang sekolah, dengan langkah lebar dan mengendap-ngendap. Karena masih jam pembelajaran, kalau ketahuan guru kan bisa gawat! Bukannya Theresa takut, hanya saja Theresa terlalu malas berurusan yang Theresa pikir, terlalu merepotkan.
Mata coklat itu memicing penuh dendam, ketika melihat lima orang cowok yang sedang memukuli cowok yang berkaca mata hitam itu dengan berganti-gantian. Sial! Matanya serasa ingin keluar melihat pemandangan yang sungguh menyakiti matanya, Theresa paling tidak suka melihat perbuatan pembullyan seperti itu.
Theresa mengayunkan kakinya menuju pohon besar yang berada di ujung taman, dengan tatapan tajam yang sangat kentara di mata coklat indah itu.
Salah satu dari cowok yang memukuli itu, menyadari kehadiran Theresa langsung pucat pasi. Pasalnya, mereka pernah berurusan dengan Theresa dan dengan masalah yang sama juga. Mereka sungguh tidak ingin mencari masalah dengan gadis itu lagi, tetapi sekarang? Theresa berada di depan mereka dengan tatapan tajam.
"Lo, cowok atau bukan? Main kroyokan aja lo bisa nya! Tuker aja tuh celana sama rok!" sentak Theresa. Mereka hanya diam tidak berani menjawab, jika satu kata saja yang keluar dari mulut mereka. Masalah akan tambah runyam.
Theresa berdecak marah, melihat cowok yang berkaca mata yang terduduk di lantai dengan luka lebam dimana-mana. Memegang perutnya dengan sesekali meringis, sepertinya cowok itu kesakitan. Wajar sih, satu lawan lima?
Theresa menjulurkan tangannya, "Bangun, jangan lemah jadi cowok?! kalau lo kek gini, ini Dajjal bakalan terus ngelakuin pembullyan begini sama lo!"
Cowok berkaca mata yang bernama Ares itu, menerima juluran itu takut-takut. Tentu Ares tidak lupa siapa Theresa itu, Melihat mata tajam gadis itu saja sudah mampu membuat Ares ketakutan.
"Ma-makasih," ujar Ares terbata-bata.
Theresa hanya menjawab dengan gumaman, dan menoleh kembali kepada 5 orang cowok yang sudah menatapnya takut-takut. Sebegitu menakutkan kah, Theresa?
"Lo, ngapain dia, lagi? Bukannya udah gue kasih peringatan sama lo dulu? Lo nganggap peringatan gue main-main? Iya?" tanya Theresa tenang, tidak ada terselip bentakan atau teriakan disana. Tetapi sudah membuat mereka gelagapan di tempat.
Salah satu dari mereka menjawab, "D-dia ng-ngeludahin gu-gue, Sa." alibinya.
"Lo pikir gue percaya? Dia nggak mungkin begitu, kecuali lo duluan yang mulai!" ujar Theresa dengan suara rendah penuh penekanan. Tentu.
"Kalian! Lo mau gue keluarin dari Sekolah, atau gue keluarin dari Bumi?" tekan Theresa.
Mereka mengeleng, tidak menjawab. Bukan tidak mau menjawab, hanya saja mereka tidak tau harus menjawab seperti apa. Mereka terus kehilangan kata-kata jika berbicara dengan gadis bermata tajam itu.
"Punya mulut, kan? Mau gue robek tuh mulut?!"
Mereka mengeleng lagi, persis seperti seorang anak yang takut ketika di marahi oleh Ibunya. Kekuatan dan pukulan mereka hanya di berikan kepada yang lemah, dan Theresa benci akan hal itu! Karena, Theresa pun pernah merasakan posisi itu.
Theresa harus memberikan sedikit pembelajaran, agar mereka berlima ini tidak terus menerus bersikap bersemena-mena kepada Ares.
Theresa maju, lalu melayangkan bogeman kepada mereka satu persatu. Sangat mudah, Theresa seperti tidak merasakan kesulitan sedikitpun.
Theresa menatap mereka berlima yang sudah tersungkur, padahal baru saja satu pukulan, mereka sudah terjatuh. Se? Udah kayak banci!
"Gue mau nendang lo semua, tapi masalahnya gue pakai rok!" jelas Theresa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Vraka
Подростковая литература- Dan akhirnya, selalu ada batas untuk setiap perjalanan. Selalu ada kata selesai, untuk setiap yang dimulai -