Chapter 10

30 4 0
                                    

🎼Afgan— bukan cinta biasa.

Vraka memakan baksonya dengan lahap, tanpa memperdulikan orang di sekitarnya. Dan tanpa memperdulikan sahabatnya yang terus saja berceloteh, Vraka terlalu fokus kepada makanan yang berada di depannya. Vraka yang terkadang hobi makan, tetapi tidak membuat tubuhnya gemuk. Vraka selalu menyesuaikan kegiatannya, walapun sering makan Vraka tentu selalu olahraga secara teratur.

"Tadi pagi, gue liat Pelangi sama Damian jalan berduaan di koridor." ujar Gibran kepada Ramon.

"Terus hubungannya sama gue?" tanya Ramon.

"Lo nggak cemburu?" tanya Gibran.

Ramon mengeleng mantap, "Ngapain? Udah putus juga." ujar Ramon, yang membuat perhatian Vraka teralihkan.

"Serius?" tanya Vraka tidak percaya.

Ramon mengangguk, lagi. "Iya, dia nggak pernah ngertiin gue. Capek gue kalau selalu ngalah." curhat Ramon.

Dylan mencibir, "Gaya lo! Makanya, cari pacar itu yang dewasa dikit,"

"Udahlah! Nggak usah bahas dia,"

PRANG!

Semua yang berada di kantin terlonjak karena sesuatu yang terdengar keras itu, Vraka menoleh kesamping dan mata coklat itu meraup seorang perempuan, menatap seseorang yang berada di depannya, dengan menyalang.

"LO!" sentak Theresa keras.

"Nggak sengaja, jangan lebay." ujar Agatha tenang. Yang semakin membuat Theresa geram.

"Nggak segaja lo bilang? Kalau gue patahin kaki lo, terus gue bilang nggak segaja! Terima lo?" ujar Theresa dengan oktaf suara yang sama.

"Gue nggak sengaja! Jangan lebay, nih! Gue ganti baju lo," jawab Agatha menyerahkan beberapa lembar uang berwarna merah.

"Lo nggak pake otak, ya!" teriak Nada yang mulai tersulut emosi, ketika melihat respon santai dari Agatha.

Agatha bersedekap, "Kenapa? Dia aja yang bego, jalan nggak pake mata!"

Theresa memendam amarahnya, kalau tidak dia akan mendapatkan masalah baru lagi, dan itu akan memperkeruhkan hubungannya dengan Ayahnya.

Vraka hanya memperhatikan pertengkaran itu dari pojok kantin, pandangan Vraka hanya terfokus kepada Theresa, yang wajahnya sudah memerah, dan tangan yang terkepal sampai kuku-kukunya memutih. Dan Vraka tau, Theresa sedang menahan amarah.

Setelah sekian lama terdiam, Theresa kembali bersuara, "Gue nggak butuh uang lo, yang gue butuh lo minta maaf sekarang." ujar Theresa dengan penuh penekanan.

Agatha menunjuk dirinya sendiri dengan pogah, "Gue? Minta maaf sama lo? Di mimpi lo!"

Rachel, Nada, dan Vernatha hanya mampu menahan emosi dan hasrat ingin menghabisi Agatha saat ini. Kalau Agatha bisa bela diri, sudah mereka aja kelapangan mungkin. Karena mereka sudah berjanji kepada diri sendiri, tidak melawan yang lemah. Tetapi Theresa sering mengingkari itu, karena gadis itu paling susah jika menahan amarah.

"Lo jangan bikin kesabaran gue habis?!" desis Theresa.

"Kenapa? Lo mau mukul gue, seperti yang lo lakuin ke Indira? Gue nggak takut." tantang Agatha, membuat semua orang yang menyaksikan meringis dalam hati. Agatha ini berpura-pura berani atau gimana?

Dylan yang merasa suasana di antara mereka sudah memanas, lantas menyengol lengan Vraka. "Lo urus tuh, ntar kalau Theresa mukulin Agatha. Wajah cantik gebetan lo berkurang." ujar Dylan.

VrakaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang