Happy reading.
"Semua orang punya masalah masing-masing, kita hanya berbeda cara menanggapi dan menyelesaikannya."
*****
Theresa mengambil tas sandang yang ukurannya lumayan besar, dan menyerahkannya kepada Siska. Tas tersebut isinya sesuai yang telah dijanjikan Theresa sebelumnya. Theresa selalu menepati janji dan omongannya.
Mata Siska berkaca-kaca, "Makasih, Sa. Berkat lo, adek gue jadi operasi." ujar Siska.
Theresa mengangguk, "Iya," jawabnya singkat,
"Boleh peluk, nggak?" tanya Siska dia hanya ingin menyalurkan terimakasihnya dengan pelukan atas nama sahabat.
Theresa mengangkat sebelah alisnya, "Gue nggak biasa di peluk. Dan lo tau itu kan?" ujar Theresa.
Siska mengangguk, "Yaudah, gapapa." lirihnya.
Theresa berpikir, karena tidak biasa di peluk oleh orang lain kecuali Ibunya. Dan ketika di peluk oleh orang lain, Theresa merasa risih. Hm-hm, tapi kenapa sama si onoh, kagak! (kan nggak sadar, Thor!)
"Tapi gue biasain deh, melow-melow sama lo." Theresa tersenyum tipis.
Siska sumrigah, lalu memeluk Theresa, "Makasih, Sa. Lo sahabat gue yang paling baik." lalu melepaskan pelukan singkat itu.
Theresa menepuk bahu Siska, "Iya, Kita semua sahabat disini."
"Kaila." panggilan itu menbuat mata Theresa yang tadi teduh, kini menajam. Lalu menoleh, terlihatlah Wijaksana berdiri di ambang pintu, dengan dua orang berpakaian serba hitam di samping kiri dan kanannya.
"Kalian keluar dulu," suruh Theresa kepada yang lainnya. Mereka semua mengangguk. Dan keluar dari sana memberikan ruangan untuk Theresa dan Wijaksana.
Theresa mendudukan dirinya di sofa, lalu disusul oleh Wijaksana setelahnya.
"Ngapain kesini kesini?" .
"Nggak boleh emangnya, ketemu sama anak sendiri?" tanya Wijaksana seraya mengelus rambut Theresa. Yang berhasil membuat Theresa risih, dan menepisnya pelan.
"Ini kan udah ketemu sama, Aku. Daddy bisa pergi?" tanya Theresa. Bukan tidak sopan atau apa, Theresa hanya masih marah kepada Wijaksana karena menyuruh Vraka untuk menjaga dan mengawasinya. Dan itu membuat hidupnya tidak tenang berubah menjadi lebih tidak tenang, lagi.
"Masih marah kamu sama, Daddy?" tanya Wijaksana. Theresa tidak mengangguk dan tidak juga mengeleng, Theresa hanya diam. Menatap ruang kosong yang berada di depannya tanpa menoleh kesamping.
Wijaksana menghela nafas berat, "Daddy kesini cuma mau ngasih tau kamu, Daddy bakalan pindah ke London. Untuk melanjutkan perusahaan yang tertunda disana, kamu jaga diri disini." beritahu Wijaksana kepada Theresa, dan itu berhasil membuat Theresa menoleh dan menatap manik mata Wijaksana dengan lekat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Vraka
Teen Fiction- Dan akhirnya, selalu ada batas untuk setiap perjalanan. Selalu ada kata selesai, untuk setiap yang dimulai -