"Sial sial sial," umpat seorang lelaki tengah kesal seraya mengklason mobil didepannya. Sementara di sebelahnya seorang gadis memangku tangan pada jendela mobil dengan sesekali memijat kepala.
"Gue bilang juga apa, mending bawa motor," ucapnya pun jengkel.
"Bisa diam?"
Kemudian hening kembali.
Antrean di depan terlihat sangat panjang hingga bergerak sedikit saja harusnya sudah sangat bersyukur. Namun tidak berlaku bagi kedua remaja yang telat berangkat sekolah itu dan lebih memilih memendam rasa kesal dan frustasinya. Sudah tiga puluh menit mereka terjebak macet dan tidak bisa saling menyalahkan dikarenakan keduanya yang sama-sama bangun kesiangan
"Kita bolos," putus lelaki itu, Geovan.
Rara meliriknya, "Anak pintar berani bolos juga ternyata," ucapnya sinis sedangkan Geovan hanya diam malas menanggapi.
Setelah putar balik, akhirnya mereka sampai di rumah. Jam menunjukkan pukul 09:03 yang cukup melegakan bagi keduanya setelah memutuskan untuk membolos karena kalau tidak, bisa pingsan mereka dipajang seharian di lapangan. Belum lagi kalau disuruh lari. Terlambat tiga puluh menit saja lari lapangan lima belas kali, kalau dua jam? Hitung sendiri.
Setelah mengganti pakaiannya Rara pergi ke dapur untuk mengambil camilan dan beranjak untuk duduk manis di sofa ruang keluarga. Setelah beberapa menit memilih ia putuskan untuk menonton sebuah film bergenre horror.
Film dimulai. Ketika cerita semakin menarik ketegangan pun terjadi. Adegan demi adegan membuat Rara merinding namun tak sekalipun matanya lepas dari televisi untuk terus mengamati dan fokus.
Sampai tiba-tiba ada yang memegang pundaknya yang spontan ia sentak dengan keras dan menjerit setelah mendorong sosok itu dengan kencang.
Masih dengan jantung yang berdetak kencang tak karuan dan tubuh merinding ia menelan ludah saat melihat bukan orang asing berwajah pembunuh yang berdiri di belakangnya melainkan seseorang dengan muka bantal dan rambut acak-acakan khas bangun tidurnya.
"Stress" ucap Geovan sembari menatapnya datar.
Rara mengusap wajah kasar. "Jangan bikin kaget bisa?"
Geovan menaikkan alis bingung. "Lo yang penakut,"
Rara berdecih dan memutar bola matanya malas kembali melanjutkan acara nontonnya. "Ganggu aja," gumamnya kesal.
Setelah mengambil air putih di dapur, Geovan mendudukkan diri di samping Rara dan ikut menonton film yang sebentar lagi mencapai endingnya. Ia meneguk air putih yang di ambilnya tadi dan menoleh ke samping. Rupanya gadis itu tengah fokus dan sesekali mencomot camilan di pangkuannya.
"Sebentar lagi dia mati karena dibunuh cowoknya," ucapnya mengalihkan perhatian Rara.
"Cowok itu pelaku yang selama ini di cari. Dia psikopatnya." lanjutnya tersenyum miring setelah membocorkan plot cerita.
Rara speechless. Moodnya seketika hancur berkeping-keping. Bolehkah ia menghajar manusia menyebalkan itu sekarang? Tidak, bukan tokoh penjahat dalam film melainkan cowok bernama Geovan yang dengan kurang ajar sudah merusak ketenangan serta kebahagiaan kecil miliknya ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
We Are A Couple (Complete)
Teen FictionGeovan tidak pernah mengira jalan hidupnya yang mulus menjadi terjal sejak berbagi ikatan dengan seorang gadis bernama Fatara di usia yang masih sangat muda. Rangkaian perjalanan membawa kita berpetualang jauh menyusuri jalan bernama takdir. Tentang...