“Gak papa. Aku tau kamu masih cinta sama Diva, Sa,” kata Emily dengan senyum terpaksa. “Aku nggak akan pernah sebanding sama Diva. Dia gadis paling sempurna, mungkin menikah denganku adalah takdir terburuk buatmu. Tapi, jika satu hari nanti kamu merasa lelah mencintainya, aku ada di sini, Sa.”
Aksa bisa menyaksikan sendiri ketika pandangan Emily hanya tertuju padanya. Dia merasakan makna yang paling dasar dari ucapan Emily barusan.
“Apa kau gila, huh?” tanya Aksa. “Bahkan hewan aja bisa nyari pasangan baru. Kenapa kamu milih nunggu yang belum tentu pasti. Emangnya kamu bisa tau ending perasaan saya gimana ke depannya?”
Emily tertawa kecil. “Tapi bohong,” ujarnya kemudian. Dia menekan pelan perutnya yang masih terasa sakit. Tetapi, dia juga tidak bisa menahan tawa melihat keseriusan wajah Aksa.
“Apa? Bohong?”
“Ya.” Emily mengangguk. Dia pun kembali menatap mata Aksa. “Sebenernya, aku mencintai orang lain.”
Ekspresi Aksa mendadak berubah datar. Dia mengalihkan pandangan ke depan, malas menanggapi ucapan Emily.
“Aku mencintai pemuda itu udah lama. Yah ... memang, hubungan kami gak pernah baik. Dia orangnya pemarah, overprotektif, dan gak mau ngalah soal apa pun. Tapi, sebenernya dia baik pake banget malah. Dia selalu berdiri paling depan kalau aku digangguin sama orang lain, dia juga suka beliin aku cokelat, ditambah ganteng—“
“Jangan mudah terlena sama perlakuan murahan. Jangankan cokelat, saya bisa beli toko cokelatnya! Apa tingkat kesukaan kamu cuma sebatas itu, hah? Kalau kaya gitu terus, kamu bisa mudah dimanfaatin orang,” kata Aksa menyela ucapan Emily.
“Tapi aku gak merasa dimanfaatin. Dia orang baik!” Emily menjawab ketus.
“Kamu gak bisa bandingin kebaikan saya sama pemuda bodohmu itu! Hidup kamu enak dan berkecukupan bukan karena dia, tapi saya!” ujar Aksa bernada lebih kesal.
“Kalau kamu lebih baik, kenapa mesti marah? Aku gak pernah, tuh, ngelarang kamu suka sama cewe lain!” Emily ikut kesal, dia berdiri dengan napas tertahan menahan marah. Aksa sendiri seolah tidak ingin kalah.
“Saya nggak marah. Cuma mau ingetin kamu supaya gak jadi orang bodoh!”
“Aku jadi orang bodoh juga gara-gara kamu, Sa!”
“Loh. Kenapa jadi ngelimpahin kesalahan ke saya? Kan, kamu yang bucin sama pemuda bodohmu itu!”
“Aksayton dodol! Gak peka banget sih, jadi cowok!”
Bug!
“Akh ... sakit!”
Aksa meringis setelah Emily menginjak kakinya. Dia heran kenapa sikap Emily begitu berlebihan membahas pemuda yang disukainya. Sampai terbesit rasa penasaran di hati Aksa ingin tahu siapa pemuda bodoh itu.
Di tengah pertengkaran mereka. Tanpa sadar Yasa sudah berada di sana dan melipat lengan di dada menyaksikan anak menantunya.
Emily baru menyadari saat dia melangkah hendak masuk rumah.
“Kenapa? Mau lanjut berantem lagi? Silakan! Ntar papa sediain arena sama papan buat ngitung skor kalian berdua,” kata Yasa.
“Nggak!” jawab Aksa dan Emily bersamaan. Mereka pun saling bertemu pandang dalam sesaat. Sedetik kemudian Emily melengos pergi.
“Hukum aja lagi, Pa! Nyesel udah bawain makanan!” Kilat tajam tatapan Emily tertuju pada Aksa yang membalas sengit.
***
Aksa berkali-kali menggedor pintu rumah dan berteriak memanggil ayah dan ibunya, berharap dia akan dibukakan pintu agar tidak seperti gelandang di jalanan Jerman. Dia sudah frustrasi, uang di dompetnya telah habis. Pakaian yang hanya melekat di tubuhnya pun berbau seperti racun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dilema Istri Pengganti
RomanceMengandung konten dewasa, konflik, comedy, romance. Anak sultan Aksa Pradipta ketika harus menikah dengan anak adopsi Emily Walther.🌹