“Tadinya, kupikir kau mau menyudahi hubungan dengan Aksa setelah kehilangan calon bayi kalian. Ini sudah hampir satu tahun, tapi tidak ada kemajuan berarti. Buktinya Aksa masih mencintai kekasihnya, dan kau hanya sebagai pelampiasan. Apa kau tidak lelah?”
Emily diam ketika Raihand mengatakan pendapatnya. Pria bertubuh jangkung dengan warna kulit putih bersih berusia 26 tahun itu adalah sahabatnya sejak kecil sebelum pindah ke Indonesia. Raihand juga bisa menjadi tempat cukup tepat bagi Emily untuk berbagi apa pun. Termasuk masalah yang dihadapi Emily sekarang.
Tentang perlakuan Aksa, Raihand tahu semuanya. Emily sadar jika yang dilakukannya ini salah. Tidak sepantasnya dia mengumbar masalah rumah tangga kepada orang lain. Namun, Emily sendiri terkadang sulit memecahkan masalah. Sampai saat dia merasa buntu, Raihand adalah orang pertama yang dicari.
“Wanita mana yang nggak lelah, Rai? Masalahnya aku belom bisa nerima resiko kalau kami pisah. Mama pasti sedih dan sakit lagi, aku nggak mau itu terjadi,” jawab Emily cepat. Dia menekan ujung kukunya untuk mengalihkan rasa sakit hati. “Udah nggak kehitung kebaikan orang tua angkatku. Ini waktunya buat ngebales kebaikan mereka.”
“Apa caranya harus dengan mengorbankan kebahagiaanmu? Atau, faktanya kau memang tidak bisa melepaskan suamimu, Emily? Kau sangat mencintainya.”
“Keliatan jelas banget, ya?” tanya Emily.
Raihand tersenyum seraya membenarkan posisi duduknya di hadapan Emily. “Jelas sekali. Kau tidak pernah bisa berbohong dariku, Emily.”
Emily mengulum bibir. Perasaannya terhadap Aksa seolah terkelupas habis di hadapan pria itu. Sekuat apa pun dia menyembunyikannya, Emily merasa sia-sia.
“Aku harus gimana?” tanya Emily.
“Menurutmu? Pertanyaan itu jangan sampai dijawab oleh orang lain, Emily. Karena orang lain hanya bisa berpendapat dari sudut pandang yang kadang tidak ingin kau dengar. Termasuk aku yang pasti memintamu berpisah dengan Aksa.”
Emily menghela napas. ‘Apa itu jalan satu-satunya?’
“Baiklah. Jangan dulu membahas itu, aku tau hatimu tidak menyetujuinya,” ujar Raihand kemudian. “Oh, ya. Toko bungamu sebentar lagi akan dibuka, apa kau yakin sudah siap?”
“Siap, dong! Udah lama aku nunggu biar bisa punya toko bunga sendiri.” Emily bersemangat kembali. Perhatiannya teralihkan dalam sekejap melihat bunga-bunga indah di sekelilingnya.
Sudah lama sekali semenjak Emily kembali ke Jerman, dia mengikuti kursus menanam berbagai jenis bunga untuk membuka usaha sendiri dan tidak lagi bergantung kepada Aksa sepenuhnya.
Berkat bantuan Raihand, impian Emily akan terwujud. Mereka bersepakat melakukan kerja sama dan membagi hasil. Raihand berperan menyediakan tempat dan menanam sebagian modal. Selebihnya, Emily yang mengurus toko.
“Baguslah. Aku serahkan toko bunga itu padamu, asal jelas hitungannya.”
“Ck. Masih aja perhitungan!” Emily berdecak dan tertawa kecil. Dia tahu Raihand tidak serius mengatakannya.
“Emily Walther!”
Emily dan Raihand menoleh bersamaan ketika sebuah suara keras datang dari arah pintu. Bahkan mata semua orang kini tertuju kepada sesosok pemuda yang berdiri dengan napas terengah-engah di sana.
Mata Emily jelas masih berfungsi dengan baik. Namun, dia heran kenapa Aksa yang dilihatnya sekarang. Untuk apa pemuda itu datang ke tempat ini?
Penampilan Aksa sangat menyedihkan. Kemeja yang melekat di tubuhnya basah, begitu pun rambutnya. Padahal di musim sedingin ini, seharusnya Aksa memakai pakaian tebal dan hangat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dilema Istri Pengganti
RomanceMengandung konten dewasa, konflik, comedy, romance. Anak sultan Aksa Pradipta ketika harus menikah dengan anak adopsi Emily Walther.🌹