“Kenapa kau tidak fokus, Emily? Apa ada yang kau pikirkan?” tanya Raihand yang melihat Emily tidak bersemangat seperti biasanya.
Emily menghela napas. Namun, tidak menjawab pertanyaan sahabatnya. Tangannya spontan menyentuh bunga lily dengan kelembutan. Dia teringat jika tanaman ini adalah jenis bunga terfavorit almarhumah ibunya.
“Nggak ada. Aku cuma lagi kebawa perasaan aja, Rai. Bunga ini ngingetin aku ke mama, dulu mama selalu merawat bunga ini semasa hidupnya. Mama Nayla juga sama-sama suka bunga, tapi yang dia suka adalah mawar. Jadi, itu sebabnya aku menyukai dua tanaman ini.”
Raihand tersenyum memandangi wajah polos Emily. Toko tempat mereka akan memulai bisnis sudah mulai diisi berbagai jenis tanaman hias. Dia hafal jika Emily memang menyukai dua bunga tersebut.
“Tapi, apa kamu tidak pernah memikirkan kesukaanmu sendiri, umh ... maksudku, bunga yang benar-benar kau sukai.”
“Aku?” Emily mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru tempat. Kemudian pandangannya berakhir pada dompet miliknya yang dia keluarkan dari dalam tas.
“Aku suka bunga yang ini ... ahhhh, ini wangi banget kalau kamu bisa cium!” kata Emily bersemangat menunjukkan beberapa lembar uang pecahan 100 Euro yang terdapat di dompetnya.
Raihand tertawa renyah.
“Apalagi nanti kalau toko kita berhasil. Aku nggak sabar pengen ngitung keuntungannya—“
“Delapan puluh dua puluh,” sela Raihand.
“What! Rai, are you kidding me? Kalau kamu yang dua puluh ... oke!” Emily menepuk bahu Raihand dan ikut tertawa.
Sementara itu di balik kaca luar toko. Sepasang mata milik Aksa menyipit tajam, bibirnya seperti bom atom yang siap meledak menghancurkan kebahagiaan Emily dan Raihand.
Dadanya terasa sesak, ngilu juga panas. Dia sungguh tidak suka Emily tertawa lepas bersama pria lain.
“Lihatlah wajah tanpa dosa itu! Sebenernya dia lupa apa pura-pura lupa? Gak sekalian aja amnesia? Udah punya suami tapi masih aja ganjen!” Aksa mengumpat. Kedua tangannya bergerak dengan sendirinya ingin meraih wajah Raihand dan mendaratkan bogem mentah. Merontokkan gigi-gigi pria itu bila perlu.
“Ayolah, Aksa! Ngapain juga kamu kaya gini? Bukannya ini sama aja ngejatohin harga diri? Dia pasti besar kepala liat aku ada di sana!” maki Aksa pada diri sendiri saat langkahnya spontan bergerak ingin masuk toko.
Dia meremas rambut kasar dan mengutuk kebodohannya sendiri. Aksa tidak habis pikir, kenapa dia rela jauh-jauh datang ke toko bunga dan menerobos cuaca dingin demi Emily?
Padahal setelah dipikir, pekerjaannya di kantor jauh lebih penting. Namun, saat Emily meminta izin akan menemui Raihand, hatinya gelisah. Dia hafal sifat tenang dan kedewasaan Raihand terhadap Emily. Aksa merasa itu menjadi ancaman besar baginya.
Apakah pantas dia berpikiran begitu? Aksa tidak tahu jawabannya.
“Aksa begooo!” Aksa menghela napas kasar.
“Aksa—“
“Setttt ... Emily?!” Aksa kaget setengah mati. Emily dan Raihand berdiri di sampingnya tanpa disadari. Dia mati kutu, sungguh. Aksa benar-benar malu ketahuan berada di tempat ini.
“Kamu ada di sini? Lagi ngapain?” tanya Emily.
Aksa mengusap wajah yang terasa memanas. Padahal cuaca dingin sore ini masih sanggup menyelusup di setiap kulit tubuhnya. Dia lihat Raihand menampakkan raut biasa saja. Pria itu memang begitu, tetapi entah kenapa Aksa jadi salah tingkah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dilema Istri Pengganti
RomanceMengandung konten dewasa, konflik, comedy, romance. Anak sultan Aksa Pradipta ketika harus menikah dengan anak adopsi Emily Walther.🌹