Im sorry

1.1K 76 12
                                    

Aksa berjalan menuju lantai bawah rumah. Tampak di sekelilingnya masih sepi, atau memang selalu sepi lebih tepatnya. Tidak ada anak kecil berkeliaran, orang tuanya sibuk bekerja, dan Emily?

Aksa melempar senyum tipis ketika pandangannya bertumpu pada seorang wanita muda yang tengah mempersiapkan makan malam. Langkah pelan Aksa hampir tidak bersuara, sampai Emily belum menyadari kehadirannya dari arah belakang.

“Sst!”

“Eh ... Aksa, ihhh!”

Aksa merespons cepat ketika sebuah piring hampir terlepas dari pegangan Emily. Belum lagi cubitan Emily di lengannya yang harus dia tahan.

“Sakit, Emily! Apa kamu mau bunuh saya, hah?” tanya Aksa ketus seraya mengusap lengannya.

“Sejak kapan nyubit tangan bisa bikin mati?” Emily tidak ingin kalah. Dia mengambil kembali piring dari tangan Aksa lalu ditata di atas meja makan.

Aksa mengabaikan perkataan Emily barusan dan duduk di kursi sekaligus mencuri pandang pada istrinya. Dia melakukan itu sangat hati-hati dan tidak ingin menjatuhkan harga diri di depan Emily jika ketahuan tengah melihatnya.

“Udah keluar kamar, emang udah baikan?” tanya Emily.

“Iyalah. Saya bukan kaum lemah, cuma sakit sedikit doang, gak bakal berpengaruh apa-apa. Beda sama kamu yang manjanya kebangetan!” jawab Aksa menekankan. Dia pun mengambil beberapa buah anggur sebagai pembuka menu makannya malam ini.

Bibir Emily mengerucut, cemberut mendapat jawaban itu. “Nyesel udah nanya,” katanya kemudian seraya menyiapkan seporsi makanan untuk Aksa. “Dimakan dulu, sebelum papa pulang. Aku gak berani jamin kamu dapet makan kalau ada papa nanti.”

“Emangnya papa pulang kapan?”

“Tadi bilangnya udah di jalan, makanya aku cepet nyiapin makanan. Takut papa keburu dateng.”

Mata Aksa membulat sempurna. “Loh, kalau gitu kenapa nggak bangunin saya dari tadi? Kamu kayaknya emang bahagia banget kalau saya kena marah papa!” kata Aksa panik. Dia segera mengambil beberapa suapan ke mulutnya begitu cepat.

Aksa tidak akan lupa kalau dirinya tengah menjalani hukuman. Apa lagi sekarang kemarahan Yasa cukup serius, Aksa berusaha untuk tidak membuat masalah baru.

Emily pun duduk di seberang meja, dia belum menyentuh makanan apa pun. Menunggu Aksa selesai.

“Kenapa?” tanya Emily sewaktu Aksa berhenti mengunyah dan menutup mulut.

“Perut saya sakit.” Aksa menekan perutnya yang terasa mual ingin muntah. Padahal, Emily sudah menyediakan bubur khusus hanya untuknya.

Aksa pun menerima segelas air putih hangat dari Emily.

“Seharusnya bilang dulu kalau perut kamu sakit. Aku bisa sedia obat sebelum makan tadi. Kamu tunggu dulu di sini sebentar, aku ambil obatnya di belakang.”

Aksa menggelengkan kepala. “Nggak usah. Kamu lupa? Saya nggak bisa minum obat.”

“Aksaaa ....”

Aksa seolah mendapat tekanan kuat dari suara Emily yang pasti hendak membujuknya.

“Ini obat cair, kok. Mama yang ngasih resep sebelum pulang ke Indonesia. Aku tau kamu nggak bisa minum pil,” kata Emily pelan. “Aku ambilin dulu, biar perut kamu enakan.”

Aksa hanya bisa terdiam melihat Emily begitu sigap berlari kecil menuju dapur. Dia sadar, Nayla—ibunya, adalah seorang dokter. Nayla sangat tahu kebutuhannya jika keadaan ini datang.

Dilema Istri PenggantiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang