Jarang ditemukan keramaian di rumah kediaman Hiruzen . Halaman rumah dipenuhi mobil sedan hitam yang terparkir rapi di sana, tidak lupa pula masing-masing di setiap sisi mobil berdiri sorang pria yang memakai setelah jas hitam.
Naruto tidak mengingat berapa jumlahnya. Dia bahkan tidak berani meneliti dengan jelas ketika para pria itu memberikan tatapan penuh menyelidik dan menusuk. Entah apa yang salah dari penampilannya, tetapi situasi saat ini begitu berbeda.
Sempat berpikir kalau rumah ini akan disita karena berbagai macam masalah, salah satunya adalah korupsi. "Tidak mungkin itu terjadi." Hiruzen orang yang baik, Naruto selalu percaya itu.
Meskipun beliau bukanlah Kakek kandungnya, mengingat almarhum Uzumaki Minato merupakan anak angkat Hiruzen. Itu sudah membuatnya sangat yakin, bahwa Kakek yang suka rela mengurus dan membesarkan ayahnya sudah menjadi bukti yang kuat.
Almarhum ayahnya tidak ingin menggunakan nama keluarga Hiruzen, karena ingin menghargai Ibu tiri yang sudah tiada. Pria itu tidak pernah mengetahui tentang Ibu kandungnya, almarhum selalu dibesarkan di keluar Uzumaki yang menjaganya dengan penuh kasih sayang.
Tidak ada niatan Naruto untuk menelusuri lebih jelas tentang informasi almarhum Ayah yang sesungguhnya ̶ ̶ termasuk keluarga mereka. Tidak pernah sekali pun mendengarkan ada konflik di antara keluarga Minato, mungkin itu yang semakin menguatkan dirinya untuk tidak mencari tahu tentang keluarga Uzumaki dan memilih hidup tenang di keluarga Sarutobi.
"Apa yang terjadi? Kenapa banyak sekali mobil dan orang-orang menyeramkan di bawah?" Naruto membuka suaranya, ketika melihat sepupunya ada di sofa, bersandar dan sedang bermain ponsel. "Kau dengar aku tidak, Konohamu?"
"Aku tidak tahu," lelaki itu menjawab tanpa minat. "Mungkin itu teman-teman kakek, dia akan mencalonkan diri sebagai wali kota." Konohamaru berdiri, dia tidak ingin diganggu hari ini. Pelajaran di sekolah sudah hampir membuat kepalanya hampir pecah, dan hari ini memutuskan untuk bersenang-senang dengan ponsel baru miliknya.
"Aku berharap semuanya berjalan dengan lancar."
Pandangan Naruto teralihkan segera, beberapa orang turun dari tangga bersama dengan Sarutobi. Mereka memakai pakaian yang lengkap dan rapi seperti para pekerja kantoran. Dia pun berdiri dan membungkuk untuk memberi salam.
"Maaf sebelumnya." Naruto mengambil langkah ke depan tiba-tiba, beberapa pria langsung menghadang seseorang di sana. Naruto menghentikan langkah karena bingung, berharap Sarutobi di belakang sana membuka suara untuk menghilangkan suasana canggung saat ini.
"Oh, Naruto?" rasa lega kemudian menghampiri, pria tu itu benar-benar bisa diharapkan di sini. Hiruzen mengambil langkah untuk menghampiri dirinya, menepuk pundaknya sembari berkata "Dia adalah cucuku." kakeknya menyempatkan diri memberi pukulan. Naruto menahan setengah mati rasa sakit itu..
"Sepertinya ada yang ingin kau bicarakan," Hiasi menatap dengan datar ke arah pemuda itu, seragam yang tidak asing di matanya, mengingatkan akan putrinya. "Apa kau merasa tidak asing?" dia tersenyum simpul.
Naruto mendadak gugup, mengedar pandangan sekitar, namun itu semakin membuat dirinya kembali gugup ketika pandangan matanya bertemu dengan pria botak yang memberikan tatapan menusuk.
"Benar, tidak asing. Aku pikir hanya perempuan itu yang memiliki mata seperti bulan, ternyata ada orang lain." dia membuang tawanya hambar.
"Perempuan itu?" Hiasi mengulang kalimatnya. "Aku mengerti." mengambil langkah mundur sembari melirik ke arah Naruto.
Pemuda itu membungkuk, sementara Hiruzen mengikuti langkah orang-orang di sana. Setelah merasa aman, pemuda itu menghela napas, mengumpat dan merutuki diri sendiri atas kelakuannya tiba-tiba dan terbilang tidak sopan. Pun ia bingung kenapa bertindak seperti itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Moon Eyes
أدب الهواةSedari kecil, Hinata Hyuuga sudah terbiasa melihat darah dan pembunuhan di depan matanya. Hidup sebagai anak dari Ketua Yakuza, tentu tidak asing lagi dengan hal tersebut, dan tidak jarang pula ikut terlibat di dalamnya. Selama 16 tahun, tidak ada b...